"Begitu ceritanya," Radi mengusap wajahnya pelan setelah menceritakan musibah yang menimpanya dan pernikahan kontrak dengan Arya.
"Emang paket yang lo bawa itu apa sih isinya? Kok nilainya sampai ratusan juta? Lo gak tanya? Lo gak minta bukti? Kalau isi paket itu betulan senilai tujuh ratus juta," ujar Roni dengan heran.
"Betul, memangnya lo gak tanya Di?" imbuh Adi.
Tiga pria itu duduk di bangku teras depan. Pintu dibiarkan terbuka lebar. Di atas meja berserakan camilan ringan yang Roni beli tadi dari minimarket. Selain itu, juga ada beberapa kaleng bir. Roni sengaja bawa dari rumah. Mereka sering melakukan itu jika berkumpul. Dan Roni yang selalu jadi pihak pemasok. Maklum di antara mereka bertiga Roni yang paling kaya.
"Dengan kondisi gue waktu itu, mana berani gue tanya-tanya," tukas Radi. "Saat itu yang ada dalam pikiran gue, gimana caranya gak masuk penjara," imbuhnya.
"Iya sih, gue ngerti," Roni menatap Radi kasihan. Begitu pula dengan Adi.
"Jadi karena isi perjanjian kontrak itu, elo mati-matian kerja part time. Buat nafkahi tuh anak?"
Radi mengangguk. Tersenyum getir ke arah Roni.
"Radi ... Radi ... apes banget sih lo." Roni menggeleng-geleng pelan. Satu tangannya meraih kaleng bir di atas meja tamu yang sengaja mereka bawa keluar.
"Omong-omong kok kalian bisa tiba-tiba ke sini? Sudah gue larang main ke sini, kenapa nekat?" Radi melihat Roni lalu beralih ke Adi.
"Tadi kita nyari lo ke tempat kerja, katanya lo ngambil libur. Ya sudah kita langsung jalan ke sini," jelas Roni lalu meneguk bir di tangannya.
"Oh ... motor gue rusak. Lagi di bengkel makanya gue gak kerja. Sekalian istirahat. Capek banget gue."
"Gak apa-apa, demi menafkahi istri. Semangat." Adi mengangkat satu tangannya, memberi tanda semangat sambil terkikik geli.
"Sialan lo! Radi menendang pelan kaki Adi.
"Ini alasan gue males cerita sama kalian. Pasti menertawakan gue."
"Wah lo gak boleh gitu dong. Apa pun yang terjadi, kalau lagi ada masalah harus cerita. Ya meskipun ujungnya kita tertawakan sih hahaha."
Radi melempar kacang kulit ke arah Roni yang tergelak.
"Tapi gue heran, kok bisa sih Bapaknya si ... siapa tadi namanya ...." Roni berusaha mengingat.
"Arya," timpal Adi.
"Ya, Arya. Kok bisa bapaknya menikahkan kontrak anak sendiri sama elo?" selidik Roni penuh rasa heran.
"Ya mana gue tahu, yang jelas itu jalan satu-satunya yang bisa selamatkan gue dari hutang 700 juta."
"Ya apa pun alasannya, kalau menurut gue lo harus tetap jaga anak itu sih Di. Kasihan juga, dia masih anak SMA tiba-tiba disuruh hidup serumah sama elo yang serba kekurangan ini. Itu pasti sulit banget. Kelihatan dari mukanya dia tertekan." Adi menggerakkan satu tangannya depan wajahnya sendiri.
Radi melirik Adi sinis. "Lo sebenarnya mau menyemangati gue atau menghina gue?"
"Dua-duanya," jawab Adi sambil tertawa geli.
Radi berdecak kesal. Meraih kaleng bir di atas meja lalu diteguknya beberapa kali. Tanpa Adi beritahu sekalipun, sebenarnya Radi merasa kasihan melihat Arya. Remaja itu terlihat berusaha keras menyesuaikan diri. Masih teringat jelas pertama kali Arya mencuci pakaiannya sendiri, remaja itu bahkan tidak tahu bagaimana cara memeras baju. Detergen isi satu kilo ia tuangkan setengahnya ke dalam bak berisi air hanya untuk beberapa helai baju. Arya juga tidak tahu cara mengupas buah, setiap kali ingin makan buah, maka Arya akan meletakkan buah itu di meja makan beserta pisau. Yang menandakan remaja itu meminta tolong untuk dikupaskan. Dan Radi akan selalu melakukan itu untuk Arya. Mengingat semua itu tanpa sadar Radi tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAJAN
Ficção GeralHidup Radi yang mulanya lurus-lurus saja tiba-tiba berubah 180 derajat. Semua berawal saat dia terpaksa menikah kontrak dengan Arya. Remaja pembangkang, dan kasar. Hari-hari tenang Radi berubah menjadi runyam ketika dia harus mengayomi dan menafkah...