Patangpuluh Pitu

51 9 4
                                    

Jabil lembur dibantu Purnomo membereskan ruang detektif yang berantakan. "Beneran awakmu nggak lihat siapa gitu naik ke atas?" tanya Jabil.

"Sumpah, Bil. Aku kan nggak megang kunci serep. Dari awakmu pergi, pintunya kan digembok." Purnomo berhati-hati menyapu pecahan kaca dari teko kopi.

"Aneh tenan," Jabil menatap penuh selidik ke jubah hitam yang digantungkannya di paku.

Purnomo menyelesaikan tugasnya lalu turun sekitar jam empat subuh. Jabil membuka tangga lipat dan memasang satu perangkat CCTV ke sudut atas ruangan. Kemudian dia lanjut membereskan bagan penyelidikan. Dia membuat yang baru berdasarkan ingatannya. Berkas-berkas yang dirangkum Yogo Keling habis dicacah oleh sosok iseng itu. Kini, Jabil menempelkan tulisan-tulisannya di tembok. Kegiatannya itu sampai lewat waktu Subuh. "Astaghfirullah!" Jabil lupa salat. Buru-buru dia turun ambil wudhu lalu naik ke atas lagi menunaikan ibadah.

Selepas salam, Jabil menengok ke tempat jubah digantung. Jubah itu hilang!

Jabil memicingkan mata curiga. Dia mengecek CCTV dari ponselnya. Tak ada yang naik selain dirinya. Purnomo terkantuk-kantuk di meja admin lantai bawah. Pengunjung tersisa satu orang, tak beranjak sama sekali. Posisi cctv tak mencakup dinding tempat jubah itu digantung. Jabil mendecak menyesal.

"Astaghfirullahalaziim." Jabil menenangkan diri. Dia mengikuti anjuran Ki Gufron. Dia melanjutkan wirid sesudah salat. Selepas doa panjang dituntaskan dengan amin, Jabil berdiri dan menatap penuh tanda tanya ke post it bertuliskan: FOUR HORSEMEN. "Siapa mereka?"

Lek Narodo sudah tentu di luar dugaan. Dia masih diculik Gondhes Ireng. Kalau saja dia kabur, Gondes Ireng akan memberitahunya. Jabil merunut bagan orang-orang yang diduga terlibat. Masih ada nama Beni. "Ah, tidak mungkin Beni." Jabil geleng-geleng. "Tapi, kalau benar, bagaimana?"

Jabil lanjut ke nama berikutnya: Ki Udin dan Nyi Lading. "Bisa jadi mereka. Tapi apa dasarnya?"

Kemudian, Bos Cina. "Orang itu masih misterius. Mencurigakan. Tapi, nggak ada kaitannya selain jadi korban kambingnya diambil Four Horsemen."

Jabil termenung tanpa menyentuh papan tulis. Matanya sayup-sayup menutup, tapi langsung terjaga lagi. Pegangan tangannya pada spidol mulai mengendur. Dia menguap sangat lebar. Otot lengannya cenat-cenut. Pikiran Jabil mulai ke mana-mana. Bahkan dia menuliskan nama Bi Ida, Lek Jaran, dan Lek Iqro ke bagan orang-orang yang mesti dicurigai. Tulisannya seperti ceker ayam. "Astaghfirullah!" Jabil tersadar, lalu buru-buru mencabut nama-nama itu. Jabil mengeluarkan kasur lipat dan menggelar seadanya di lantai. Tidurnya tanpa mimpi.

Siangnya, di SMK Pojok, Yogo Keling dan Jarwo sudah kembali masuk kerja. Mereka jadi sasaran pertanyaan teman-teman guru dan staf mengenai kondisi Rudi dan bagaiman kejadiannya. Mereka sepakat menjelaskan yang sama. Mengaburkan fakta. Guru-guru dan staf tak perlu tahu yang sebenarnya.

Dari jam pertama, Yogo Keling sudah sibuk di lab komputer. Dia hanya sempat sekali berpapasan dengan Nur Samsina di ruang guru, tapi gadis dambaannya itu masih menghindarinya. Yogo Keling perih hatinya. Artinya, pesannya tadi malam tidak memberi dampak apa-apa. "Mungkin butuh waktu. Bismillah," ucap Yogo Keling, menenangkan batin.

Di jam istirahat, Nyarmini datang mendekati Yogo dan Jarwo. "Mas Rudi bagaimana?"

"Masih belum sadar, Min," jawab Jarwo.

Nyarmini menunduk sedih. Dia terisak.

"Sabar ya, Min," kata Jarwo. Nyarmini menutup wajahnya, makin sedih.

Yogo Keling tersedak makanannya saat melihat Nur Samsina datang mendekat lalu memeluk Nyarmini. Dia membawa Nyarmini melipir ke kamar kecil. Tatapan Yogo Keling dan Nur Samsina bertemu. Jantung Yogo rasanya baru berhenti berdetak.

KAMBING TENGKORAK - SERI SIDIK KLENIK #2 (Sekuel Karung Nyawa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang