Dragonfly, Diskotik dan Kelab Malam ....
Asap rokok mengepul, sebagian keluar melalui jendela, sebagian lagi terjebak dalam ruangan, tetapi tidak membuat beberapa orang di dekat situ terganggu—sudah terbiasa.
Suasana riuh, musik DJ—Disc Jockie—bergetar kuat, membangkitkan semangat para penikmat dunia malam yang asyik berjoget, ada juga yang berdansa, tetapi tak sedikit juga yang lebih memilih duduk diam sambil merokok, mungkin sudah lelah.
"Ji, lihat noh cewek lo. Masa kalah sama cewek, sih!"
Narji, laki-laki berkacamata yang sedang merokok, memandang beberapa laki-laki dan perempuan di depan sana yang melebur dalam dunia mereka sendiri—berjoget ria sambil membawa segelas bir yang sesekali ditenggak. Di antara kerumunan orang itu, ada seorang perempuan dengan penampilan mencolok, sangat lincah menggerakkan tubuh moleknya mengikuti tempo musik.
"Capek!" balas laki-laki itu dengan wajah datar, sambil melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 03.24 wib. Ia menghela napas panjang, berusaha menghilangkan rasa bosan karena sudah menunggu perempuan itu selama hampir 3 jam. Ditambah lagi, ia sudah menelan beberapa gelas minuman beralkohol, membuat kepalanya mulai pusing. Ia heran, bagaimana bisa stamina seorang perempuan tak berkurang sedikit pun, setelah menghabiskan waktu berjam-jam untuk mabuk-mabukan dan berjoget.
Bahkan sampai subuh begini, suasana bukannya semakin sepi, justru orang-orang yang berdatangan semakin banyak. Narji menyimpulkan bahwa kiblat semua kehidupan malam ada di Jakarta. Kehidupan malam yang menarik serta menggoda, hingga orang juga akan ikhlas membayar begitu mahal agar bisa masuk kedalam gemerlapnya, termasuk juga pada Dragonfly, tempat hiburan malam yang ia dan teman-temannya datangi. Walau cost masuknya mahal tanpa ada minuman, Dragonfly menawarkan musik serta lighting yang bagus saat malam hari, sehingga banyak yang kuat berjoget sampai pagi harinya.
"Kenapa lo? Biasanya juga kuat joget sampe pagi. Galau, yah?" Ferdi, teman Narji, menyikut lengan laki-laki berkacamata itu, sambil terkikik geli melihat ekspresi tajamnya.
"Males!"jawab Narji acuh tak acuh.
"Dih, si paling males joget. Napa lu? Nggak biasanya hilang tenaga gini!"
Narji tak menjawab, memandang pacarnya yang masih asyik di sana bersama teman-teman laki-laki. Gerak-geriknya menjadi perhatian bagi Ferdi, untuk mengarahkan pandangan mengikuti arah pandang Narji.
Dewi!
"Are you guys having a row?"
"Nope!" Narji membalas sedikit kaget, karena Ferdi memperhatikannya.
"So what's that? Curi-curi pandang ke cewek sendiri, tapi nggak mau gabung. Apa coba maksudnya itu kalo bukan berantem? Do you think I never had a dating with girl?"
Balasan Ferdi membuat Narji tersudut, tak mampu membenarkan, ataupun menyalahkan argumen temannya.
"Oh ... I got it."
"Udah deh! Nggak usah sok tau dan ikut campur sama urusan gue dan Dewi!" hardik Narji, tak ingin mendengar lebih lanjut pendapat Ferdi.
"Bukan ikut campur. Gue cuma ngerasa aneh aja ngeliat tingkah lo berdua. Dan tenang aja, karena gue nggak niat ikut campur!" Ferdi beranjak dari situ dan menghampiri teman-temannya.
Tatapan Narji seketika berubah tajam melihat Ferdi mendekati Dewi, berbisik sesuatu padanya. Tak lama kemudian, dadanya bergemuruh memperhatikan dua sejoli itu saling berpegangan tangan dan joget bersama. Mereka tampak sangat menikmati momen itu, seolah dunia adalah milik berdua, dan tidak peduli sama sekali dengan orang-orang di sekitarnya, termasuk Narji, yang notabenenya adalah pacar Dewi. Bagaimana perasaan Narji saat melihat pacar yang ia sayangi sedang tertawa lepas dengan laki-laki lain, yang adalah teman dekatnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengukir Iktikad (Completed ✔️)
Roman d'amourFAST UPDATE! #Rank_1_perempuan (02-06-2023) #Rank_2_diskriminasi (12-01-2023) #Rank_2_perempuan(31-05-2023) #Rank_2_patriarki (25-02-2023) Ketidakadilan, kata yang horror makna. Problematika sosial yang tak pernah usai di era "Perempuan diakui kebe...