28. Selang Surup

13 3 0
                                    

"Ehhh ... akhirnya calon mantu datang juga!"

Suara seorang wanita terdengar begitu dekat, sampai akhirnya sang pemilik suara muncul dari pintu.

Pandangan wanita paruh baya itu bertabrakan dengan Fatimah. Senyumnya terulas manis, dan binar di wajahnya sangat cerah. Namun bukan itu yang membuat Fatimah terpaku, melainkan kalimat wanita cantik itu barusan.

Anak mantu?

Seperti orang bodoh ia menoleh ke kanan dan kiri, tetapi tak menemukan orang lain selain dia dan Narji. Ia sempat memberi pertanyaan melalui matanya pada pria itu, tetapi Narji sama sekali tidak merespon.

Sementara wanita paruh baya itu yang sedari tadi memperhatikan ekspresi Fatimah, langsung menyadari sesuatu. Ia menatap tajam Narji. "Narji, Jangan bilang kalo kamu belum kasih tau sama pacar kamu."

Narji dengan santainya berkata, "Emang belum aku kasih tau, Ma. Biar jadi kejutan."

"Kamu yah! pantas saja pacar kamu bingung!" protes wanita itu, lalu mendekati Fatimah. Tanpa diduga, dan tanpa memberi aba-aba, tiba-tiba saja wanita itu memeluk Fatimah. "Duh cantiknya calon anak mantu mama."

Fatimah melotot, ia terkejut bukan main. Dirinya seperti dipaku, sehingga tak bisa memberikan respon apapun.

Setelah wanita itu melepas pelukannya, ia langsung mencubit gemas pipi tembam Fatimah. "Ya ampun! dari dulu kek kamu nyari pacar gemoy kayak gini."

"M-Maaf, Tante ." Fatimah akhirnya bisa bersuara. "S-Saya bukan---"

"Mama nggak sambut kedatangan aku setelah berbulan-bulan lamanya kabur di Desa terpencil?" Cepat-cepat Narji memotong ucapan Fatimah selanjutnya. Tentu saja ia tahu apa yang hendak Fatimah katakan. Dan Fatimah tidak sebodoh itu untuk tak menyadari gelagat Narji. Ia menoleh tajam ke arah pria itu, tetapi yang ditatap hanya membalas dengan satu alis terangkat.

"Kamu tuh udah gede, nggak perlu mama sambut-sambut lagi kalo pulang!" jawab wanita itu ketus.

"Ya-Ya aku udah tau sebelum Mama ngomong gitu."

"Udah tau kok nanya lagi sih?"

"Siapa tau Mama berubah?"

"Jangan ngarep!"

Tatapan tajam wanita itu kembali lembut ketika ia memandang Fatimah. "Kamu pasti bingung, 'kan? kita masuk dulu, yuk! nanti Tante jelasin di dalam,"ucap wanita itu.

"I-Iya, Tante. S-Saya jalan sama Narji aja. "

"OKe. Jalan loh, yah! Jangan ngobrol berduaan di sini!"

Fatimah mengangguk cepat. Ia baru bisa bernapas lega setelah ibu Narji masuk. Sekarang tatapannya berlalih ke Narji dengan bejibun pertanyaan. "Kamu tau apa yang harus dijawab, 'kan, Ji?"

Narji mengangguk santai.

"Mumpung mama kamu udah di dalem, mending jelasin ke aku sekarang juga!"

"Nanti aja aku jelasin."

"Sekarang!"

"Intinya sekarang aku bawa kamu ke sini sebagai pacar, bukan temen."

"Kamu gila? kamu pikir ini lucu?" kamu kok nggak bilang dulu sama aku?"

"Bagian mana yang gila, Fat?"

Tatapan Fatimah semakin nyalang. "Kamu yakin nanyain itu, Ji?"

"Karena aku yakin nggak ada yang gila."

"Nggak ada gimana? kamu tiba-tiba bawa aku ke rumah orang tua kamu, terus aku yang nggak tau apa-apa ini jadi makin bingung waktu mama kamu bilang aku calon mantunya. Apakah peristiwa ganjil itu nggak gila menurut kamu?"

Mengukir Iktikad (Completed ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang