01. Sebuah permintaan

3.8K 201 6
                                    

Happy reading ^_°

*

*

*

“Apa susahnya sih, Shaka. Laila itu Adek kamu, Adek sepupu kamu. Kamu tega bikin dia sedih gitu, dia itu lagi hamil. Kamu tinggal nurutin aja permintaan dia, gampangkan?”

Muhammad Arshaka Al-hafidz atau kerap dipanggil Shaka, ia duduk dengan tangan yang memijat pelipisnya karena merasa sedikit frustasi. Permintaan Laila bukanlah hal yang mudah untuk Shaka penuhi, pernikahan bukanlah sebuah permainan yang bisa dimainkan oleh sembarang orang dengan begitu saja.

“Mah, pernikahan itu bukan mainan. Shaka bahkan belum kenal sama perempuan pilihan dia, mana bisa Shaka setuju gitu aja sama permintaan itu. Jelas Shaka nggak setuju dengan itu.”

“Makanya kamu setuju, kalau kamu setuju Mamah bisa ketemuin kamu sama dia, biar kamu juga kenal dan Mamah yakin kamu pasti nggak akan nolak kalau udah ketemu langsung,” ujar Asyila menyakinkan putranya.

“Kalau Shaka nggak suka sama dia, Shaka berhak nolak permintaan Laila bukan?” Asyila mengangguk.

“Tapi Mamah nggak yakin kalau kamu bakal nolak dia?”

Shaka menatap mamahnya dengan penasaran, apa yang membuat perempuan itu yakin kalau Shaka tidak akan menolaknya.

“Kita lihat aja nanti,” kata Shaka.

Asyila tersenyum, ia keluar dari kamar Shaka hendak kembali ke kamarnya.

“Gimana Mah? Berhasil?” tanya Ardan, putra pertama Asyila dan Adrian.

“Udah dong, Mamah gitu loh, Nak.”

Ardan merasa lega mendengar itu.

“Syukurlah, kasian juga Laila kalau sampai Shaka nggak mau nurutin permintaan dia,” kata Ardan.

“Mamah juga mikirnya gitu, Mamah tuh yakin banget kalau pilihan Laila itu nggak sembarangan, walaupun belum tentu yang terbaik menurut Shaka tapi pasti Laila memilih yang terbaik,” jelas Asyila.

Ardan mengangguk menyetujui, Laila tidak mungkin ingin menikahkan Shaka dengan orang sembarang, pasti pilihan dia adalah yang baik.

“Ada apa nih rame-rame?” tanya Askala atau akrabnya Aska. Dia adiknya Ardan dan kakaknya Shaka. Tiga anak Asyila adalah laki-laki semuanya.

“Wih, sih pak dokter baru pulang,” ucap Ardan berjalan menghampiri Aska lalu menepuk pundak adiknya itu.

Muhammad Askala Al-hafidz, seorang dokter spesialis jantung. Diusianya yang menginjak 31 tahun, ia sama sekali belum memiliki pasangan. Bukan hanya Aska sih, Ardan dan Shaka pun begitu juga.

“Pak dosen bisa aja nyindirnya, biasa Pak lagi nabung buat istri dan anak di masa depan,” kata Aska sedikit terkekeh di akhirnya.

“Semoga setelah Shaka menikah, kalian berdua juga nyusul ya,” harap Asyila.

“Aku sih oke aja kalau ada yang cocok sama aku,” timpal Aska.

“Ardan pun sama, Mah.”

“Apa perlu Mamah jodohin kalian berdua juga?” tawar Asyila.

“Oh nggak usah, Aska bisa cari calon istri sendiri, makasih.” Aska tentu menolak.

“Ardan juga sama, Mah. Nanti gampanglah,” timpal Ardan yang juga menolak.

“Betul? Mamah kenalin sama anak temen Mamah, mau nggak?”

“Nggak usah, Mah.”

“Ardan pun begitu.” Ardan menyahuti.

Assalamualaikum, Dek Santri [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang