Tidur nyenyak di atas kasur empuk sambil memeluk guling, ternyata tidak bisa dinikmati oleh Fatimah, karena rasa sakit bercampur nyeri di perut memaksanya segera bangun.
Ia melirik jam weker di nakas, kesal karena sekarang masih pukul 05.00 Wib. Padahal Fatimah berencana menghabiskan akhir pekan dengan tidur-tiduran, scroll tik tok, instagram, facebook, pokoknya semua aplikasi sosial media ingin digunakan.
Mencium sesuatu yang aneh, ia langsung berbalik, dan terkejut melihat cairan merah merembes di seprei.
"Ya Allah! Pagi-pagi gini udah bocor aja! Emang lu datangnya nggak ada etika, yah!"
Rasa kantuk dan malas tidak lagi menghalangi Fatimah untuk segera mengganti seprei dan kasur lain. Kemudian seprei yang sudah kotor, langsung dibersihkan di kamar mandi yang letaknya di dalam indekos. Ia memeriksa kalender di ponsel, dan menepuk jidat. "Bisa-bisanya gue kelupaan!"
Kemudian ia mengambil tampon berwarna biru, yang memang hanya tersisa satu.
....
Jam berada tepat di angka 9 pagi, ketika Fatimah masuk ke sebuah minimarket yang khas dengan warna kuning dan biru—toko terdekat dari indekos. Kalau bukan karena butuh, Fatimah tidak akan keluar, apalagi mengalami menstruasi hari pertama, perutnya terasa sakit, dan sakit itu akan berlangsung selama dua belas jam."Fiki!" teriak Fatimah seraya menepuk pelan bahu laki-laki yang ia sebut Fiki. Laki-laki itu tampak kaget mendengar teriakan Fatimah yang hanya berjarak beberapa sentimeter di belakangnya.
Fiki adalah teman satu kos Fatimah. Dari beberapa belas anak kos, Fiki lah yang paling ramah, suka menegur, dan selalu siap membantu. Kebetulan posisi kamarnya bersebelahan dengan Fatimah. Pernah sekali, ketika Fatimah kehabisan air galon ketika ia sedang demam, Fiki dengan tulus menawarkan bantuan untuk mengisi ulang air galon. Tak hanya itu, Fiki juga sering berbagi makanan kiriman orang tuanya dari Ternate. Jadi tak heran kalau Fatimah mengetahui beberapa jenis makanan khas pulau rempah-rempah itu, seperti kue pelita dan roti coe.
"Eh, elu, Fat! tumben ke sini!"
"Iya nih. Barang-barang udah pada abis!"
"Oh, ya udah. Gue mau cari sampo dulu, yah!"
"Oke!"
Fiki menuju ke rak yang berlawanan arah dengan Fatimah.
Para pembeli hari itu tidak terlalu banyak, mengingat area tempat tinggal di situ sangat dekat dengan mal, mungkin saja banyak yang memilih belanja di mal.
Fatimah berkeliling dari rak yang satu ke rak yang lain. Di keranjang, sudah terisi tisu ukuran jumbo, sampo sebotol, sabun mandi, pasta gigi, sunscreen, dan yang paling penting, ia harus membeli pembalut berwarna biru dengan gambar daun sirih kesukaannya. Setelah dirasa semua kebutuhan terpenuhi, ia langsung mengantri di bagian kasir.
"Ada kartu member-nya, Mbak?"tanya kasir toko.
"Nggak ada." Fatimah balas seadanya.
Kasir menghitung jumlah pembelian Fatimah. "Totalnya Rp.114.000, Mbak!"
Untung Fatimah punya uang pas.
"Maaf Mbak, aku boleh tukar uang logam, nggak?"
"Boleh, Mbak. Totalnya ada berapa?"
Fatimah mengeluarkan botol sosis so nice yang di dalamnya terisi penuh uang logam dari 100 sampai 1000, yang dilem dengan rapi sesuai nominal.
"Semuanya ada Rp.167.000, Mbak. Ini udah aku pisahin."
Pegawai toko langsung menghitung cepat jumlah uang yang sudah disusun rapi, dan tepat seperti yang Fatimah katakan, jumlah uang logam mencapai seratus-enam-puluh-tujuh-ribu rupiah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengukir Iktikad (Completed ✔️)
RomanceFAST UPDATE! #Rank_1_perempuan (02-06-2023) #Rank_2_diskriminasi (12-01-2023) #Rank_2_perempuan(31-05-2023) #Rank_2_patriarki (25-02-2023) Ketidakadilan, kata yang horror makna. Problematika sosial yang tak pernah usai di era "Perempuan diakui kebe...