Untuk Arya

2.7K 303 9
                                    


Ketika hampir tengah malam Radi baru pulang kerja. Ia mematikan mesin motornya saat sudah sampai depan halaman rumah. Suara motornya bisa saja membangunkan Arya yang pasti sudah tidur di dalam.

Radi berjalan pelan sambil menuntun motornya sampai teras. Ia kemudian mengeluarkan kunci dari dalam saku. Membuka pintu pelan-pelan sekali. Jika ada orang yang tidak sengaja melihat Radi, mungkin orang itu berpikir Radi pencuri yang sedang mengendap-endap.

Grek!

Pintu perlahan terbuka lebar. Radi lantas mendorong masuk motornya. Berusaha sebisa mungkin tidak menimbulkan suara berisik.

"Hah ...." desah Radi lelah. Menjatuhkan tubuhnya duduk di sofa ruang tamu.

Dengan malas Radi melepas sepatu dan tas yang tersampir di satu bahunya. Rasa lelah membuat Radi enggan berjalan masuk ke kamarnya. Pemuda itu membaringkan tubuh di sofa, menyelonjorkan kedua kaki panjangnya. Satu tangannya ia letakkan di atas kepala. Dan pikirannya pun melayang. Teringat akan kejadian tadi sore di Cafe tempatnya kerja.

Seumur hidup baru kali ia mendapat perlakuan seperti itu. Jika bukan karena demi pekerjaan Radi tidak akan sudi membersihkan sepatu anak kurang ajar itu. Dia bisa saja menolak, tapi kalau karena hal itu dia dipecat, dia sendiri yang rugi. Temannya si Roni sudah susah payah mencarikan pekerjaan sampingan untuknya. Jam kerja juga tidak bertabrakan dengan jadwal kuliah. Dan yang paling penting adalah berkat bantuan Roni, Radi mendapat pinjaman uang dari pemilik Cafe. Jika tidak mendapatkan uang pinjaman dari mana Radi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari yang bertambah sejak ia hidup bersama dengan Arya.

Arya ....

Radi mendesah pelan lagi. Anak itu, punya uang dari mana? Kok bisa nongkrong di Cafe bersama teman-temannya, gumamnya dalam hati. Apakah sebenarnya Arya menyimpan uang tanpa sepengetahuan orangtuanya? Radi tahu betul Arya tidak membawa apa-apa saat ia bawa ke rumah ini. Ayahnya memutus semua fasilitas mewah yang remaja itu punya. Termasuk uang jajan.

Saat Radi sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba
getar ponsel dari saku celana mengejutkannya. Radi merogoh saku celana bagian depan lalu dikeluarkannya benda segi empat itu. Layar bagian depan retak dan berkedip-kedip minta ganti. Selagi masih bernyawa dan bisa digunakan Radi selalu menunda menyervis ponselnya. Apalagi dalam kondisi sekarang ini, semakin ketat Radi memanajemen keuangannya.

Radi menggulir layar ponselnya, membaca pesan-pesan yang masuk. Terutama pesan di grup kampus yang satu jurusan dengannya.

Resta: Jangan lupa besok kumpulin tugas dari Bu Dewi ya.

Adi: punya gue belum kelar tolong.

Roni: Resta sayang, bantuin gue ya. Gue ke rumah lo sekarang.

Resta: minta bantu Mela aja sana.

Roni: kok gitu sih yang ....

Resta: gue liat lo jalan sama Mela kemarin.

Adi: Mela yang mana lagi nih, ada di group gak, tuh cewek.

Resta: udah gue keluarin.

Adi: makanya jangan pacaran sama Roni, mending sama gue Res.

Resta: lo sama aja kayak Roni.

Roni: ganteng gue yang ....

Haikal: PD bener Ron.

Roni: emang gue jelek?

Selesai membaca obrolan teman-temannya di grup chat, Radi menarik napas dalam-dalam.

Perlahan ia bangkit mendudukkan badannya. Meraih tas yang tergeletak di dekat kaki lalu mengeluarkan tugas yang belum selesai dia kerjakan.

Meskipun dengan keadaan lelah, mata mengantuk, Radi tetap memaksakan diri mengerjakan tugasnya. Tugas itu dikumpul besok. Jam sembilan pagi harus sudah diserahkan pada Bu Dewi. Untung saja sebagian selesai Radi kerjakan. Hanya tinggal sedikit lagi. Akan dia lembur malam ini.

SAJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang