12. Tawa yang indah

750 103 7
                                    


.
.
.
.
.
San dan Dimas jelas terkejut saat Vier mengatakan jika Vion mengajak mereka keluar nanti sore, bahkan kemarin saat Vier meminta Vion ikut pemuda itu menolak dengan keras.

"Kamu serius ta Vi? Vion yang ngajak?" Vier mengangguk dan tersenyum.

"Beneran San, kalau gak percaya tanya aja ke Vion." Hanan, Kaivan dan Arka yang mendengar itu hanya tersenyum, berbeda dengan Kian yang terlihat tidak suka jika Dimas ikut.

"Aku nang Vion sek." Vier menatap Kian yang baru saja beranjak ke belakang, ketempat Vion berada.

"Kamu kok keliatan e bahagia banget Vi"?" Vier tersenyum manis saat Hanan bertanya.

"Yo aku pasti bahagia Nan, Vion gak nolak lagi buat pergi sama aku loh." Hanan, Kaivan, Arka, San dan Dimas ikut tersenyum mendengar seruan bahagia Vier.

"Ngedeketin Vion itu susah Vi, kamu harus ekstra sabar. Dan lagi Vion punya alasan yang bikin dia gak mau kamu deketin, coba ngertiin itu."
.
.
.
.
.
Kian menatap Vion yang tengah memainkan kaki di kolam ikan lekat, pemuda itu tampak biasa saja setelah mengajak Vier untuk pergi bersama nya nanti.

"Yon." Vion menoleh dan menemukan Kian mendekat.

"Apa?" Kian menggeleng pelan.

"Kamu beneran mau ngajakin mereka main nanti sore?" Vion mengangguk.

"Selagi gak ada ayah disini Yan, aku pingin main sama mas Vier." Kian menghela nafas, dia terlalu tau apa yang di pikirkan sahabatnya satu ini.

"Kalau kamu memang mau main, tolong yang lepas Yon. Vier udah gede, dia pasti bisa jaga dirinya sendiri." Vion mengangguk kecil.

"Aku harap gak ada yang lapor ke ayah nantinya, aku takut tapi aku pingin." Kian menepuk pundak Vion pelan.

"Nanti bilang ke Hanan, biar Hanan yang kasih tau mereka." Vion justru menggeleng saat Kian menyarankan itu.

"Gak usah Yan, biarin aja. Aku gak mau mas Vier tau apa yang ayah lakuin ke aku." Kian berdecak kesal, padahal dia ingin sekali Vier tau apa yang dialami Vion di rumah selama dua tahun ini.

"Udah sekarang gak usah khawatirin apapun, kita liburan disini jadi lepasin semuanya." Vion mengangguk.

"Yan sini deh." Kian mendekat saat Vion menepuk lantai gazebo.

"Apa?" Kian menghela nafas saat Vion justru merebahkan kepalanya pada paha nya.

"Pusing apa ngantuk ini?" Tangan Kian spontan memainkan rambut Vion sambil memijat pelan kepala sahabatnya itu.

"Ngantuk, jadi pusing sedikit." Kian menatap lekat wajah Vion, pipi sahabatnya itu terlihat semakin tirus, tidak seperi dulu saat masih tinggal di malang.

"Berat badan mu turun lagi yo?" Vion hanya mengangguk kecil.

"Terakhir aku cek di rumah mu kemarin, turun dua kilo." Kian mengernyit tidak suka.

"Selama disini nanti makan seng banyak, pipi mu loh gak bisa di unyel-unyel lagi." Vion tertawa pelan saat Kian menusuk-nusuk pipinya dengan jari.

"Yo biarin, biar kamu gak unyel-ungel terus."
.
.
.
.
.
"Kita mau kemana?" San yang memang dasarnya selalu ingin tau akhirnya bertanya saat mereka dalam perjalanan.

"Bukit bintang." Jawaban Vion langsung membuat San dan Dimas mengernyit.

"Hah?"

"Ngapain disana? Ada tempat permainannya?" Hanan menggeleng.

"Gak ada, cuma bukit sama tanah lapang aja sih." Dimas langsung merengut.

"Lah kalau gak ada apa-apa terus ngapain kesana?" Kian yang mendengar protesan Dimas langsung berdecak.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang