31. Akhir yang sempurna [End]

2.5K 143 12
                                    

Happy Reading guys ^_°

*

*

*

“Akhirnya setelah sekian abad, waktu ini tiba juga, dimana anak sulung Mamah akan segera menikah juga. Mamah merasa lega jadinya,” ucap haru Asyila.

Hari ini merupakan hari lamaran Ardan, putra sulung Asyila dan Adrian. Setelah hampir sebulan lebih mengenal seorang perempuan yang kini ia rasa cocok untu menjadi pasangan hidupnya.

“Aku juga bahagia kalau lihat Bang Ardan akhirnya bisa menemukan pasangannya,” ucap Aska.

Ardan tersenyum mendengar ucapan adiknya itu. Benar kata orang, jika seseorang memang tidak ditakdirkan untuk kita, kelak akan ada jalannya sendiri agar kita bisa melupakannya.

Sekarang Ardan bisa dengan sepenuh hati melupakan cinta pertamanya yang sudah menjadi adik iparnya dan rahasia ia itu masih aman sampai dengan sekarang, harapan Ardan semoga rahasia itu aman selamanya.

“Shaka sama Dini mana?” tanya Ardan. Ini sudah pukul delapan malam, acara lamarannya nanti jam sembilan, mereka harus sampai di sana sebelum acaranya dimulai.

“Masih di atas, biar aku panggilin sebentar,” kata Gemi berjalan menuju lantai atas memanggil Dini dan Shaka.

Adrian, Asyila, Aska dan juga Ardan menunggu di ruang tengah. Hanya tinggal Shaka dan Dini yang belum turun. Dan sekarang Gemi sedang memanggil mereka.

Tak butuh waktu lama, Gemi kembali turun tetapi dia hanya turun sendirian. Tidak ada Shaka ataupun Dini yang turun bersama dengannya.

“Loh, Shaka sama Dini mana, sayang?” tanya Aska.

“Mereka nggak bisa ikut, Mas.”

“Kenapa nggak bisa ikut?” Kini giliran Asyila yang bertanya.

“Kata adik ipar Dini tuh muntah-muntah dari tadi sore, terus kepalanya juga pusing sama badannya lemes semua, makannya mereka nggak bisa ikut kita,” jelas Gemi.

Mendengar itu Asyila jadi senyam-senyum sendiri.

“Yaudah kita aja yang pergi kalau gitu, biar mereka istirahat di rumah aja, ayok!” ajak Asyila.

“Ayok!”

Mereka semuanya keluar dari rumah menuju tempat acara lamaran Ardan.

*

*

*

“Sayang, udah belum?” Shaka senantiasa menunggu Dini di luar pintu kamar mandi.

Sebenarnya ia ingin masuk ke dalam tapi Dini melarangnya, alhasil Shaka hanya bisa menunggu di luar saja.

Klek!

Knop pintu diputar, nampak Dini berdiri dengan tangan kanannya yang memegang pintu untuk menahan tubuhnya yang terasa lemas agar tidak jatuh ke lantai.

“Udah mendingan?” Dini hanya mengangguk lemas, ia merasa benar-benar tak punya tenaga hanya untuk sekedar berbicara, berdiri saja sekarang ia paksa.

“Ayok balik rebahan dulu,” ajak Shaka membantu Dini untuk merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Dini merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dibantu oleh sang suami.

“Kamu makan dulu ya, sedikit aja, dari sore kamu belum makan loh, semua yang kamu makan tadi siang udah kamu muntahin semuanya,” bujuk Shaka.

Dini menggeleng, ia merasa tak berselera untuk makan.

Assalamualaikum, Dek Santri [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang