Patangpuluh Papat

40 10 0
                                    

Jabil, Yogo dan Jarwo mendapati Tamiul sedang diurut oleh Lek Jani di rumah Ki Gufron. Punggungnya penuh bekas kerokan. Lek Jani sendiri kelihatan kewalahan memijat Tamiul. Keringatnya deras membasahi daster. Di sisi lain, Jarwo terperanjat mendengar raungan panjang dari bilik sebelah, tempat pribadi Ki Gufron.

"Jangan masuk, kalau nggak mau kesamber kapak gaib," kata Lek Jani.

"Di samping... ada Karti Benguk?" tanya Jabil. Lek Jani mengangguk.

Jarwo makin terperanjat. Kengeriannya berhenti saat Tamiul berserdawa panjang. Jabil dan Yogo geleng-geleng. Lek Jani mengibas-ngibaskan tangannya. Tamiul bangkit, kemudian mengkeretakkan badan seperti botol dipuntir-puntir. Tamiul merenggangkan badan. Tangan merentang ke atas. "Alhamdulillah!"

Tamiul memungut bola takrawnya dari bawah dipan pijat. Sekarang Lek Jani yang ambruk ke atas dipan, terengah-engah. "Besok-besok nggak usah ke sini lagi, Ul! Kalau kayak begini bisa libur sebulan aku."

"Sepurane, lek. Itung-itung buat persiapan."

"Persiapan apa, Ul?" tanya Jabil.

Lek Jani menarik tangan Jarwo, menyerahkan kipas, memintanya mengipasi. Jarwo menurut.

"Sabar ya. Kita tunggu Ki Gufron dulu," jawab Tamiul. Dia mengajak Jabil dan Yogo Keling ke teras rumah. Di sana Tamiul duduk menyandar santai.

Dari dalam erangan panjang memekakkan telinga Karti Benguk masih terdengar.

"Itu kenapa Karti Benguk ada di dalam?" tanya Yogo.

"Sehabis kita tanya-tanya, dia langsung ke sini. Nggak tahu apa yang diomongi, Ki Gufron langsung mau membantu."

"Mau bantu usaha kita mengalahkan Jago Arit?" tanya Jabil.

Tamiul mengangguk.

"Akhirnya."

"Jago Waskito minta perlindungan ke Ki Gufron. Dia tahu Ki Gufron keturunan langsung Jago Arit. Seperti janjinya, Jago Waskito akan ikut pertempuran kita melawan Jago Arit. Dan, dia bilang kalau Jago Arit punya empat orang kaki tangan. Orang-orangnya masih hidup, tinggal bersama kita di desa ini."

Jabil mendelik. "Aduh!"

"Siapa aja kira-kira?" tanya Yogo Keling.

"Jago Waskito nggak punya informasi lebih jauh dari itu. Dari dulu, setiap kurun waktu tertentu dia selalu punya empat anak buah. Tidak ada yang tahu pasti siapa-siapa saja."

"Seperti The Four Horsemen," sebut Jabil.

"Kita masih belum coret nama Lek Narodo, Beni, Ki Udin, dan Nyi Lading. Bisa jadi mereka," ujar Yogo.

"Kita tidak pernah tahu pasti, Yog, kalau urusannya seperti ini," balas Jabil.

"Seperti kita tidak pernah tahu pasti apa dan kapan rencana Jago Arit dilaksanakan," kata Tamiul.

Jabil tampak gelisah. "Kita tidak boleh sembrono. Nyawa taruhannya."

Ketiganya tampak merenung. Jabil mendongak ke atas, melihat dahan pohon asem. Tak ada penampakan apa-apa di sana.

"Jadi, tiga hari kemarin kamu ngalami apa, Ul?" tanya Yogo.

Tamiul menggestur sabar ke Yogo. "Kita tunggu Ki Gufron."

Jarwo masih belum keluar juga dari tugas mengipasi Lek Jani. Jabil menceritakan kejadian di rumah sakit.

"Aku tahu, aku bisa lihat," kata Tamiul, mengagetkan Yogo. "Itu ulah anak buah Jago Arit."

Jabil mencengkeram rambutnya, frustasi. "Edaaaan!"

Tamiul mendaratkan tangan ke bahu Jabil. "Tenang, Bil. Kita hadapi ini bersama-sama."

KAMBING TENGKORAK - SERI SIDIK KLENIK #2 (Sekuel Karung Nyawa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang