08. Terpaksa harus diajak

893 109 7
                                    


.
.
.
.
.
Vion tidak pernah menyangka jika dirinya akan kembali ketakutan setelah memenangkan lomba antar kelas, semua ini karena Vier yang terus saja berceloteh tentang hal itu di hadapan sang bunda. Padahal sebisa mungkin Vion menyembunyikan hal itu, karena bagi Vion sudah cukup hal-hal seperti itu membawa trauma untuknya selama bertahun-tahun.

"Vion sama Hanan tadi menang loh bun, apa emang anak jurusan ipa itu sepinter itu ya?" Vier kembali berceloteh tanpa tau jika Vion tengah ketakutan. Berharap jika sang bunda berbaik hati tidak menceritakan hal itu pada sang ayah.

"Iya iya, sekarang ayo makan. Kamu nunda makan terus dari tadi Vi." Vier mengangguk. Dia sedang bahagia siang ini, karena dia berhasil menarik Vion untuk makan siang bersamanya di meja makan.

"Vion, ayo jangan diem aja. Temenin makan." Vion melirik ke arah Maria, bundanya itu menatap nya tajam.

"Ya makan aja sih, kenapa harus nungguin aku. Udah aku temenin di sini kan." Vier merengut saat Vion tetap tidak mau makan.

"Ayo lah dek." Vion memasang wajah datar di hadapan Vier.

"Makan atau aku tinggal ke kamar, ngantuk nih." Vier akhirnya terpaksa memakan makanannya, membiarkan Vion diam dan fokus pada ponselnya.

"Dek, minggu depan libur, aku sama yang lain ikut kalian ke malang ya?" Pertanyaan Vier jelas membuat Maria terkejut, dia memang sudah mengetahui jika Vion akan ke malang, namun dia tidak menyangka jika putra kesayangannya akan ikut.

"Gak." Jawaban Vion membuat Vier menghela nafas kesal.

"Bun, lihat nih! Adek gak mau ngajak aku ke malang." Vier hanya tidak tau jika aduannya itu bisa berakibat buruk pada Vion.

"Bunda juga gak ngebolehin kok, mending kamu liburan ke bali aja sama bunda sama ayah, gimana?" Vion hanya menatap nanar pada Maria yang mengelus rambut Vier, hal yang sebenarnya dia inginkan sejak dulu.

"Gak mau bun, Vier mau liburan sama adek, lagi pula ke rumah eyang ini. Toh Hanan, Dimas sama San juga ikut loh." Maria menghela nafas dan kembali menatap tajam pada Vion.

"Ya udah nanti bilang ke ayah dulu, kalau ayah bilang boleh baru boleh berangkat."
.
.
.
.
.
Ctar

Ctar

Ctar

Lagi-lagi Vion harus merelakan punggung nya dipukul oleh sang ayah menggunakan ikat pinggang, Vion tidak tau apa kesalahannya kali ini. Sedari pulang sekolah dia sudah menuruti semua permintaan Vier, seperti perintah Bumi semalam.

Vion pulang bersama Vier, menemani Vier makan meskipun sampai sekarang dia sendiri belum makan. Karena peraturan kedua tentang tinggal di rumah ini adalah dia harus mencari makanannya sendiri, Vion tidak boleh makan di dalam rumah.

"Kamu tau apa kesalahan kamu kali ini Vion?!" Vion bergeming, karena dia tau jika dia menjawab pun dia tetap salah.

Ctar

Ctar

Ctar

"Siapa yang bolehin kamu ikut lomba di sekolah?!" Vion menunduk, dia tau itu kesalahannya.

"Sudah saya bilang jangan pernah mencoba terlihat lebih menonjol dibanding Vier?!" Vion memejamkan matanya, selalu seperti ini.

Ctar

Ctar

Ctar

"Ini untuk kamu yang sudah mempengaruhi Vier agar ikut kamu ke malang!" Vion langsung mendongak saat mendengar Bumi mengatakan itu.

"T-tapi Vion gak pernah ngajak mas Vier yah."

Ctar

"BERHENTI BERBOHONG!!" Vion kembali tersentak saat mendengar bentakan Bumi.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang