Setelah hampir satu bulan ia mempertimbangkan kembali keputusannya, akhirnya ia memutuskan untuk tetap menerima tawaran Bunda Bayu sebulan yang lalu.
Ya selama sebulan ini ia menggantungkan keputusannya. Clara bersyukur, Bunda Bayu bisa memahami jika ia butuh waktu untuk memikirkan keputusannya kembali. Ia ingat beliau bilang, 'tak apa jika nak Clara masih butuh waktu untuk memikirkannya lagi. Jika nak Clara masih bersedia, datang saja kesini ya,'
Ia datang sekitar lima belas menit yang lalu, bahkan sempat mengobrol dengan salah satu relawan yang ternyata seumuran dengannya.
Mereka sangat ramah, meski Clara datang dengan penampilan yang berbeda dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Tentu ia sudah diperingatkan untuk menggunakan pakaian yang sopan. Tapi celana jeans ketat dan kaos pendek oversize adalah pakaian tersopan yang Clara miliki saat ini.
"Bunda sudah bilang dari satu bulanan yang lalu untuk menyiapkan seragam ini. Bunda bilang akan ada guru kesenian baru. Ini untuk seragamnya, Mbak Clara bisa ganti di kamar mandi sebelah sana." Ucap gadis itu menunjuk lorong yang mungkin berujung ke kamar mandi.
"Kerudungnya?" Tanya Clara menyadari satu set seragam ini termasuk kerudung instan ukuran besar, seingat Clara namanya kerudung syar'i.
"Ah iya, maaf Mbak. Tidak apa tidak digunakan, maaf saya lupa kalau mbak nonmuslim."
Clara membuka plastik seragamnya, kemudian memberikan kerudung itu pada gadis yang mengenalkan diri bernama Fika tadi. Mengabaikan perasaan asing saat lagi-lagi ia dianggap non muslim.
Tapi ternyata tak bisa.
"Eng, saya sebenarnya muslim, mungkin. Tapi saya akan pakai ini saja." Ucapnya meninggalkan Fika yang mengernyit bingung.
"Fika sedang apa disini?" Suara itu membuat Fika berbalik badan. Ia menemukan pemilik rumah singgah sekaligus sosok yang sangat ia kagumi berdiri dengan senyum manis kearahnya.
"Bunda datang hari ini?"
Aya mengangguk. "Bunda dapat kabar Elsa sedang sakit, jadi mampir kesini, sekalian bawain makan siang untuk anak-anak nanti." jawabnya sedikit mengangkat paper bag besar yang ada di kedua tangannya.
"Ah iya, Elsa demam semalam, tapi pagi tadi sudah mendingan Bunda." jawab Fika sambil mengambil alih paper bag dari tangan Aya.
"Syukurlah. Fika mau ganti kerudung?" Tanya Aya menatap bingung kerudung yang saat ini Fika sampirkan di bahu. Bukan hal baru jika relawan di rumah singgah mengganti seragam beberapa kali karena terkena noda saat menjaga anak-anak.
"Ah, enggak Bunda. Ini seragam Mbak Clara, guru kesenian yang Bunda bilang beberapa waktu yang lalu. Mbak Clara datang hari ini, Bunda."
Aya mengangguk dengan paham, ia kembali meraih papar bag dari tangan Fika saat tau gadis itu sedang menemani Clara. "Kalau begitu nanti tolong ajak nak Clara berkeliling sekaligus kenalan dengan anak-anak ya. Ini biar Bunda aja yang bawa."
"Siap Bunda."
***
"Nah ini ruang untuk pengurus dan relawan, Mbak. Sementara Mbak Clara bisa berbagi meja dengan saya, sampai meja Mbak selesai disiapkah."
"Tak apa, saya bisa di ruang kesenian tadi aja, di sana juga ada mejanya." Sahut Clara. Jujur ia ingin menghindari satu ruangan dengan banyak orang. Karena pasti akan ada berbagai pertanyaan basa-basi yang lama-kelamaan membuatnya jegah.

KAMU SEDANG MEMBACA
C
Diversos"Drama banget hidup gue. Bahkan sinetron azab pun tidak semenyedihkan ini, sial." Gadis itu menunduk, melihat ke bawah dengan tatapan kalut. Kemudian ia menatap ke atas langit, hujan, tak ada bintang. Hanya ada langit gelap yang sesekali menjadi beg...