C9

270 42 2
                                    

"Jadi lo temennya Bayu?"

Clara hanya menjawab dengan anggukan.

Saat ini ia ada di salah satu kafe yang cukup dikenal di kota ini. Kata Bayu, mereka sedang membuka lowongan pekerjaan dan Bayu mengenal pegawai yang cukup berpengaruh di sana. Singkat cerita, Bayu punya orang dalam.

Sebenarnya Clara tidak suka menggunakan relasi dalam konteks seperti ini. Tapi ya beginilah hidup.

Clara mengamati pemuda di hadapannya. Raut mukanya menampilkan ketidaksukaan yang kentara. Bodo amat, batin Clara.

Ia memang tidak peduli dengan tanggapan orang asing terhadapnya. Beda cerita jika itu orang yang sudah mengenal Clara, Bayu misalnya.

Clara bisa melihat pemuda yang memperkenalkan diri dengan nama Derren itu tampak menilai penampilannya.

Oh ayolah, ia memang berpenampilan kurang cocok untuk melamar kerja. Tapi itu karena ia tak punya pakaian lain.

Ia sadar diri kok kalau celana jeans robek-robek dipadukan dengan crop top lengan panjang ketat plus sandal jepit memang tidak sopan untuk melamar kerja. Tapi hanya itu pakaian paling sopan yang ia punya. Pakaiannya yang tersisa kebanyakan lebih terbuka.

"Ada pengalaman kerja yang sekiranya relate?" Tanya Derren datar.

"Gue pernah jadi bartender, pelayan kafe juga pernah. Ah, tukang bersih-bersih juga. Pokoknya gue bisa kerja apa aja." Ucap Clara santai. Aura pemuda itu mencoba mengintimidasi, tapi Clara tak semudah itu diintimidasi.

"Jadi lo sanggup ditempatkan di bagian mana saja? Termasuk pegawai kebersihan?"

"Sebenernya engga, tapi gue butuh duit, jadi, ya. Lo bisa nyuruh gue ngapain aja." Jawabnya membuat Derren mengernyit.

"Eng, lo nampak putus asa. Maksud gue gini. Kalau lo kerja disini, berarti lo masuk atas rekomendasi gue. Kinerja lo juga akan mempengaruhi karir gue. Gue butuh jaminan, karna jujur aja, lo keliatan nggak niat kerja." Clara menyetujui ucapan Derren.

"Gue nggak punya apa-apa saat ini. Tidur pun dikasih tumpangan sama Mumtaz, gue yakin lo tau itu. Makanya gue butuh kerja. Seenggaknya sampai gue bisa balikin uang sewa kos yang udah Mumtaz keluarin. Lo tenang aja, sekalipun gue keliatan nggak niat kerja, gue akan tanggung jawab."

"Lo numpang sama Bayu?!" Kaget Derren membuat Clara mengerjap bingung. 

"Bayu siapa?" 

"Maksud gue Mumtaz." jawab pemuda di hadapan Clara dengan tatapan masih mengintimidasi.

"Mumtaz nggak cerita?" Tanya Clara bingung.

Derren tak lagi menyembunyikan decakan kesalnya. Clara bisa melihat pemuda itu meraih ponsel dan melakukan panggilan, sepertinya kepada Bayu.

"Ke kafe sekarang kalo lo mau cewek ini diterima, nggak ada bantahan."

Clara mulai gugup. Ia tak masalah jika ini hanya menyangkut dirinya sendiri. Tapi apa ia juga membuat Bayu dalam masalah sekarang?

"Sebenernya, apa hubungan lo sama Bayu?" Tanya pemuda itu curiga.

Bayu siapa? batin Clara bingung. Mungkin saja Derren salah menyebut nama lagi, maksudnya pasti Mumtaz, itu yang Clara pikirkan. Jadi ia menjawab dengan gugup, "Eng, gu-gue temen. Iya gue sama dia temenan." 

"Gue ke dapur dulu, sepuluh menit lagi Bayu sampai sini, kalau lo mau diterima, jangan kemana-mana."

Clara tak ada pilihan selain menurut. Ia mengamati sekeliling kafe sembari menunggu kedatangan Mumtaz atau si Bayu kalau kata Derren.

CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang