Dua hari sudah berlalu semenjak kejadian itu, ketika peringatan Narji ternyata seperti kutuk karena benar-benar terjadi.
"Jangan liatin terus, nanti kepeleset!"
Fatimah sungguh tak menyangka selang beberapa detik Narji memperingatinya, ia benar-benar terpeleset dengan kondisi yang memalukan. Untung saja Narji dengan tangkas menahan punggungnya, yang justru berakhir dengan dua sejoli itu yang sama-sama terpeleset. Alhasil, mereka harus berpisah untuk membersihkan diri. Akibat peristiwa itu, Fatimah benar-benar malu, dan tidak berniat menemui Narji lagi.
Sekarang masih jam lima subuh, dan seperti biasa, suasana sudah sangat ramai dengan berbagai aktivitas masyarakat. Fatimah menghirup udara sedalam mungkin, sungguh menenangkan.
Kalau di Bandung, mungkin ia bisa merasakan udara sejuk di beberapa tempat, tetapi tidak akan sesejuk ini. Dua bulan sudah ia berslintat-slintut 'sembunyi' di Desa Batutua, dan tak ada satu haripun yang tidak berkesan. Bahkan dua bulan bukanlah waktu yang lama menurut versinya.
Fatimah masih ingat jelas ketika pertama kali ia tiba di desa bersama Rosdalima. Sungguh pemandangan yang langka melihat hampir semua penduduk datang menyambut, dan memberikan banyak sekali 'buah tangan'. Tak hanya sambutan hangat, suasana di desa pun membuatnya sangat nyaman. Ia tinggal di rumah Ros yang sekarang tidak berpenghuni, karena semua keluarganya pindah ke Bandung. Kebetulan di samping rumah terdapat sawah. Dan kebetulan juga, hanya ia dan Narji yang bukan penduduk asli Desa itu. Ia tinggal di lingkungan 3, sementara Narji di lingkungan 1. Keadaan seperti ini sudah lebih dari cukup, untuk menyembunyikan dirinya dari pengamatan Amira. Setidaknya, itu bisa sedikit mengobati kesepian dan kesedihannya.
"Aduh Neng, tidak baik loh bengong begitu!"tegur seorang pria paruh baya yang biasa dipanggil 'Abah'. Panggilan itu melekat karena dia dianggap sebagai orang yang paling 'tua', dalam artian dialah orang andalan dan kepercayaan desa ketika menghadapi konflik rumah tangga.
"Hehehe ... lagi merenung aja, Bah. Merenungi takdir," jawab Fatimah sambil cengengesan.
"Duh! masih muda jangan banyak pikiran, nanti cepat keriput!"
"Enggak, Bah. Fati awet muda, kok, tenang aja!"
Abah menggeleng sambil tersenyum.
"Oh yah, Bah, Kang Pudji kapan baliknya?"
Pria yang dipanggil 'abah' itu tampak terkejut, tetapi tidak menjawab.
"Abah?"
"Nanti kamu tau sendiri, Nak,"jawab pria itu. "Ya sudah, abah pamit dulu."
Fatimah tidak puas dengan jawaban pria itu, tetapi ia tak bisa berkata apa-apa lagi selain membiarkan pria itu pergi. Ia mengembuskan napas panjang. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Ia mengingat-ingat apa yang bisa dilakukan pagi-pagi begini. Menyapu sudah, cuci piring sudah, masak nasi dan lauk-pauk juga sudah. Sarapan? tentu sudah.
Sure!
Sudah seminggu Fatimah tidak mencuci pakaian. Cepat-cepat ia masuk ke rumah, dan memindahkan semua pakaian kotor di ember besar, sabun colek, pewangi, dan sikat baju. Tak lupa juga ia membawa pakaian bersih untuk berjaga-jaga kalau bajunya basah.
"Mau nyuci, Neng?" Fatimah mencari sumber suara, dan tersenyum lebar melihat seorang pria menghampirinya.
"Kang Pudji!" pekiknya senang. "Udah lama nggak ketemu!" Kalau saja ia tidak sedang menenteng ember, sudah pasti ia akan memeluk pria berwajah manis itu.
"Iya, nih. Udah sebulan, 'kan, nggak ketemu?"
Fatimah memamerkan cengirannya. Sungguh ia senang bertemu pria itu lagi setelah sebulan lamanya pria itu fokus kerja sebagai staf di kantor pencatatan sipil, yang letaknya berada di antara kantor camat dan kantor bupati. Oh yah, meskipun ia penduduk asli Desa Batutua, Pudji punya pemikiran yang terbuka, karena pernah tinggal lumayan lama di Jakarta. Jadi tak heran kalau masyarakat lain selalu menggunakan kata 'tidak', sementara Pudji biasanya menggunakan 'tidak' dan 'nggak' sesuai kondisi. Misalnya saat ini ia berbicara dengan Fatimah, jadi ia menggunakan 'nggak'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengukir Iktikad (Completed ✔️)
RomanceFAST UPDATE! #Rank_1_perempuan (02-06-2023) #Rank_2_diskriminasi (12-01-2023) #Rank_2_perempuan(31-05-2023) #Rank_2_patriarki (25-02-2023) Ketidakadilan, kata yang horror makna. Problematika sosial yang tak pernah usai di era "Perempuan diakui kebe...