21. Mentari

1.1K 103 4
                                    

Happy Reading guys ^_°

*

*

*

“Gue nggak mau pulang ke rumah.”

“Sampai kapan lo menghindar dari keluarga lo, Ar. Lo nggak mikirin gimana perasaan mereka gimana saat lihat perubahan lo kayak gini? Mereka pasti khawatir sama lo, Ar.”

Kenapa gue harus peduli sama perasaan mereka sedangkan mereka aja nggak peduli sama perasaan gue sama sekali.

“Lo bilang mereka nggak peduli sama perasaan lo, emang mereka tahu apa penyebab dari perubahan sikap lo yang tiba-tiba itu, nggak 'kan? Jadi mana mungkin mereka bisa ngerti kalau lo aja nggak mau cerita, gue yakin mereka juga peduli sama lo kalau aja lo cerita dari awal.”

Gue nggak bisa cerita, itu sama aja gue hancurin kebahagiaan Adik gue sendiri, Ga.

“Nah kalau gitu, lo lupain semuanya. Lupain cewek itu, cewek masih banyak bro. Ya, mungkin kalau aja dia belum nikah sama Adik lo, gue pasti bantu buat perjuangin, tapi masalahnya mereka udah nikah, nggak mungkin dong lo mau jadi orang ketiga dalam rumah tangga Adik lo sendiri, iya 'kan?”

Ardan mencerna dengan baik apa yang disampaikan oleh temannya.

Saran gue, lo kembali ke rumah dan kembali jadi Ardan yang seperti sebelumnya. Biarkan hanya kita yang tahu masalah ini, jika mereka tahu juga, gue yakin Aska akan merasa sangat bersalah sama lo. Kita kubur dalam-dalam masalah dan perasaan lo itu, biarkan semuanya kembali seperti biasa, kalau ada yang nanya kenapa lo tinggal di apartemen, bilang aja karena lo sibuk dan ingin fokus.

Gue yakin lo pasti bisa, Ar. Laki-laki kayak lo pasti bakal dapat yang lebih baik lagi nanti.

“Gue ngerti, udah dulu ya, gue harus ke kampus,” ucapnya.

“Siap Pak Dosen!”

Sambungan telepon terputus, Ardan melangkah maju hingga kini ia berdiri menatap pantulan dirinya di cermin. Merasa sudah rapi, Ardan keluar dari kamarnya.

Setelah berada diluar kamar, Ardan melangkah mendekati lift. Kamarnya berada di lantai empat jadi setiap harinya ia menggunakan lift.

Ting!

Pintu lift terbuka lebar, baru saja Ardan ingin masuk, tiba-tiba ada orang yang menerobos masuk ke dalam sehingga membuat Ardan hampir oleng.

Orang itu memakai hoodie hitam serta masker hitam yang menutupi wajahnya sehingga Ardan tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya. Bukan hanya hoodie dan maskernya yang hitam, celana yang ia pakai juga hitam. Hanya sepatunya yang berwarna coklat tua.

Ardan tak mau ambil pusing, toh dia juga tidak jatuh tadi jadi tidak perlu memperbesar masalahnya. Ia masuk ke dalam lift dan berdiri sedikit berjarak dari orang itu, hanya ada mereka berdua di dalam sana.

Drrrttt...!!

Ponsel orang itu tiba-tiba berdering, awalnya diabaikan olehnya tapi lama kelamaan ia sepertinya merasa risih dan akhirnya mengangkat panggilan tersebut.

“Assalamu'alaikum, Mah!”

Ardan yang berada di sana kaget ketika mendengar suara orang itu, awalnya ia mengira kalau yang satu lift dengannya saat ini laki-laki tidak tahunnya seolah perempuan.

“Iya Mah, ini aku lagi di jalan kok, mau ke rumah sakit. Nanti kalau aku udah pulang dari sana, aku pasti ngabarin Mamah, oke.”

Ardan sedikit penasaran, apakah orang itu sakit sampai harus ke rumah sakit segala.

Assalamualaikum, Dek Santri [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang