15. akhir

18 5 1
                                    

Seorang perempuan terlihat berlari di sebuah jalan didekat hutan, bermaksud untuk pergi menghindari seorang Monkey D Luffy serta pada bawahannya.

Ia berlari sekencang kencangnya, hingga terdengar deru nafasnya yang memburu.

Semilir angin yang mengiringi setiap langkahnya, membuat pohon disekitar bergesekan satu sama lainnya.

Tidak ada yang bisa didengar selain itu, melainkan kesunyian. 

Perempuan itu sedikit membungkukkan badannya, tangannya bertumpu pada lutut kakinya yang sedikit ditekuk.

Keringat bercucuran dari keningnya yang sedikit memerah karena letih. Juga darah segar yang mengalir akibat dari peluru yang bersarang di tubuhnya.

Lebih tepat, di kakinya.

"Aku tidak boleh menyerah sekarang."
Ucapnya.

Dirasa sudah cukup jauh dari keramaian, kini ia tidak berlari. Melainkan jalan tertatih dengan berpegangan pada pipa panjang milik Sabo.

Sekarang dia seperti tidak memiliki tujuan hidup. Entah kemana kakinya membawa dia pergi.

"Aku tidak boleh menyerah." Ucapnya lagi.

Sekarang, dia tidak memiliki banyak hal. Kecuali dirinya, baju yang ia kenakan, pipa yang dipegangnya, sebotol obat di sakunya, sebuah pistol di jaketnya, dan sebilah pisau yang tadi ditemukannya.

Miris.

Kemudian dia langkahkan kakinya ke sebuah pohon apel disana, lalu memetik beberapa buah di ranting yang rendah untuk dimakan diwaktu itu juga.

Dia sandarkan tubuhnya pada pohon apel itu, dan memakan buahnya.

Ia lalu melirik kakinya yang banyak mengeluarkan darah kini telah mengering, lalu merasakan kepalanya yang sedikit pening karena kekurangan darah.

Hembusan angin di pagi hari itu sungguh sejuk. namun sayang, sang surya tidak kunjung menampakan dirinya. Itu membuat langit sedikit gelap dari biasanya.

"Sepertinya akan ada badai hari ini." Monolognya.

Setelah selesai memakan buah apel, perempuan itu memilih untuk mengurusi kakinya yang terkena tembakan.

Beruntung, pelurunya bisa diambil dengan mudah walau hanya dengan tangan dan sebilah pisau.

Lantas perempuan itu memotong kain bagian bawah jaketnya yang dia gunakan untuk menutupi kakinya yang terluka.

"Hoi."

Sebuah suara berat yang khas menyapu indera pendengaran (name) yang saat itu tengah beristirahat.

(name) menoleh, dan menemukan seseorang pria tinggi besar di sampingnya.

"Kupikir ini bukan sebuah kebetulan aku menemukanmu disini Donquixote."

(Name) menatapnya sejenak, melihat pria lumut yang berdiri tegak dengan sombong disampingnya.

"Ah… kurasa sudah cukup untuk hari ini. Aku sudah lelah." Pasrah nya.

"Biar kubawa kamu kepada Luffy, agar kamu bisa berbicara seperti itu didepannya."

"Sampai kapan pun aku tidak mau~" Tukas (name) dengan nada cemoohan.

"Masih sombong di detik detik terakhir, ya?"

Mata itu memandang remeh kearah (name).

Diambilnya sebuah pedang dari saku pedang di pinggangnya, dan ia arahkan ke arah (name).

"Ingin menyerah atau mati?"

Bukan sebuah pertanyaan, melainkan lebih terdengar seperti ancaman.

"Sombong sekali, apakah itu yang diajarkan oleh gurumu sebagai pendekar pedang?"

berteman dengan iblis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang