Narji mengatakan bahwa ia akan tinggal di Desa Batutua selama satu bulan. Padahal tanpa disadari, waktu itu telah berlalu begitu saja. Ia datang pada pertengahan bulan April, dan sekarang sudah memasuki minggu terakhir bulan Mei 2022.
Dikiranya mudah saja memasukkan proposal permohonan, dan menerima suntikan dana dari pemerintah kabupaten, meskipun Pak Bupati ternyata adalah teman Heri, ayah Narji. Ya. Alasan utama Narji sangat percaya diri memasukkan proposal langsung ke kabupaten, karena ia sudah mencari tahu terlebih dahulu siapa bupati, wakil bupati, serta camat. Dan sekali lagi Narji diberkahi keberuntungan, karena Pak Ariono, adalah teman sekampus Heri. Maka dari itu, ia begitu semangat menghubungi ayahnya, dan meminta bantuan untuk memberitahu Ariono, bahwa anaknya berencana memasukkan proposal permohonan.
Oke, untuk urusan persetujuan dilakukannya suntikan dana sudah beres. Justru yang bikin Narji pusing kesana-kemari, adalah perlengkapan berkas. Untung saja Fatimah merelakan diri membantu. Dialah yang meminta tanda tangan kepala desa, serta berkas lain yang sumbernya dari desa. Sementara itu untuk berkas di tingkat kecamatan, ia dan Narji melakukannya bersama.
Setelah melewati tahap tunggu-menunggu, bolak-balik tanpa kepastian, hujan-hujanan, berlarian, badan bercucuran keringat, dan bosan selama hampir tiga minggu, akhirnya impian mereka tak habis sampai di perencanaan. Bahkan Fatimah sempat bingung karena Narji dengan mudahnya langsung diberi izin menghadap Pak Ariono, sang bupati. Dan tak lama kemudian, dana pun cair, begitu juga alat berat yang dibutuhkan, seperti excavator, dump truck, water tank truck, vibratory roller, pneumatic tire roller, tandem roller, asphalt finisher, dan peralatan lainnya.
"Aku masih belum percaya ...."gumam Fatimah, sambil menatap tak percaya pada berbagai peralatan di depan. Ia dan Narji saat ini berada di area dekat perempatan jalan utama desa.
Sementara Narji yang berdiri tepat di sampingnya, hanya bisa terkekeh. Dalam hati, ia merasa bangga akan usaha mereka selama berminggu-minggu.
"Usaha kamu nggak sia-sia, Ji."
Narji menatap Fatimah dengan alis bertaut. "Usaha kita, Fat. Usaha kamu sama saya."
"Aku nggak ngapa-ngapain sih selain bantuin kamu ngetik, sama minta tanda tangan Pak Aryo. Dan semua itu juga bisa kamu lakuin sendiri."
"Tapi kalo nggak ada kamu, mungkin proyek ini belum jalan."
"Ya, gimanapun juga, kayaknya aku harus ngucapin selamat buat keberhasilan kamu." Fatimah menatap Narji dengan bangga. "So ... congrats, yah, Mr. Narji Prakoso, S.Pd.,M.T!" ucap gadis itu, sembari mengulurkan tangan.
"Eh?" Narji menatap bingung.
"Why?"
"How did you know?"
"Tau apaan?"
"Kalo saya sarjana."
Fatimah tergelak sesaat. "Dari awal waktu kita observasi tempat ini juga aku udah curiga kalo kamu lulusan teknik. Dugaan aku ternyata tepat, waktu kemarin aku nggak sengaja ngeliat lembar persetujuan yang kamu tanda tangani. However, kamu hebat bisa kuliah S-2."
Narji menggaruk tengkuknya, sambil menatap malu ke Fatimah. "Makasih."
"Btw, kamu lulusan mana kalo boleh aku tau?"
"Pengen tau, atau pengen tau banget, nih?"
Fatimah cengengesan, tak menyangka Narji yang dulunya sangat kaku dan jutek, sekarang bisa melawak.
"Pengen tau banget, nih!"
"Saya cuma lulusan UI, both S-1 sama S-2-nya. Bukan lulusan kampus luar negeri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengukir Iktikad (Completed ✔️)
RomanceFAST UPDATE! #Rank_1_perempuan (02-06-2023) #Rank_2_diskriminasi (12-01-2023) #Rank_2_perempuan(31-05-2023) #Rank_2_patriarki (25-02-2023) Ketidakadilan, kata yang horror makna. Problematika sosial yang tak pernah usai di era "Perempuan diakui kebe...