01. Xavion

3.3K 173 7
                                    


.
.
.
.
.
Keluarga

Sebenarnya seperti apa keluarga itu?
Apakah harus memiliki hubungan darah agar bisa di sebut keluarga?
Namun bagaimana jika mereka yang memiliki hubungan darah hanya bisa menyakiti?
Bukankah sebuah keluarga harus saling melindungi?
Lalu bisakah yang seperti ini disebut keluarga?

Seorang remaja menatap lekat pada sepasang suami istri juga seorang remaja yang tengah bercengkrama di ruang makan, muncul sebuah keinginan untuk bergabung bersama mereka, namun remaja itu sadar jika dirinya hanya akan kembali diabaikan.

Xavion Raka Alsaki

Putra bungsu dari pasangan Bumi Saka Alsaki dan Maria Larasati. Bumi adalah seorang pengusaha yang cukup sukses di indonesia, sedangkan Maria adalah seorang desainer.

Vion menghela nafas sebelum akhirnya kembali melangkah melewati ruang makan, berharap jika tidak ada seorang pun yang menyadari kehadirannya, sama seperti biasanya. Namun sepertinya pagi ini Vion tidak bisa pergi begitu saja, karena nyatanya satu dari tiga orang itu menyadari kehadirannya.

"Vion, sini sarapan dulu!" Vion menatap datar sebelum akhirnya bersiap untuk melangkah, namun remaja itu kalah cepat dengan saudaranya. Salahkan saja kaki nya yang memang lebih pendek di banding saudara nya, hingga membuat saudaranya mudah menahan tangannya.

"Sarapan dulu baru berangkat, masih jam enam juga." Vion menatap tangan saudaranya yang tengah menahannya.

"Lepas, aku gak punya waktu buat sarapan!" Jawabn ketus Vion tidak membuat saudaranya menyerah, bahkan tanpa di duga saudaranya itu sudah menarik Vion untuk duduk di meja makan.

"Vier ayo cepat sarapan, biarkan saja dia kalau memang gak mau sarapan." Vier berdecak sebal, berbeda dengan Vion yang bertahan dengan wajah datarnya. Seakan hal itu bukan lagi hal yang mengejutkan.

"Denger kan? Lepasin aku." Vier menatap nanar pada punggung Vion yang berlalu menjauh.

"Vier sayang, ayo sarapan nak." Vier menatap kesal pada kedua orang tuanya.

"Ayah sama bunda kenapa sih? Tadi kan aku udah hampir berhasil ngajak Vion sarapan."
.
.
.
.
.
Xavier Riki Alsaki dan Xavion Raka Alsaki

Dua malaikat yang kehadirannya sangat dinantikan, dua bayi kembar yang saat ini sudah beranjak dewasa. Anak kembar biasanya selalu sama, tidak di bedakan. Namun berbeda dengan keduanya, bahkan hanya dengan sekali lihat saja, orang akan mengetahui jika Vier dan Vion berbeda.

Xavier sang kakak tumbuh menjadi remaja yang ceria, dan memiliki banyak teman. Sedangkan sang adik, Xavion tumbuh menjadi remaja pendiam dan sangat dingin. Bukan tidak memiliki teman, hanya saja Vion terlalu apatis untuk menjalin hubungan pertemanan, selama ini hanya tiga orang yang bertahan menjadi sahabatnya, selebihnya hanya sekedar mengenal.

Satu-satunya kesamaan diantara keduanya adalah, mereka sama-sama tampan dan berprestasi.
.
.
.
.
.
Vion menghela nafas saat dirinya lagi-lagi terlambat masuk ke sekolah, salahkan saja dirinya yang sangat payah dalam menghafal jalan. Meskipun Vion lahir di surabaya, namun dia terlalu lama tinggal di malang, hingga sedikit lupa jalanan surabaya.

Seperti saat ini, Vion harus berlari keliling lapangan karena terlambat. Vion salah menaiki angkutan umum dan membuat dirinya harus memutar lebih jauh.

"Vion!" Vion yang baru saja selesai menjalankan hukuman langsung menoleh saat namanya dipanggil. Remaja itu menemukan salah satu sahabatnya berjalan ke arah nya dengan membawa sebotol air mineral.

"Nih, minum dulu." Vion mengulas senyum tipis dan segera meminum air tersebut. Tahu saja jika Vion tengah haus.

"Nyasar lagi?" Vion hanya mengangguk, saking pendiamnya Vion, bahkan pada sahabatnya saja Vion jarang berbicara.

"Kenapa gak telpon kita aja sih tadi? Kan bisa kita samperin, atau pesen ojek online." Vion menatap lekat pada sahabatnya.

"Lupa, gak kepikiran." Vion terkekeh saat melihat sahabatnya itu mendengus kesal.

"Mulai besok kita samperin aja, kalau gak mau di rumah, kita tunggu di halte depan komplek. Gak ada penolakan Xavion! Aku gak mau ngeliat kamu di hukum lagi." Vion merengut kesal saat mendengar keputusan sahabatnya.

"Koe makin suwi makin njengkelne Yan! (Kamu makin lama makin ngeselin Yan!)" Vion berjalan mendahului Kian, salah satu sahabatnya itu untuk ke kelas.

"Kelas Yon, ojo bolos." Vion hanya mengangguk, mengiyakan saran Kian. Bagaimana pun mereka bukan anak nakal yang kerjaannya bikin onar, jadi tidak mungkin mereka membuat masalah.

"Yan koe gowo bekal?" Kian mengangguk.

"Iyo, mau ta?" Kali ini Vion yang mengangguk.

"Iya, aku laper ternyata." Kian tersenyum jarang-jarang Vion ngeluh laper. Biasanya harus dipaksa dulu biar mau makan.

"Iyo iyo, nanti maem sek, pagi iki kelas e kosong kok." Kian merangkul pundak Vion dan membawa Vion ke kelas.

Sudah dua tahun sejak Vion kembali tinggal di surabaya, setelah sebelumnya Vion tinggal dengan eyang nya di malang. Sejak masuk sma Vier memang memaksa Vion untuk sekolah di surabaya, katanya pingin satu sekolah sama kembaran nya itu. Dan tanpa di duga, tiga sahabat Vion malah ikut pindah.

"Nih maem sek, habisin ae kalau mau." Kian meletakan sebuah kotak makan di hadapan Vion. Untungnya penghuni kelas udah gak asing sama kelakuan Kian ke Vion, apa lagi nanti kalau di tambah ada Arka dan Kaivan.

"Terus koe nanti gimana?" Kian tertawa kecil.

"Beli soto di kantin, udah maem ae sana." Vion mengangguk dan mulai makan nasi goreng buatan Kian.

"Yon, aku liburan nanti mau pulang ke malang, mau ikut ta?" Vion langsung berhenti makan dan mengangguk.

"Ikut lah, kangen makan ketan durian di alun-alun." Kian mendengus, lagi-lagi yang di bahas Vion pasti ketan durian.

"Lama-lama kamu jadi kayak ketan durian Yon!"
.
.
.
.
.
"Xavion." Vion yang sedang menelungkupkan kepalanya di atas tangannya langsung mendongak, mencari si pemanggil, meskipun Vion tau jika yang memanggil adalah sahabat tiang nya, Kaivan.

"Yon, basket kuy?" Vion menggeleng sata melihat Kaivan ada di samping pintu kelas.

"Eh tumben nolak?" Kaivan bergegas mendekati Vion, beruntung saat ini sedang istirahat.

"Mager, aku mau tidur ae sebentar." Kaivan mengangguk paham.

"Gak tidur lagi yo semalem?" Vion mengangguk.

"Ya wes, sana tidur. Udah makan kan?" Vion lagi-lagi mengangguk.

"Udah, sana kamu kalau mau main basket main ae."

"Eh iya Yon, kembaran lo juga ikutan main." Vion mengangguk, dia tau kalau saudaranya itu anggota ekskul basket. Tidak heran jika tinggi mereka terlihat berbeda.

"Kian udah cerita ke aku, besok di jemput ae, tunggu di halte depan." Vion mengangguk, percuma juga menolak keinginan Kian dan Kaivan.

"Van, titip beliin air mineral ya. Nanti kasih ke Vier, tapi jangan bilang dari aku." Kaivan menghela nafas dan mengangguk.

"Iyo, ada lagi?" Vion menggeleng.

"Kenapa koe gak mau kasih perhatian sendiri ke Vier? Dia pasti seneng loh." Vion menggeleng.

"Gini ae cukup kok Van."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam
Akhirnya book ini up...
Setelah di penuhi kebimbangan, akhirnya aku milih book ini buat up lebih dulu

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang