Duka terbagi

2.6K 320 15
                                    

Silakan di minum tehnya Nak Radi," kata Bi Darmi seraya menyodorkan secangkir teh hangat di depan Radi.

"Iya, Bi. Terima kasih," kata Radi lalu menyesap teh hangat yang disodorkan padanya beserta camilan ringan.

Bi Darmi duduk di kursi ruang makan tepat di sebelah Radi. Wanita itu mendesah panjang, tatapan matanya menatap lurus-lurus. Seakan sedang bersiap akan banyak hal yang ingin ia katakan pada pemuda yang duduk di sampingnya itu.

"Apa Den Arya merepotkan Nak Radi?" tanya Bi Darmi pelan.

Sebelum menjawab Radi kembali menyesap tehnya dan tersenyum tipis. " Tidak Bi." Meletakkan cangkir tehnya ke atas meja. "Hanya awal-awal saja sedikit agak repot karena Arya tidak terbiasa hidup tanpa fasilitas, tapi sekarang dia sudah mulai bisa menyesuaikan diri."

Bi Darmi tersenyum getir. Hatinya seperti teriris, bayangan akan janjinya pada sang majikan untuk menjaga Arya kembali melintas dalam benaknya.

"Tolong jaga Den Arya, Nak Radi ...." lirih Bi Darmi. "Den Arya itu sebenarnya anak penurut dan cerdas. Tapi, semuanya jadi berubah saat ibunya meninggal dunia," kenang Bi Darmi pahit.

"Keharmonisan rumah ini pun ikut sirna saat Nyonya besar tiada. Bapak berubah dingin, menjadi super sibuk, seluruh waktu dicurahkan pada pekerjaan. Hingga tak punya waktu untuk Den Arya. Begitu juga dengan Den Arya, yang tadinya anak baik, perlahan berubah menjadi urakan, sering membuat masalah, tingkahnya selalu bikin Bapak marah. Bibi kerja di keluarga ini sejak Den Arya kecil hingga sekarang, Bibi sudah berjanji sama Nyonya besar, akan menjaga Den Arya. Tapi sekarang Bibi tidak bisa berbuat apa-apa, karena Bibi di sini hanya bekerja. Bibi tidak punya kuasa." Bi Darmi menoleh ke arah Radi, pelupuk matanya telah penuh genangan air mata yang siap jatuh kapan saja.

"Jadi, Bibi mohon sama Nak Radi, tolong jaga Den Arya, maklumi jika Den Arya membuat masalah, karena sebenarnya Den Arya itu anak baik, dia hanya kesepian, dia rindu kasih sayang orangtuanya," tutur Bi Darmi pilu. Bulir-bulir bening tak bisa dibendung lagi. Wanita tua itu kini menangis.

"Bi Darmi jangan khawatir," ucap Radi lalu menyentuh pelan bahu wanita rapuh itu. "Arya aman bersama saya Bi, saya Akan menjaga dia seperti Bibi menjaganya selama ini."

"Terima kasih Nak Radi. Bibi tidak tahu sebenarnya apa yang ada dalam pikiran Bapak, mengapa menyerahkan Den Arya hidup bersama Nak Radi dengan pernikahan kontrak yang aneh itu. Tapi satu hal yang Bibi yakini, Bapak tidak akan memilih Nak Radi, kalau Nak Radi bukan pemuda yang baik," tutur Bi Darmi lalu mengusap air matanya.

Wanita itu lantas berdiri. Berjalan ke ruang dapur. Mengambil rantang susun lalu diisi dengan sisa makanan yang ia masak tadi. Karena tuan besar sedang keluar kota, Arya bisa berlama-lama dan Bi Darmi tidak menyia-nyiakan waktu yang ada. Wanita itu memasak makanan kesukaan Arya.

"Ini nanti dibawa ya Nak Radi." Bi Darmi mendorong rantang susun yang telah penuh makanan itu ke depan Radi.

"Dan ini, tolong Nak Radi simpan." Bi Darmi meraih telapak tangan Radi lalu menyalamkan amplop berisi sejumlah uang ke pada Radi. Gaji Bi Darmi lumayan besar, dia adalah kepala pelayan di keluarga Haris Wibowo. Juga sudah dianggap seperti keluarga sendiri.

"Ini apa Bi," kaget Radi. Pemuda itu melongo.

"Terima saja Nak, buat uang saku Den Arya. Kalau Bibi kasih langsung sama Den Arya, dia pasti tidak mau."

"Tapi saya juga enggak mau Bi, saya punya uang cukup buat Arya," tolak Radi.

"Bibi mohon, terima uang ini. Biar Bibi lega. Den Arya itu tidak bisa makan sembarangan, buat jaga-jaga saja Nak," mohon Bi Darmi.

Radi mendesah pelan. Ia jadi gamang. Setelah berpikir sejenak akhirnya Radi menerima pemberian Bi Darmi. Radi jadi teringat, Arya pernah pulang bawa banyak makanan, pernah punya banyak uang. Sekarang ia tahu dari mana Arya mendapatkannya.

SAJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang