20. Calon pelakor

1.3K 112 9
                                    

Happy Reading guys ^_°

*

*

*

“Nasya ke Jakarta karena mau liburan atau ada urusan kerjaan?” tanya Asyila.

Setelah sarapan selesai bahkan sekarang sudah pukul sebelas lewat, Nasya sama sekali belum beranjak dari rumah Asyila. Ia masih tetap berada di sini.

Dini yang duduk berlawanan arah dengan Asyila dan Nasya hanya diam memperhatikan setiap gerak-gerik gadis itu.

“Sebenarnya Nasya ke sini tuh buat liburan tante, Nasya udah ngambil cuti, soalnya Nasya tuh udah lama banget nggak liburan, sekitar tiga atau empat tahun lah. Makanya sekarang ngambil cuti dan ke Jakarta, sekalian mau ketemu tante sama yang lain juga,” jelas Nasya bercerita.

“Kamu ke sini sama kedua orang tua kamu ya? Soalnya Mamah kamu ke sini kemarin? Dan ya, sampaikan maaf tante juga ke Mamah kamu soal kemarin, maaf kalau niat baik dia itu nggak bisa tante terima,” ucap Asyila.

“Mamah ke sini? Kok dia nggak bilang sama aku ya? Oh iya, emang Mamah ngomong apa aja sama tante? Aku harapan bukan sesuatu yang menyinggung tante atau yang lainnya ya?”

Asyila tersenyum. “Nggak kok, kamu tolong sampaikan maaf tante aja ke Mamah kamu ya,” ujar Asyila.

“Aku jadi penasaran deh tante, emang Mamah ngomong apa aja sama tante?”

“Bukan apa-apa, Sya,” jawab Asyila.

“Mamah sebenarnya mau jodohin kamu sama Shaka tapi nggak jadi karena Shaka udah nikah sama orang lain,” celetuk Susi yang muncul secara tiba-tiba di sana. Asyila menoleh begitu juga dengan Nasya sedangkan Dini hanya bersikap acuh tak peduli dengan kehadiran wanita itu.

Kayak jalangkung aja. Batin Dini.

“Mamah,” kaget Nasya. “Mamah ngapain di sini?”

“Ngapain lagi? Nyusul kamulah,” jawab Nasya. Wanita itu menatap intens ke arah Dini lalu setelah itu ia memalingkan wajahnya dengan angkuh.

“Aku bukan anak kecil, Mah. Sampai di susul segala ke sini?” Nasya terkekeh.

“Bukan cuman itu aja, Mamah juga bawa koper berisi pakaian kamu juga nih.” Dini melirik kecil ke arah koper itu.

“Mamah ngapain bawain koper aku segala, Mah? Emang kita mau kemana coba?”

“Mamah sama Papah harus kembali ke Bandung, pekerjaan Papah kamu nggak bisa ditinggal lama-lama,” jelas Susi.

“Tapi aku masih pengen di sini, Mah. Aku udah kangen banget sama Jakarta, boleh ya aku lebih lama lagi di sini?” Nasya membujuk mamahnya.

“Boleh dan untuk sementara kamu di sini, kamu akan tinggal di rumah ini, kalau tinggal sendiri Mamah khawatir jadi mending kamu tinggal di sini sama tante Asyila dan yang lainnya, nggak papa 'kan, Syil?”

“Nggak papa kok, Sus,” jawab Asyila. Mau menolak atau sekedar protes tapi Asyila merasa tak enak pada Susi karena sudah saling kenal sejak lama.

Susi tersenyum puas, rencananya berhasil. “Kalau gitu aku nitip Nasya ya, Syil. Tolong anggap dia seperti anak kamu sendiri,” pinta Susi.

“Tanpa kamu minta pun aku sudah menganggap Nasya seperti anak aku sendiri, Sus. Kamu tahu kalau aku nggak punya anak perempuan 'kan?”

“Terima kasih, Syil. Sayang, nih koper kamu, Mamah harus pergi sekali, Papan kamu udah nunggu. Hari ini Mamah sama Papah balik ke Bandung, jaga diri baik-baik ya,” ucapnya kepada sang putri.

Assalamualaikum, Dek Santri [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang