23. Afeksi Hati

11 2 0
                                    

Seminggu telah berlalu semenjak peristiwa kemenangan bagi Fatimah, Narji, Ferdi dan Ros. Awalnya mereka pikir situasi akan selalu aman setelah sebagian besar warga sepakat untuk menyekolahkan anak mereka. Namun ternyata, ada banyak hal yang harus diurus, mulai dari keperluan sekolah, serta sarana prasarana yang masih kurang. Namun untuk masalah itu, cukup mudah diatasi melalui berbagai bantuan warga. Mereka memberikan sumbangan seperti yang telah dijanjikan, seperti bantuan beberapa kursi dan meja belajar, buku-buku pelajaran, seragam, dan alat tulis-menulis. Tak hanya warga, Fatimah dan teman-temannya pun turut membantu. Ia memberikan banyak sekali buku pelajaran yang ada di 'perpustakaan' mininya, serta buku lain yang baru ia pesan di toko buku langganannya. Oh ya, untuk mengamankan buku-buku itu, ia juga membeli dua buah lemari buku.

Di sisi lain, Narji menyumbangkan uang untuk keperluan pembangunan ruang kelas baru. Sementara Ferdi dan Ros patungan untuk membeli papan tulis, taplak meja, dan jendela yang sudah rusak, sebelum Ros balik ke Bandung lebih dulu.

Setelah sebagian masalah selesai, sempat muncul masalah lain yang disebabkan oleh Pak Kona. Pria paruh baya itu membuat kekacauan dengan mempengaruhi para warga yang bersemangat menyekolahkan anak mereka. Karena tak dihiraukan, ia memberontak, dan mengancam akan menuntut mereka melalui hukum adat. Akhirnya, beberapa warga takut dan menuruti perintahnya. Untung saja Pak Aryo tepat waktu menangani masalah itu. Ia nekat membawa Pak Kona ke pihak yang berwajib, untuk dilakukan interogasi melalui beberapa saksi. Semua orang mengira ia akan dipenjara. Namun ternyata, pria paruh baya itu kembali ke desa keesokan harinya.

Fatimah yakin pria kejam itu akan melakukan hal gila lainnya, tetapi Pak Aryo berjanji akan terus mengawasi. Bahkan karena keberanian Fatimah dan teman-temannya, akhirnya para warga pun merasakan kobaran api yang menyala-nyala untuk melakukan hal yang benar. Mereka mungkin masih 'buta' dalam pengetahuan yang lebih jauh, tetapi mereka mulai mempunyai keinginan untuk belajar. Apabila ada hal yang membingungkan, mereka langsung bertanya pada Pak Aryo, seorang kepala desa, yang dulu tidak dianggap penting keberadaannya. Ternyata impian mulia Fatimah, tidak hanya membuahkan hasil manis pada kaum sesamanya, tetapi juga pada Pak Aryo. Buktinya, setelah insiden minggu lalu, mereka langsung berbondong-bondong meminta maaf padanya.

Kemarin malam mereka baru saja mengadakan rapat, untuk membahas soal pergantian ketua adat. Namun setelah memasuki ruang argumentasi, sebagian warga sepakat untuk mengganti ketua adat dan sebagian lagi tidak, dengan syarat Pak Kona harus memberikan ajaran yang bernilai positif dan membangun masa depan Desa Batutua. Akhirnya, mereka menyetujui pilihan kedua.

Hari ini Fatimah, Narji, dan Ferdi akan kembali ke tempat asal mereka. Sebenarnya Fatimah masih ingin berada di situ, hanya saja Narji dan Ferdi mengancam tidak akan pulang kalau Fatimah tak ikut. Selain itu, Narji juga ingin mengajak Fatimah ke Jakarta, dan ia setuju. Lagi pula, pergi ke Jakarta memang pilihan terbaik, dari pada harus merasakan gejolak berbagai macam emosi yang dipicu oleh Amira, bukan?

Sebelum balik ke Bandung, Fatimah memastikan semua sudah beres. Ada banyak bahan makanan tersisa, yang langsung ia bagikan pada warga sekitar. Sambil menata pakaian, ia mendengar ketukan di pintu depan.

"Akang?" Fatimah heran melihat Pudji tiba-tiba muncul, padahal ini adalah hari kerjanya.

"Aku boleh masuk?"

"Oh, silakan, Kang!"

Mereka duduk di dalam dan Fatimah menyiapkan teh hangat serta sedikit camilan.

"Aku denger kamu mau balik ke Bandung hari ini."

Fatimah mengangguk.

"Padahal kita belum sempat jalan-jalan."

"Nggak papa, Kang. Lagian Akang juga selalu sibuk, nggak mungkin harus maksain buat jalan-jalan,"jawab Fatimah acuh tak acuh. Jujur ia sudah kecewa pada Pudji, yang sejak dulu selalu membuat janji, tetapi ia sendiri yang mengingkari. Terakhir kali, ketika ia sedang sibuk mengurus kegiatan sosialisasi. Waktu itu Pudji menelepon. Dikira Fatimah, ia akan diajak jalan-jalan karena sudah sehat. Namun ternyata pria itu hanya ingin menanyakan kabar, lalu membatalkan janjinya dengan alasan yang sama---ia sibuk. Ketika Fatimah berniat mengakhiri panggilan, ia tak sengaja mendengar suara perempuan.

Mengukir Iktikad (Completed ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang