"Ini sebenernya mau ada apa? Ulang tahun?" Tanya Clara pada Jihan, rekan satu shifnya siang ini.
Pasalnya jobnya adalah mencuci piring dan alat masak, tapi saat ini ia justru disiruh menyiapkan bingkisan yang sepertinya untuk anak-anak.
Sempat berpikir akan ada perayaan ulang tahun, tapi kok tidak ada dekorasi khusus, bingkisan yang ia siapkan pun tidak ada unsur ulang tahunnya.
"Setiap jumat anak-anak dari rumah singgah atau panti asuhan akan mampir ke sini."
"Tapi emang perlu dikosongin kah? Bukannya tetap bisa menerima pengunjung?" Heran Clara karena menurutnya kafe ini cukup besar, jadi sekalipun ada rombongan yang datang masih ada space tersisa. Kan lumayan buat tambah-tambah pemasukan kafe.
Lagian kalau dilihat dari bingkisan yang mereka siapkan saat ini, jumlah anak yang datang tidak terlalu banyak. Mereka hanya menyiapkan 25 paket bingkisan alat sekolah dan makanan ringan.
"Hari ini kunjungan dari rumah singgah khusus difabel. Makanya sengaja dikosongkan, biar mereka lebih nyaman."
"Oh, seru juga kayaknya." Respons Clara membayangkan sebentar lagi akan ada segerombolan anak istimewa.
"Sejujurnya gue agak takut tiap menerima kunjungan dari kelompok difabel gini. Kadang ada yang ngamuk atau bikin ulah."
"Gue belum pernah ada di tengah banyak anak difabel sih. Tapi gue pikir, itu akan jadi pengalaman seru."
"Lo nggak pernah aja liat anak tantrum yang sulit banget dikendalikan. Atau mereka yang keras kepala ingin dituruti. Tapi yang lebih seram, kalau ada anak yang nempel karena suka sama lo, sumpah lo akan susah banget buat pisah dari dia."
Apa yang salah? Bukannya lebih baik jika anak-anak menyukai dan ingin dekat dengan kita? Clara pikir temannya ini berlebihan dalam memandang anak-anak yang menurutnya istimewa.
"Udah siap semua?" Tanya Derren memasuki ruangan.
"Tinggal beberapa bingkisan lagi. Anak-anaknya sudah datang, bang?" Tanya Jihan.
"Iya, kalau sudah hampir selesai tolong salah satu bantu jaga anak-anak ya. Cukup satu orang aja yang handle bingkisannya."
"Oh, Clara juga udah nggak sabar ketemu anak-anak. Lo bisa ikut ke sana sekarang aja, sisanya biar gue yang bereskan." Ucap Jihan sebelum Clara membuka mulut.
"Baguslah, ayo, kita cukup kualahan disana."
Clara mendengkus namun tetap bangkit mengikuti Derren.
"Nanti saat sama anak-anak jangan pasang muka songong gitu, ntar mereka takut."
"Terserah gue, muka-muka gue." Jawab Clara tak terima. Ia merasa tak ada yang aneh dengan mukanya.
"Ck, awas aja kalau lo buat masalah. Inget, lo masih dalam pengawasan gue."
Saat tiba di tempat acara, Clara sadar yang diucapkan Jihan tadi tidak sepenuhnya salah. Situasi di hadapannya memang terlihat sedikit kacau. Beberapa anak menangis dengan rengekan, bahkan ada yang mengamuk. Sementara pengurus rumah singgah berusaha menenangkan mereka, anak-anak lain tidak ada yang mengawasi.
Sebenarnya ada beberapa pegawai yang juga membantu mengkondisikan anak-anak, tapi benar kata Derren, mereka kualahan.
"Wow," Gumam Clara tanpa sadar.
"Biasanya nggak sekacau ini, tapi band yang akan menghibur anak-anak tidak bisa datang, jadi mereka agak sulit dikendalikan karena punya fokus masing-masing."
Ah benar juga, jika ada satu hal yang menjadi fokus anak-anak mungkin mereka lebih mudah dikendalikan.
"Biasanya band-nya nyanyi lagu anak-anak?" Derren mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
C
Random"Drama banget hidup gue. Bahkan sinetron azab pun tidak semenyedihkan ini, sial." Gadis itu menunduk, melihat ke bawah dengan tatapan kalut. Kemudian ia menatap ke atas langit, hujan, tak ada bintang. Hanya ada langit gelap yang sesekali menjadi beg...