Sudah kurang lebih satu bulan aku melatih para anggota Black Lotus Assassin yang terbagi menjadi enam kelompok dengan Jurus Pembelah Tubuh. Ditambah aku harus menjadi koki di kedai baru milik Serikat Dagang, total klon yang kubuat ada tujuh. Itu menyebabkan letih luar biasa saat hari telah usai. Untungnya, perkembangan para anggota lebih cepat karena mereka kuberi pil peningkat kultivasi. Tingkat kultivasi mereka sekarang berada di Tahap Berlian. Jadinya aku tak perlu membuat banyak bayangan lagi, demi menghemat tenaga untuk bekerja sebagai pelayan kedai.
Kedai yang telah dibeli oleh Tetua Luo diubah lagi setelah hasil penjualan ramuan cukup memuaskan. Kedai milik Serikat Dagang kini memiliki total sebelas kamar, sembilan untuk penginapan, satu kamar untuk Tetua Luo, dan satu kamar khusus untukku. Di ruang tanah kedai dibuat juga markas untuk anggota Black Lotus Assassin yang ikut denganku sebagai pengawal. Sebagian anggota lainnya kusuruh menyebar ke seluruh Kerajaan untuk mencari informasi. Sisanya kutempatkan di desa untuk berjaga-jaga.
Kedai sudah tutup beberapa menit lalu. Baru sebulan dibuka, kedai lumayan ramai oleh pengunjung. Karedok dan rujak menjadi primadonanya, walaupun banyak juga dari pelanggan yang memesan ayam pengemis, makanan favorit kebanyakan orang disini. Sudah kuduga, makanan itu akan menarik perhatian. Perlahan, kedai akan semakin ramai. Semakin banyak orang, semakin banyak informasi yang bisa didapatkan.
Aku bersiap untuk tidur di lantai tiga tempat kamar besarku berada. Aku menaiki tangga menuju ke lantai tiga, tempat kamarku berada. Kamar Tetua Luo juga ada di lantai ini. Sengaja dibuat berdampingan agar kami bisa berdiskusi setiap saat.
Saat aku hendak masuk ke kamar, seorang tetua pemimpin Serikat Dagang menghampiriku. Ia tergopoh-gopoh berlari.
"Ada apa Tetua berlari seperti itu?" tanyaku.
"Ada yang ingin aku sampaikan, Tuan Sky." Ia menjawab.
"Mari kita bicarakan di dalam." Aku membuka pintu kamarku, mempersilakan Tetua Luo masuk. "Silakan duduk."
Kamarku di kedai ini luasnya kira-kira 10 meter persegi dengan fasilitas kasur ukuran double, meja persegi ukuran sedang, empat kursi, dapur kecil, kamar mandi dengan kolam kecil, dan satu lemari besar untuk menyimpan peralatan meramu dan bahan-bahan ramuan. Sengaja dibuat luas untuk menampung bahan-bahan ramuan dan peralatan meramu yang butuh ruang yang banyak. Sebenarnya ada tempat di toko ramuan milik Serikat Dagang untuk menyimpannya. Ruang Dimensi Kakek Jun juga dapat dijadikan tempat yang aman untuk menyimpan. Namun, aku tak ingin rahasia dari ramuan buatanku terbongkar. Itu bisa membuat penyamaranku tidak berhasil.
Tetua Luo duduk di kursi di tengah ruangan. Aku mengambil seteko teh yang kupanaskan terlebih dahulu dengan bola api kecil. Kutuangkan teh yang masih hangat ke dua cangkir yang berada di atas meja.
"Beberapa pejabat Quon dan para saudagar mulai membeli ramuan yang telah Anda buat. Kita mulai bisa menyelidiki pelaku pencurian artefak itu." Tetua Luo menyesap teh yang kutuangkan. Jika pejabat Quon mulai membeli ramuan disini, itu akan mempermudah untuk mencari petunjuk. Akhirnya, akan ada titik terang.
"Apa sudah ada keluarga kerajaan yang membeli pil atau ramuan kita?" Aku bertanya. Sesuai pertemuan dengan para tetua desa waktu itu, pelaku pencurian artefak Dewa Kegelapan kemungkinan besar adalah orang yang punya pasukan besar dan kuat. Quon adalah salah satu kerajaan yang dicurigai. Wajar saja aku bertanya begitu, keluarga kerajaan adalah target utama pencarian.
"Belum, Tuan," jawab Tetua Luo, "sejauh ini, baru pejabat menengah ke bawah yang membeli ramuan dan pil toko kita."
"Siapa saja mereka?"
"Kapten dari satuan tentara, Tetua Keluarga Hua, dan beberapa saudagar yang berasal dari kerajaan lain."
"Kapten dari satuan tentara? Di bawah pimpinan siapa dia?" Militer Kerajaan berkaitan erat dengan pencurian artefak. Menyelidiki bawahan dari sang pemimpin merupakan langkah pertama yang bagus.
![](https://img.wattpad.com/cover/319940254-288-k351639.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Trash Prince
FantasíaTopeng akan terbuka saat menghadapi hal sulit kehidupan, begitu juga aku. Rasanya, aku ingin menusuk mata mereka yang telah berani meremehkanku. Melepaskan rasa empati dan peduli pada siapapun yang merendahkan lagi menghina. Namun apa daya, aku hany...