Maaf mengganggu Anda, Tuan.
Desa telah didatangi oleh pasukan Quon. Mereka di bawah pimpinan Pangeran Kedua, Pangeran Wei. Saya hendak memberitahu Anda segera, namun tidak ada bayangan Anda di desa. Kedatangan pasukan Quon untuk mencari Pangeran Pertama, Pangeran Fengying yang telah lama hilang.
Saya rasa, Anda harus mengirim satu bayangan Anda ke desa untuk berjaga-jaga, demi mencegah kejadian tak terduga seperti hari ini.
Kepala Desa Hutan Terlarang
Qui
Kabar dari Tuan Qui sungguh tak terduga. Wei sudah mengendus keberadaan Feng di Hutan Terlarang. Buruknya lagi, keberadaan desa di timur hutan ditemukan olehnya. Kurang lebih satu tahun Feng—atau aku yang berpindah jiwa ke tubuhnya, belum ditemukan oleh mereka, dihitung dari waktu penculikan hingga keberadaanku di desa selama tiga bulan untuk mengurus rencana pencarian artefak. Namun, hari ini mereka sudah tiba di tempat dimana aku pernah singgah. Yang kupikirkan adalah mengapa Wei harus mencari Feng? Bukankah jika kandidat Putra Mahkota telah hilang, maka sebagai Pangeran Kedua, ia akan menggantikan posisi. Apakah Wei punya rencana lain?
Tuan Qui menyarankan agar aku mengirim salah satu klon ke desa. Sedangkan energiku masih belum pulih. Namun energi itu bisa dengan mudah dipulihkan dengan air dari Danau Qi. Sebelum membuat klon, aku meminum seteguk air Danau Qi di Ruang Dimensi Dewa Pengetahuan, yang seketika mengisi dantian dengan energi Qi yang melimpah. Aku siap mengirim klon ke desa.
"Jurus Pembelah Tubuh." Aku berucap lirih. Satu klon yang serupa denganku terbentuk dari energi qi, berdiri tegak di hadapanku. Kulitnya putih bersih tanpa jerawat. Mata Feng berwarna kecoklatan, berbeda denganku dulu yang berwarna biru.
"Cari tahu keadaan desa." Aku memerintahkan klonku untuk pergi. Ia mengangguk. Detik itu juga, melalui jendela, ia pergi secepat kilat.
Semenjak keluar dari Ruang Dimensi Dewa Pengetahuan saat di hutan dulu, aku menutupi wajahku dengan energi Qi agar identitas Feng tertutup, memakai wajah asliku saat masih belum berpindah dunia, tanpa mengubah warna mata Feng. Dengan energi qi juga kuubah suara Feng agar penyamaranku tidak diketahui oleh orang yang mengenalnya. Cara ini kudapatkan di salah satu gulungan ilmu jurus yang diberikan oleh Dewa Pengetahuan. Jurus ini bernama "Kamuflase Energi Qi."
Mengirim klonku ke desa tidak akan menimbulkan kecurigaan bagi Wei karena aku menyamarkan ciri khas Pangeran Feng. Rambutnya yang tak terurus menjadi pelengkap penyamaran. Semenjak diculik oleh para penyusup istana, aku tidak merawat rambut karena fokus berlatih. Lagipula aku tidak tahu bahan alami apa yang digunakan untuk merawatnya. Terlepas dari itu, semoga saja klon yang kukirim membawa kabar baik.
Kututup lubang botol keramik tempat ramuan untuk Jingmi dengan kain. Kutaruh di lemari agar aman. Nanti jika bertemu dengannya, aku akan memberikan ramuan ini.
***
Siang hari adalah waktu dimana Kedai Luo penuh oleh pelanggan. Meja-meja telah terisi orang yang hendak menyantap makanan di kedai milik Serikat Dagang ini.
Para juru masak yang bertugas di dapur sangat sibuk mengolah hidangan untuk para pelanggan. Bunyi-bunyian peralatan memasak seakan instrumen musik yang diputar melalui speaker.
Tanganku menggenggam pisau pemotong untuk bahan rujak. Kupotong ubi dan bengkuang yang telah dikupas, perlahan agar tidak mengenai tangan. Setelah kedua bahan telah siap, kumasukkan keduanya ke wadah penumbuk rujak yang sebelumnya telah diisi garam, asam, dan gula aren. Suara tumbukan di wadah bersahutan dengan suara pisau para wanita di dapur yang sedang memotong bumbu untuk ayam pengemis. Rujak hasil dari searching iseng ini telah siap untuk disajikan. Kutaruh di piring, membawanya ke depan meja pemesanan untuk diantar oleh pelayan lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Trash Prince
FantasíaTopeng akan terbuka saat menghadapi hal sulit kehidupan, begitu juga aku. Rasanya, aku ingin menusuk mata mereka yang telah berani meremehkanku. Melepaskan rasa empati dan peduli pada siapapun yang merendahkan lagi menghina. Namun apa daya, aku hany...