C8

270 46 2
                                    

"Mumtaz demi apapun ini baru jam setengah enam pagi!" Semprot Clara begitu membuka pintu kos.

Pemuda yang berdiri di dekat pintu kos dengan celanan training dan kaos hitam oversize itu justru mengangguk ringan.

"Iya, kalau gue kesini jam 11 itu bukan lari pagi." Jawabnya tanpa rasa bersalah.

"Tapi nggak sepagi ini juga, gue baru tidu-" Clara tidak melanjutkan ucapannya. Tidak mungkin kan ia mengatakan kalau semalam tidak bisa tidur karena memikirkan pemuda itu.

"Yaudah gue cuci muka dulu, lo mau tunggu di dalam?" Walaupun Clara yakin Bayu akan menolak, ia ingin basa-basi menawarkan.

"Gue tunggu di sana aja." Ucap Bayu berjalan menuju bangku tak jauh dari kamar kos Clara.

Sekitar lima menit setelahnya Clara keluar dengan celana pendek selutut dan kaos ketat yang membuat Bayu berdecak.

"Lo nggak ada kaos lain?"
Clara melihat penampilannya sendiri. Apa yang salah? Ini jauh lebih tertutup daripada pertemuan terkahir mereka pekan lalu.

"Ini udah tertutup Mumtaz." Protes Clara mendudukkan diri dihadapan Bayu.

"Tapi terlalu ketat."

"Ck, iya bentar." Sahut Clara karena malas berdebat. Ini terlalu pagi, dan ia masih mengantuk.

"Bilang sama gue, pakaian seperti apa yang nggak boleh gue pakai kalau ada lo." Ucap Clara setelah berganti dengan kaos yang lebih longgar.

"Nggak boleh terbuka, ketat, dan tipis." Jawab Bayu tanpa ragu.

"Nah sebagaian besar baju gue itu terbuka, ketat, dan tipis." Sahut Clara tanpa rasa takut.

"Kalau gitu siang nanti kita beli pakaian buat lo. Yang tertutup, longgar, dan tebal."

Clara berdecak. "Nggak, gue nggak mau nambah utang ke elo. Lagian ini di tengah kota Mumtaz, gerah. Emang cocoknya pakai baju yang biasa gue pakai."

"Nggak boleh Clara, itu aurat." Kata Bayu tanpa berpikir panjang. Jika sebelumnya Clara tersinggung, kali ini ia tidak merasa keberatan. Ia justru merasa, Bayu perhatian kepadanya.

"Terserah lo. Nanti berhenti dulu di sana. Gue capek." Ajak Clara karena sudah merasa lelah.

"Kita bahkan baru lari tiga ratus meter dari gerbang kos lo."

"Ya gue kan jarang olah raga jadi gampang capek." Ucap Clara seraya duduk di bangku yang kebetulan ada di pinggir jalan.

Terpaksa Bayu juga ikut berhenti. Ia hanya berdiri memperhatikan Clara yang meluruskan kaki kemudian memijat dari lutut hingga pergelangan kaki.

Saat mata Bayu melihat bekas luka yang tampak masih baru di lengan bagian bawah Clara, pemuda itu berjongkok.

Ia mengamati bekas luka itu tanpa suara. Awalnya Clara juga tidak peduli dengan Bayu yang jongkok di dekatnya. Tapi saat menyadari arah pandangan mata Bayu, gadis itu menarik lengannya.

Bayu menatap Clara yang saat ini juga menatap pemuda itu.

"Lo, melakukannya lagi?" Tanya Bayu akhirnya.

Clara tak menjawab. Ia hanya berusaha menghindari tatapan Bayu. Meski Bayu bertanya dengan nada suara tanpa menghakimi, tapi Clara merasa pemuda itu kecewa padanya.

Bayu menghela napas sebelum duduk di sebelah Clara dengan menjaga jarak aman.

"Sudah diberi antiseptik?"

Clara kira Bayu akan memaksanya untuk mengaku bahkan menunjukkan lengannya. Tapi pemuda itu justru melontarkan pertanyaan yang tidak pernah Clara bayangkan.

CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang