18. Tepar

15 2 0
                                    

Fatimah sedang asyik melompat-lompat di trampolin, berputar ke segala arah, sambil tertawa lebar, seolah ia adalah manusia paling bahagia di dunia. Tak hanya dia sendiri, ada beberapa anak yang baru saja datang, dan mereka tampak terhibur melihat tingkah konyol Fatimah. Kehadirannya selalu saja memberikan kebahagiaan dan keceriaan bagi orang-orang di sekitarnya. Buktinya sekarang, para anak bukannya menikmati lompat-lompatan, mereka justru memperhatikan Fatimah, dan ikut tertawa lebar.

"Kak, gaya kodok, dong!" pinta salah satu anak.

"Gaya kodok? Yang ini maksudnya?" Fatimah memperagakan gaya kodok sedang meloncat.

"Iya, Kak!" Semua anak di situ berseru dan bertepuk tangan melihat aksi Fatimah.

Oh ya, anak-anak yang ada di situ tidak semuanya berasal dari Desa Batutua. Ada pengunjung dari desa lainnya yang masih satu kecamatan dengan Desa Batutua, sehingga dialek yang digunakan tidak sama seperti dialek di Desa Batutua.

Ketika tengah asyik melompat-lompat, Fatimah tak sengaja melihat seorang pria dari jarak 20 meter, dan ia yakin sangat mengenali pria itu. Aksinya pun terhenti.

"Kang Pudji!" Ia memanggil-manggil nama itu, tetapi yang dipanggil tidak mendengar. Akhirnya Fatimah memilih keluar.

"Yah, Kak, kok berhenti, sih!"

"Maaf yah, Dik, kakak mau ke sana dulu!" Fatimah berjalan cepat mendekati Pudji.

"Akang!"

Pria yang dipanggilpun menoleh ke sumber suara, seketika matanya terbelalak. "F-Fati? Kok ...," jedanya, "kok kamu ada di sini?"

"Fati juga mau nanya itu ke Akang!"

"Siapa itu, Pudji?" Dari belakang, muncullah seorang wanita, dan berdiri tepat di samping Pudji.

"Oh ... ini temen aku!"jawab Pudji.

"Oh iya, ini aku beli dua jagung. Yang satunya buat kamu." Wanita itu menyodorkan jagung ke Pudji.

"Makasih, yah."

Si wanita tersenyum manis.

"Oh ya. Fat, kenalin ini Fero. Dan Fero, ini Fatimah, temen aku dari Bandung."

Fatimah menerima uluran tangan Fero dengan canggung. Ia merasa insecure berhadapan dengan Fero. Bahkan di tempat yang hanya diterangi lampu, kulit putih Fero tampak bercahaya. Belum lagi rambut panjangnya yang dicatok sedemikian rupa, sehingga bergelombang indah.

Ini pacar Kang Pudji?

Fatimah membandingkan penampilannya dengan Fero, dan lagi-lagi ia harus menanggung malu, karena ia seperti gembel, sementara Fero seperti nona muda yang punya banyak uang.

"Kamu ke sini sama siapa, Fat?"

"Sama---"

"Sama saya!" Belum sempat Fatimah menjawab sampai selesai, Narji tiba-tiba muncul dan menjawab cepat.

"Narji? Jadi ... jadi kalian barengan?" tanya Pudji agak terkejut.

"As you see," jawab Narji.

"Kalo yang ini, pasti pacarnya Fatimah, 'kan?"celetuk Fero, dan langsung mendapat sorotan tajam tiga orang di situ. "Kayaknya gue salah tebak. Berarti temannya?"

"Iya, temen gue. Namanya Narji," jawab Fatimah cepat sambil menatap Pudji beberapa detik. Hatinya ... sakit melihat kedekatan Pudji dan Fero. Sudah sejauh mana hubungan mereka sehingga bisa dengan mudah menggunakan 'aku-kamu'? Lagi, apakah wanita cantik itu begitu mudah mengajak Pudji jalan-jalan? Selama ini Pudji hanya berjanji akan mengajak Fatimah keliling, tetapi sampai sekarang, tak ada satu janji pun yang ditepati. Bahkan untuk rencana malam ini, padahal mereka berdua sudah berjanji sebelumnya. Namun dua hari sebelum tiba pada hari yang ditentukan, Pudji lagi dan lagi membatalkan janjinya dengan alasan sedang sibuk. Jadi inikah sibuk yang pria itu maksudkan? menghabiskan waktu bersama wanita cantik? Fatimah merasa bodoh sekali karena masih mempercayai janji-janji Pudji.

Mengukir Iktikad (Completed ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang