Bagian 10 ᥫ᭡

29 6 0
                                    

Bagian 10 ᥫ᭡ Study Tour

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 10 ᥫ᭡ Study Tour

Satu minggu lagi setelah mereka berangkat ke Yogyakarta untuk mengadakan study tour yang dilaksanakan langsung oleh pihak sekolah khusus untuk kelas sebelas unggulan, baik IPA dan IPS. Sudah diberitahu sejak awal jika di akhir kegiatan akan ada tes untuk seluruh siswa unggulan demi mendapatkan kuota olimpiade di Bandung. Akan ada dua orang perwakilan sekolah. Satu orang untuk olimpiade fisika dan satu lagi untuk olimpiade sosiologi.

Saat ini Nataka sedang belajar di perpustakaan sekolah, dia memutuskan untuk ke perpustakaan saat guru yang mengajar tidak bisa hadir karena sakit. Karena perpustakaan yang besar dan tidak banyak yang mengunjungi, Nataka bisa bebas memilih tempat duduk yang dia suka.

Pilihannya jatuh pada bangku sudut yang tertutup rak buku. Mungkin di sana dia tidak akan terlihat siapapun jika ada yang datang. Bukan takut ketahuan guru, dia hanya malas jika bertemu siapapun yang hanya mengagumi ketampanannya. Iya, di sekolah banyak siswi yang suka dengan Nataka karena ketampanan yang dia miliki.

Lembar demi lembar buku paket sudah Nataka pelajari, walaupun sulit dirinya cukup yakin jika kali ini dia yang akan mengalahkan Kalan. Hingga tiba-tiba setetes darah keluar dari hidungnya. Membuat Nataka sedikit panik dan menengadahkan kepalanya.

Sebuah tangan terjulur dengan tisu yang tergenggam, membuat Nataka menoleh dan langsung mengambil tisu itu.

"Jangan dengak, nunduk aja dan biarin semua mimisan lo keluar, bersihkan sana ke toilet," ucap Eca dan Nataka menurut.

Iya, setelah Eca mengatakan itu, Nataka segara pergi ke toilet perpustakaan untuk membersihkan mimisannya. Setelah itu dia kembali ke tempat duduk yang saat itu Eca masih berada di sana.

"Makasih tisunya," ucap Nataka setelah duduk di tempatnya semula.

"Iya sama-sama."

"Btw, lo emang sering mimisan? Terakhir kali gue juga pernah lihat lo mimisan setelah latihan basket di dekat loker," sambung Eca.

"Engga, kalo kecapekan aja," jawab Nataka seadanya.

"Ooh gitu, oh iya, badan lo kelihatan kurus banget daripada bulan lalu. Jangan terlalu diforsir ya, Nat. Tubuh lo butuh istirahat, dia bukan robot yang bisa lo gunakan tiap saat. Bahkan robot pun bisa rusak kalau terlalu sering digunakan," jelas Eca membuat Nataka sedikit tersenyum.

Dirinya tidak pernah merasakan perhatian seperti itu lagi sejak dulu. Yena dan Gio hanya perhatian pada Kalan, sang anak kesayangan. Mungkin bagi Yena, kehadiran Nataka tidak penting dan akan biasa saja jika pun Nataka tidak ada di antara mereka.

"Thanks Ca, tapi gue gabisa, gue harus belajar dengan keras biar dapat apa yang gue mau," balas Nataka.

"Iya, gue tahu, gue tahu karena lo selalu maksa belajar saat tubuh lo bilang berhenti. Engga gitu caranya, Nat. Kalau lo sakit, yang ada lo jadi gabisa fokus belajar dan gabisa gapai apa yang lo mau," pesan Eca.

"Oh iya satu hal, walaupun lo udah nolak gue beberapa bulan lalu, gue gak pernah benar-benar jauhin lo. Kalau lo perlu sesuatu kabarin gue dan jangan salah sangka, gue kaya gini ke lo karena keinginan doang. Tapi kalau lo tetap nutup hati lo buat berteman dengan gue, yaudah gue mundur," sambung Eca dan berencana untuk pergi dari sana.

"Ca," panggil Nataka membuat Eca berbalik.

"Gue mau jadi teman lo."

ᥫ᭡

Mereka sebentar lagi akan berangkat ke Yogya. Tentu saja sejak tadi Nataka berdiri di samping Eca. Eca masih menunggu sahabatnya, Damara.

"Ca, sory telat, gue tadi kesiangan anjir," ucap Damara saat dia baru saja sampai.

"Gue udah telpon tadi, lo gak angkat, gue kira lo udah berangkat," sahut Eca.

"Bus kita bakalan dipisah ya?" tanya Damara.

"Iya, sesuai kelas, yaudah sana deh lo gabung sama barisan kelas lo, udah mau berangkat bentar lagi," jawab Eca dan Damara mengangguk.

Setelah Damara pergi, Eca menatap Nataka yang sedang memainkan ponselnya, "Nat."

Nataka mematikan ponsel dan meletakkan ke dalam saku jaketnya, "Kenapa?"

"Lo duduk sama siapa?" tanya Eca.

"Sama lo lah, gue gak punya temen deket selain lo di kelas," jawab Nataka.

"Lo gak keberatan, kan? Kalau keberatan gue sama yang lain aja ntar," sambung Nataka.

"Eh engga, gapapa sama gue aja, cuma nanya aja kok," sahut Eca.

Semua siswa di kelas IPA dan IPS dipisah barisan hingga busnya. Mereka akan berangkat dengan menggunakan bus khusus milik sekolah. Tentu saja di dalam bus tersebut sudah sangat lengkap fasilitasnya.

Mereka semua dipanggil untuk diperiksa kehadirannya. Berbaris dengan rapi di depan bus sampai nama mereka semua selesai dipanggil. Mereka berangkat sekitar pukul sembilan pagi. Mungkin akan sampai sekitar pukul sembilan malam dan akan menghabiskan waktu mereka di sana selama lima hari empat malam. Selain mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang ada di Yogyakarta, sekolah juga menyediakan jam-jam tertentu untuk para siswa bebas pergi ke mana saja.

Sejak tadi pandangan Kalan tak pernah lepas dari Nataka. Semenjak Nataka dan Eca menjadi teman, Kalan semakin membenci Nataka. Kalian pasti sudah bisa menebak alasannya. Iya, Kalan suka pada Eca. Namun, Kalan tidak memberitahu siapapun dan hanya semakin marah pada Nataka tanpa alasan yang jelas.

ᥫ᭡

Di dalam bus, Nataka dan Eca hanya diam menikmati perjalanan yang akan memakan waktu panjang itu. Nataka yang sibuk bermain ponsel dan Eca membaca novel. Tidak ada obrolan di antara mereka, atau lebih tepatnya mereka bingung harus mengobrol tentang apa.

Hingga Nataka merasakan pusing karena mabuk perjalanan. Iya, Nataka memang paling tidak bisa naik bus. Ditambah lagi perjalanan mereka saat itu bisa memakan waktu 12 jam. Eca menutup novel yang dia baca ke dalam tas dan menatap Nataka yang tengah memijat keningnya.

"Kenapa? Lo gak bisa naik bus?" tanya Eca dan Nataka hanya mengangguk.

Eca mengambil minyak angin di dalam tasnya kemudian membantu Nataka memijat keningnya yang terasa sakit.

"Pusing banget?" tanya Eca lagi.

"Iya," jawab Nataka.

"Yaudah sini senderan di bahu gue aja, tiduran sampai pusing lo ilang," ucap Eca.

"Gausah Ca, nanti bahu lo sakit," tolak Nataka.

"Engga, Nat. Udah ya nurut aja," sahut Eca dan mau tidak mau Nataka menyetujui.

Dia tidak ingin membuat Eca marah dan berakhir mendiamkan dirinya. Saat itu dia hanya punya Eca sebagai teman dekatnya di sekolah.

Eca masih terus memijat kening Nataka saat kepala Nataka bersandar pada bahunya. Kalan yang berada tepat di samping bangku Nataka dan Eca menatap marah. Dia tidak suka jika Nataka bisa dekat dengan Eca.

"Liat aja lo, Nat. Gue gak akan pernah biarin lo menang sampai kapanpun."

ᥫ᭡

Haii, maaf banget ya baru bisa update lagi. Mulai Minggu depan cerita ini akan update setiap hari Senin dan Jumat aja yaaa, thank you~

Rain of Tears ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang