Air terasa begitu dingin menusuk kulit. Suhu dari air conditioner yang menyala pun tidak membantu. Justru membuat hawa dingin semakin menggigit. Namun tidak dipedulikannya hawa dingin itu oleh sosok pria yang kini sedang duduk terdiam di bath up kamar mandi mewah tersebut. Nala membiarkan shower tetap nyala mengisi bath up yang sedang ditempatinya. Dibiarkannya guyuran air membasahi tubuh ringkihnya yang hanya dilapisi kaos longgar tipis dan celana piyama.
Sengaja dimatikannya pemanas air sehingga hanya air dingin yang menghujaninya. Diabaikannya gemeletuk giginya dan gemetar tubuhnya yang sudah menggigil kedinginan.
Dibiarkannya air yang meluap memenuhi bath up dan membasahi lantai kamar mandi itu.
Dirinya hanya duduk terpaku disana. Memeluk tubuhnya dan kakinya yang dengan kedua tangannya. Berharap dapat menghalau sedikit rasa dingin yang mulai membuat tubuhnya kebas.
Dirinya berharap air akan mampu membasuh seluruh kalut yang memenuhi otaknya. Berharap guyuran air dapat menjernihkan pikirannya agar dapat melangkah maju lagi dan mencari jalan keluar dari semua masalah ini.
Namun semakin lama dia terdiam, semakin kalut hatinya. Semakin banyak hal yang membuatnya semakin lemah.
Satu per satu pikiran buruknya menghantui. Membujuknya untuk semakin jatuh dalam kelam. Batinnya menghitam.
Dasar anak tidak tahu diri!
Bikin malu orang tua!
Dasar anak ga guna!
Dasar sampah!
Lo tuh cuma nyakitin mereka!
Egois lo itu!
Kata - kata itu berputar di kepalanya. Otaknya terasa semakin penuh, dadanya kian sesak.
Air semakin lama membasahi tubuhnya. Tubuh ringkihnya semakin menggigil dibalik guyuran air. Kepalanya mulai pening tapi Nala masih bertahan. Nala masih belum puas tenggelam dalam gelap kalutnya.
Hingga beberapa saat kemudian dering ponselnya terdengar. Diabaikannya dering itu selama beberapa waktu. Diabaikannya bunyi bersahutan yang terus mengisi ruang sunyi.
Namun pada panggilan ke sepuluh, Nala menyerah. Dengan enggan dia bangkit dari bath up, mematikan shower dan beranjak menuju wastafel besar di tengah ruang kamar mandi. Dibiarkannya air menetes dari pakaiannya yang basah dan tubuhnya yang semakin menggigil terkena terpaan angin dari air conditioner.
Dilirik sekilas nama pemanggil.
'Mami'Nala berdeham. Berusaha meredakan serak akibat terlalu banyak menangis sebelumnya. Dia tidak ingin maminya curiga akan keadaannya saat ini.
"Hallo,kak.. Ko baru diangkat sih telfon mami?" Gerutu sang ibu kepada si sulung.
"Maaf ya mi, kakak tadi ketiduran.." Dusta Nala.
"Loh? Emang kakak ga kuliah hari ini? Tumben?" Ujar sang ibu sedikit khawatir.
"Aku agak ga enak badan. But, it's okay. I'm fine now. Cuma butuh tidur aja. Kecapean kayanya.." Dusta Nala lagi. Dalam hati bersyukur kemampuan berbohongnya meningkat.
"Really? Kakak udah ke dokter? Apa mami balik aja ya dari singapore buat liat kakak? Takutnya parah itu kak.."
"No... It's okay.. Aku bener udah sehat. Nanti aku mau keluar ko. Janjian sama Rendi sama Chandra. Mami gausah khawatir yaa.. Mami fokus aja disana. Kalo ada apa apa nanti aku kabarin mami koo.." Sergah Nala lagi. Sebisa mungkin menenangkan sang ibu.
"Bener ya kak? Kakak harus cerita ya kalo ada apa - apa. Mami akan selalu ada untuk kakak.. Everything's gonna be okay.." Sahut sang ibu lagi.
Mendengar ucapan sang ibu, hati Nala menghangat. Suram di hatinya perlahan pudar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sexy, Naughty,Bitchy
FanfictionNala Jemima is a slut? No, dia hanya pemuda dengan hormon berlebih yang mudah terpancing gairahnya. Menganggap sex seperti hobby layaknya olahraga pada umumnya. He's shining and free. Bersikap polos di depan banyak orang namun menyimpan gairah yang...