“Aduh sakit, Di! Pelan-pelan dong!” Roni meringis kesakitan sambil memegangi bibirnya yang mengalami luka lebam akibat bogem mentah dari kakak gadis yang telah ia permainkan.
“Makanya, jadi cowok jangan playboy! Tau rasa sekarang! Ini belum seberapa, lain kali bisa aja elo dikarungin orang gara-gara kelakuan lo itu!” omel Adi kesal sambil menekan-nekan kapas yang telah ia basahi dengan betadine ke sudut bibir Roni yang pecah.
“Au ... au .... sakit Di, pelan-pelan.”
Mereka berdua sedang berada di ruang kesehatan kampus. Ruang kesehatan yang biasanya di jaga oleh seorang petugas kesehatan untuk melayani mahasiswa dan dosen yang butuh pertolongan pertama, tapi saat ini si petugas sedang tidak ada di tempat. Jadi Adi lah yang membantu Roni mengobati lukanya.
“Ada masalah apa sebenarnya elo sama itu cewek? Lo tidurin dia?” tuduh Adi.
Roni sontak melotot tidak terima. “Enggak, Di! Sumpah! Cewek yang tadi gak gue pakek!”
“Terus cewek yang lain lo pakek?!”
Roni memberengut lalu memalingkan wajahnya ke arah lain dan bergumam pelan, “masih tanya lagi.”
Adi yang duduk di kursi bundar depan Roni mendesah pelan. “Roni Roni .... lama-lama lo buntingin anak orang.”
“Enggak lah! Enak aja lo. Gue gak goblok ya Di. Udah deh, ngomel aja lo kayak emak-emak. Obatin lagi nih.” Menyodorkan muka ke Adi. Di saat yang sama Adi menarik wajahnya menjauh, lalu melempar kapas di tangannya ke wajah Roni.
“Sudah gue obati semua,” ujarnya lalu bangkit berdiri. Dengan cepat Roni menarik Adi untuk duduk kembali.
“Tunggu dulu!”
“Apa lagi? Gue mau balik.”
Adi yang duduk di ranjang pemeriksaan, merangkul kan ke dua tangannya ke atas bahu Adi.
“Adi, demi keselamatan temen lo ini, kita berdua harus tetap pura-pura pacaran,” ujar Roni dengan wajah serius seraya menatap Adi dalam-dalam.
“Hadeh ....“ Adi mendesah panjang, menurunkan tangan Roni dari bahunya lalu bangkit berdiri dan hendak pergi, tapi Roni lagi-lagi menghalanginya.
“Tunggu dulu Di!” memegangi ke dua sisi badan Adi dan memaksa pemuda itu untuk duduk kembali.
“Sebagai sahabat lo tolongin gue dong! Kita harus tetap pura-pura pacaran sementara ini.”
“Buat apa?! Lo terinspirasi dari kasusnya si Radi? Dia nikah kontrak terus lo mau kita pura-pura pacaran?”
“Iya!” sahut Roni cepat. “Kalau Radi nikah kontrak demi keselamatannya, ya sama, kita pura-pura pacaran demi keselamatan nyawa gue. Lo tahu gak? Bisa aja, setelah hari ini, itu cewek ngawasin gue. Dan kalau sampai dia tahu ternyata gue bohong, dia bakal ngadu lagi sama kakaknya. Bisa lo bayangin apa yang akan terjadi sama gue. Sama elo juga. Karena sekarang ini, mau gak mau elo sudah terlibat dalam kebohongan berencana ini,” jelas Roni panjang lebar dengan sorot mata bersungguh-sungguh.
“Itu derita lo, gue gak mau! Salah sendiri lo suka main-main sama cewek!” tolak Adi tegas.
“Wah ... lo tega banget sama gue Di. Kita ini teman sehidup semati. Tolongin gue Di ....” rengek Roni seperti anak kecil sembari menggenggam tangan sahabatnya.
“Ya Di, ya ... kita pura-pura pacaran, di sekitar kampus aja. Di luar kampus kita bebas.” Mohon Roni dengan wajah mengiba.
Di saat Roni sedang membujuk Adi, tiba-tiba ponsel pemuda itu berdering. Adi lantas merogoh ponsel yang berdering itu dari saku celana. Saat membaca nama yang tertera di layar ponsel, ia bergegas bangkit berdiri lalu berjalan menjauh dari Roni untuk menjawab telepon tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAJAN
General FictionHidup Radi yang mulanya lurus-lurus saja tiba-tiba berubah 180 derajat. Semua berawal saat dia terpaksa menikah kontrak dengan Arya. Remaja pembangkang, dan kasar. Hari-hari tenang Radi berubah menjadi runyam ketika dia harus mengayomi dan menafkah...