.
.
.
.
.
Seharusnya Vion tidak berangkat pagi hari ini, tapi jika tidak begitu sudah dipastikan dia akan terlambat. Namun apa yang dia lihat di gerbang sekolah membuat hatinya berdenyut sakit, disana ada Vier yang diantar oleh sang ayah.Vion iri tentu saja, sejak kecil sang ayah bahkan tidak pernah memeluk atau mengusak rambutnya. Yang dia dapatkan hanyalah teriakan marah dan pukulan sang ayah, padahal dia dan Vier kembar.
Sret
"Jangan dilihat, kalau itu bikin kamu nangis." Tubuh Vion di balik dan segera di bawa pergi oleh Kian.
"Aku gak nangis!" Kian mengangguk kecil.
"Iya, sekarang. Kalau kamu liat terus ya nangis akhirnya." Vion menunduk.
"Harus e aku wes kebal kan yo Yan?" Kian mendengus, dia tahu jika lagi-lagi Vion sedih.
"Nama e anak iku gak mungkin kebal sama perlakuan buruk orang tua e Yon, wes tah gak usah di bahas, kon dewe seng loro." Vion hanya menghela nafas panjang.
"Yan, mau bolos gak?" Kian menatap Vion terkejut lalu menggeleng.
"Gak ada bolos yo! Gak inget ta temen sekelas mu iku ketua osis!" Vion merengut.
"Kan aku nanya, gak usah ngegas! Tau sendiri bbm mahal!" Kian tersenyum saat mendengar gerutuan Vion.
"Makanya gak usah sok mau bolos, kon telat ae sebenernya takut buat masuk, malah mau bolos."
Tanpa Vion dan Kian sadari jika sedari tadi Vier dan sang ayah tengah memperhatikan punggung keduanya, juga tawa yang akhirnya dikeluarkan oleh Vion. Tawa yang tidak pernah lagi terdengar di rumah mereka.
"Udah sana masuk Vi." Vier mengangguk.
"Vier juga mau kayak gitu sama Vion loh yah, tapi Vion kayaknya gak mau deh." Tanpa Vier sadari jika Bumi tengah mengepalkan tangannya erat.
"Ya kalau gitu gak usah dideketin lagi mas, dia memang gak tau diri."
.
.
.
.
.
Vion menatap sebal pada Hanan yang baru saja mengajak nya ke ruang guru, lebih tepatnya memaksa. Teman sekelasnya itu mengatakan jika dirinya dan Vion yang akan mewakili kelas mereka untuk lomba antar kelas nanti.Vion tentu terkejut, karena Hanan sama sekali tidak mengatakan tentang lomba sebelumnya.
"Saya menolak pak." Hanan menatap Vion saat mendengar jawaban teman nya itu.
"Loh kenapa? Ayo lah Yon, sekali ini aja." Vion tetap menggeleng saat Hanan memaksa.
"Kamu tau kenapa aku nolak loh Nan." Hanan terdiam, tentu saja dia tau kenapa Vion tidak ingin terlihat menonjol.
"Sekali-sekali gak papa kan? Beda bidang kok." Vion adalah anak yang tidak tegaan, jadi saat melihat wajah melas Hanan remaja itu akhirnya mengangguk. Keputusan Vion jelas membuat lega wali kelas mereka.
"Pokoknya saya gak mau satu bidang sama Vier pak, kalau masih satu bidang saya mundur." Pak Muji, wali kelas mereka menatap pada Hanan.
"Vier gak ikut di bidang sains Yon, dia anak ips." Vion akhirnya mengangguk.
"Ya sudah, saya apa kata Hanan aja pak." Pak Muji dan Hanan tersenyum.
"Nah gitu dong dari tadi, kan aku seneng." Vion mencibir saat mendengar ucapan Hanan.
"Saya pamit pak, waktu istirahat saya jadi kurang nih. Padahal saya mau jajan batagor." Hanan menggelengkan kepalanya saat mendengar gerutuan Vion.
"Masalah Xavion aman ya pak, anak nya udah mau. Tinggal bapak pastikan saja kelas kita gak kalah sama kelas lain." Pak Muji menatap lekat pada Hanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
Fanfiction"Sejak kecil, aku selalu melihat hal yang berbeda. Apa yang ada pada ku atau pada mas itu juga berbeda. Aku ada tapi tidak terlihat, mau seberapa sering dan seberapa parahnya aku terluka, ayah dan bunda tidak akan pernah peduli. Mereka hanya akan pa...