03. Ramai

1.3K 130 9
                                    


.
.
.
.
.
Hanan tersenyum saat melihat Vion keluar dari mobil milik Kaivan, bersama Kian juga Arka. Remaja itu akhirnya tidak lagi terlambat dan membuat Hanan terpaksa harus menghukumnya.

Tingkah Hanan membuat San yang ada di sebelahnya menatap aneh, karena meskipun Hanan adalah ketua osis yang ramah tapi remaja itu jarang tersenyum karena sesuatu.

"Kamu senyum-senyum kenapa toh Nan? Belum minum obat yo?" Hanan langsung menatap San kesal, menurutnya sahabatnya satu itu menganggu.

"Kamu itu yang harusnya minum obat!" San hanya tertawa kecil, dia memang suka membuat Hanan kesal.

"Lagian senyum-senyum sendiri, ngeliatin apaan sih? Cewe ya?" San ikut mengedarkan pandangan, mencoba mencari tau perempuan mana yang sukses membuat Hanan tersenyum.

"Bukan cewe, tapi itu." San mengernyit saat Hanan menunjuk empat orang siswa yang masih setia berdiri di parkiran.

"Arka? Kamu suka Arka?!" Hana rasanya ingin mengeplak kepala San saat ini, bagaimana mungkin dia menyukai Arka.

"Gak gitu Sankara, aku bukan cuma ngeliatan Arka, tapi juga yang lain." San mengangguk-angguk kecil.

"Arka temenan sama Kian ya? Aku baru tau." Hanan menghela nafas lelah.

"Mereka dari sekolah yang sama waktu smp, Arka, Kian, Kaivan sama Vion." San kembali mengangguk.

"Gak penting deh, udah ayo masuk." Hanan menggeleng melihat tingkah San.

"Kalau aja kamu bukan temen ku, udah tak tendang ke genteng cok."
.
.
.
.
.
"Vion!" Kian langsung menyenggol pundak Vion saat menyadari jika Vier ada di kelas mereka, duduk di bangku Hanan. Sedangkan pemilik bangku sendiri malah berdiri di sebelahnya.

"Mau ngapain sih?" Kian menahan tawanya saat mendengar gerutuan Vion, dia tau jika Vion tidak terlalu suka di perhatikan.

Kian kembali melihat ke arah Vier yang langsung kehilangan senyum saat Vion memilih duduk di bangku nya di banding membalas sapaan Vier.

"Sombong banget sih?" Vier gelagapan saat mendengar ucapan ketus Dimas.

"J-jangan gitu Dim, Vion emang gitu." Dimas mendengus mendengar bisikan Vier, lain dengan Hanan yang hanya bisa menghela nafas melihat sikap cuek Vion.

"Dia yang tadi berangkat sama Arka kan ya?" Saat Vier dan Dimas menatap San, Hanan justru mengangguk.

"Iya dia yang tadi ada sama Arka di parkiran." San mengangguk paham, tapi kemudian menatap lekat pada Hanan.

"Dia ya yang buat kamu senyum-senyum tadi Nan?"

Plak

"Jancok cangkem mu San! Duduk ngono!" San justru tertawa saat Hanan memukul punggung nya.

Srak

Tawa San langsung berhenti saat mendengar suara bangku di geser, mereka berempat bisa melihat Vion bangkit dari bangku nya dan melangkah keluar. Vier jadi ikutan bangkit, menyadari jika di kelas itu hanya ada mereka berempat juga Kian dan Vion, karena memang masih terlalu pagi untuk yang lain datang.

Sret

"Mau kemana dek?" Vion menarik tangannya dari cekalan Vier, dia sedang tidak ingin menghabiskan tenaga untuk berbicara dengan kembarannya itu.

"Dek, kamu sakit? Kenapa ke sekolah kalau gitu? Harusnya kamu istirahat ae di rumah." Vion tetap dengan tatapan datarnya, meskipun Vier terlihat sangat khawatir saat merasakan hangat dari tubuh adiknya.

"Gak usah peduli, urusin urusan kamu sendiri!" Setelah mengatakan itu Vion berlalu pergi dari hadapan Vier, memilih untuk pergi ke ruang musik.

"Kurang ajar banget! Itu anak perlu diingetin biar sopan!" Dimas sudah akan menyusul Vion jika saja tangan nya tidak di tahan Hanan.

"Jangan buat masalah, kalau kamu bikin masalah sama Vion, Vier pasti gak suka." Vier menoleh pada sahabatnya, mengulas senyum tipis.

"Jangan marah ke Vion Dim, aku gak papa kok." Dimas mendengus kesal, lagi pula siapa Vion hingga Vier membela nya begitu.

"Vion itu adek mu kan Vi?" Dimas menatap San lekat.

"Iya, Xavion." San paham kenapa Vion bersikap seperti itu, karena bagaimana pun pasti ada yang memancing Vion untuk bersikap seperti itu pada Vier.

"Kian, kenapa kamu gak ngikutin Vion?" Kian menatap kesal pada Vier, terutama saat mendengar pertanyaan remaja tinggi itu.

"Vion lagi badmood, kalau aku ikutin bisa-bisa aku yang diamuk." Jawaban Kian terdengar dingin dan terkesan tidak peduli. Hal itu membuat Hanan khawatir pada Vion.

"Temen nya badmood kok malah gak di hibur, temen macem apa sih?!" Kian menatap tajam pada Dimas yang baru saja berucap.

"Aku lebih tau gimana Vion dari pada kamu atau Vier sekalipun, jadi gak usah banyak komen." Setelah mengatakan itu Kian beralih menatap Hanan.

"Gak usah khawatir dia bakal bolos keluar sekolah Nan, paling dia lagi sama Kaivan sekarang."
.
.
.
.
.
"Aaaaaaa Vier ganteng banget!!"

"Kian ya ampun, hebat banget sih!!"

"Hanannnn!!"

Vion memejamkan matanya saat mendengar teriakan-teriakan yang tidak jelas menurutnya, lagi pula kenapa siswi-siswi itu harus berteriak saat menonton latihan basket. Vion sendiri terpaksa duduk si bangku penonton karena Kian yang memintanya, lebih tepatnya Kian menariknya begitu kelas selesai.

Ces

Vion terkejut saat merasakan dingin di pipinya, saat menoleh Vion menemukan Arka tengah menyodorkan sebotol air mineral dingin padanya.

"Minum biar gak dehidrasi, udah tau panas gini malah duduk disini." Vion menerima air itu dan meminum nya.

"Kian yang minta." Arka menggeleng mendengar jawaban Vion.

"Kan bisa duduk di bangku sana." Vion menggeleng pelan.

"Ada temen nya mas Vier, berisik." Arka merangkul Vion, membiarkan Vier melihat mereka dari lapangan.

"Ka, pulang duluan yok." Arka langsung menoleh dan menatap lekat pada Vion.

"Ayo, sini tas mu biar aku yang bawa." Vion tidak bisa mengelak saat Arka langsung mengambil tasnya dan menariknya untuk pergi dari lapangan.

"Mereka berisik." Arka mendengar dengan jelas gerutuan Vion saat ini.

"Mau ke rumah dulu ta? Istirahat disana ae, nanti tak anter pulang?" Vion mengangguk.

"Iyo aku pusing, nanti tambah pusing kalau di rumah. Pingin balik ke malang ae rasanya." Arka mengelus kepala Vion, meskipun Vion lebih tau dari Arka, tapi Vion tidak pernah keberatan dengan perlakuan Arka.

"Nanti tak obati dulu sebelum kamu tidur yo, biar gak begitu sakit punggung mu." Lagi-lagi Vion mengangguk.

"VION MAU KEMANA?!" Vion dan Arka langsung menoleh saat mendengar teriakan Vier, jangan lupakan nafas remaja itu yang masih ngos-ngosan.

"Bukan urusan kamu." Arka hanya diam, memang Vion sendiri yang meminta supaya sahabat-sahabatnya tidak ikut berbicara jika dirinya sedang berhadapan dengan Vier.

"Kamu mau kemana dek? Langsung pulang, jangan main. Nanti dimarahi ayah." Vion mendengus lirih.

"Emang kapan ayah gak marah ke aku." Arka sebenarnya mendengar gumaman Vion namun tetap diam.

"Terserah aku mau kemana, lagian tumben banget peduli. Ayo Ka." Arka hanya bisa mengikuti langkah Vion menjauh dari Vier.

Sedangkan Vier langsung tertunduk sedih, karena lagi-lagi Vion mengatakan hal yang menyakiti perasaannya.

"Mas harus gimana biar kamu mau deket lagi sama mas?"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang