Bagian 15ᥫ᭡

26 4 0
                                    

Happy reading♡
.
.
.
.
.
.
.
.

Sudah dua hari sejak Nataka memeriksakan tubuhnya ke rumah sakit. Sudah dua hari juga Eca seperti menjauhinya tanpa alasan yang jelas. Hingga Nataka lelah dan ingin mengetahui apa yang dia lakukan hingga membuat Eca marah. Mereka berdua sedang berada di kelas berdua, Nataka memang sudah melarang Eca untuk pergi ke kantin saat istirahat. Untungnya Eca menerima dan tetap duduk di bangkunya.

Nataka bingung harus bertanya mulai dari mana, sejak tadi dia melihat Eca malah fokus membaca novelnya. 

"Ca," panggil Nataka.

Eca hanya menoleh sebentar tanpa menjawab. Dia masih sibuk membolak-balikkan novel yang ada di kedua tangannya. Padahal yang sebenarnya, Eca juga bingung harus bagaimana. Dia juga tidak ingin menjauhi Nataka. Namun, dia sudah lelah dengan semua ucapan papanya.

"Kenapa lo diemin gue sih Ca? Gue ada salah? Kasih tau kalau emang gue ada salah. Gue capek dua hari ini mikirin kesalahan gue apa sampai lo gak mau gue ajak bicara. Chat gue gak dibalas, ditelpon juga gak pernah diangkat," keluh Nataka.

"Kalau lo mau ninggalin kaya keluarga gue juga, bilang Ca."

Ucapan itu membuat Eca meletakkan buku yang sejak tadi dia ada di antara mereka. Dia tidak pernah mengharapkan ucapan seperti itu dari mulut Nataka. Terdengar sangat menyakitkan bagi Eca. Sepertinya dia sudah terlalu salah jika mengabaikan Nataka.

Terlihat Nataka menundukkan kepalanya setelah mengatakan itu. Dirinya sudah lelah, jika Eca juga akan meninggalkannya, mungkin Nataka sudah tidak peduli. Memang dirinya tidak pernah diberi bahagia di dunia.

"Gak gitu, Nat. Gue juga gak mau jauhin lo, tapi satu sisi gue juga capek. Papa selalu marah setiap kali gue pulang sekolah sama lo, dia ngira kita pacaran dan buat gue jadi malas belajar. Dia selalu marah kalau liat gue chatan atau nelpon sama lo. Gue capek liat Mama juga jadi imbas dari kemarahan Papa gue dengan bilang kalau Mama gak becus didik gue, hati gue sakit, Nat." Air mata Eca pun menetes, Nataka mengusap air mata itu dan tersenyum tipis.

"Oke, gue paham sekarang. Harusnya lo bilang dari awal, Ca. Gue juga bakalan ngerti," imbuh Nataka.

"Terus setelah ini, kita gak bisa temenan lagi?" tanya Eca.

"Bisa kok Ca, tenang aja ya, gue bakalan buat hati papa lo luluh dan bisa nerima gue," timpal Nataka.

"Lo yakin, Nat? Papa gue galak loh," balas Eca.

"Iya, itu jadi urusan gue nanti. Sekarang, tolong ya jangan gini lagi, bilang kalau memang ada masalah," ujar Nataka.

"Iya Nat, maaf ya."

Masalah mereka sudah selesai, tinggal bagaimana cara Nataka untuk membuat papa Eca percaya pada dirinya. 

Saat pulang sekolah, Nataka akan pergi ke rumah sakit terlebih dahulu. Dirinya sudah memiliki janji dengan seorang dokter yang memeriksanya dua hari yang lalu. Entah apa yang akan dia dengar nanti, Nataka tidak peduli.

Nataka jalan dengan santai ke ruangan dokter. Dia tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitar yang entah apa maksud dari tatapan itu. Mungkin karena ketampanan yang Nataka miliki.

Rain of Tears ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang