Yang terjadi selama tiga bulan belakangan, khususon terhadap Bulus Kondang:
Bisnis pinjaman Bulus Kondang sebenarnya berjalan baik-baik saja. Dia rutin mendatangi nasabah dan calon nasabahnya, memberikan penawaran yang terkesan royal tapi sebenarnya mencekik. Dia memastikan siapa yang sudah bertransaksi dengannya tidak akan pernah tuntas utangnya. Dia masih rutin sebulan sekali pergi ke Klaten untuk melaksanakan ritual Bulus Jimbung. Kadang ditemani Mat Picek, kadang bersama Joni Damput. Cara menagih Mat Picek dan Joni Damput pun masih terbilang sopan. Mat Picek hanya perlu menunjukkan sebelah matanya yang seperti kelereng pualam, dan Joni Damput memamerkan knuckle besinya, nasabah sudah pasti rutin membayar. Hanya perlu sekali diterapkan begitu pada penagihan pertama, selanjutnya mereka rajin membayar.
Semua sumber masalah muncul saat Bulus Kondang bertemu seorang juragan di sebuah ruko yang baru berdiri di samping pasar Tobo. Orang itu mengaku tertarik dengan bisnis yang dijalani Bulus Kondang dan berniat membuatnya menjadi sistematis.
"Betulan bisa menjaring banyak nasabah? Tanpa perlu ke mana-mana?" tanya Bulus Kondang.
"Oh iya. Hanya perlu lima menit. Nasabah tinggal isi data diri dan foto KTP. Mereka dapat uang, seminggu kemudian langsung bayar. Pakai bunga. Gimana?"
"Mereka, kan, jauh-jauh ya, Koh. Kalau kabur bagaimana?"
"Gampang. Kita ancam sebarkan datanya. Mereka pasti ketar-ketir. Sejauh ini nggak ada yang berani kabur. Dijamin."
"Tapi, ini aman?" Bulus Kondang memberi kode soal aparat.
"Aman. Wong mereka juga ikut bantu. Asal ada persenan buat mereka, tenang saja. Percaya sama Koh."
Bulus Kondang tergiur. Belakangan ini dia juga lagi memikirkan cara mengembangkan usahanya. Uang hasil pesugihan Bulus Jimbung-nya perlu cara yang lebih sistematis lagi untuk dicuci, supaya tidak gampang hilang. Belakangan ini, dia heran, uang yang disimpan di bawah kasurnya selalu lenyap sedikit demi sedikit.
"Soal setor ke bank, biar urusan saya. Bulus tinggal terima beres. Ini investasi yang jangan dilewatkan."
Bulus Kondang pun mengiyakan kerjasama itu. Dia membawa Mat Picek dan Joni Damput mengangkut uang dua koper besar dari rumahnya ke ruko Koh itu. Mereka menyaksikan cara kerja Koh dan timnya. Bulus Kondang terpukau dengan simulasi aplikasinya.
"Dengan begini, aku cuma fokus pulang pergi ke sendang Jimbung saja. Awas, kalian jangan mangkir, mentang-mentang sudah santai kerjanya," pesan Bulus Kondang ke Mat Picek dan Joni Damput.
Selama satu-dua minggu semua berjalan sesuai yang dijanjikan Koh. Mat Picek dan Joni Damput berkeliling ke setiap nasabah lama untuk mengalihkan pinjaman mereka ke aplikasi. Yang menolak dijitak. Bibit dendam nasabah mulai tumbuh pada titik ini.
"Ah, nikmatnya..." ucap Bulus Kondang di rumahnya yang perlahan-lahan dia permak jadi lebih bagus dan nyaman. Dia beli kursi pijat dan setiap sore berelaksasi. Dia mengundang orang salon untuk menipedi kukunya. Setiap menit dia mendapat notifikasi ada uang masuk dari Koh.
Masalah uang tunai yang disimpannya di bawah kasur masih belum selesai. Dia menduga ada yang memelihara babi ngepet di desa. Bisa jadi ada orang yang dengki padanya. Mengatasi itu, Bulus Kondang mendatangi Ki Udin, minta petunjuk.
"Sebenarnya saya sudah tidak praktek seperti ini lagi. Tapi, mengingat sampeyan anak dari sahabat saya, oke saya bantu," kata Ki Udin setibanya di rumah mewah Bulus Kondang. Dia mengecek setiap sudut rumah sembari memindai pakai mata batin. Dua jam dia melakukan itu. Setelah selesai dia minta sesuatu ke Bulus Kondang. "Ada Al-Quran?"
Bulus Kondang menyuruh Joni Damput mencarikan. Bukannya beli yang baru, Joni Damput mencuri satu milik musala terdekat. "Ini untuk apa, Ki?" tanya Bulus Kondang heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMBING TENGKORAK - SERI SIDIK KLENIK #2 (Sekuel Karung Nyawa)
HorrorDua tahun pasca kejadian pada kisah Karung Nyawa, kecamatan Purwosari bersiap menyaksikan kejadian mistis mengerikan kembali. Semua bermula dari kejadian nahas saat Mat Kambing menghantamkan kepalanya ke tiang basket sekolah sampai pecah. Peristiwa...