.
.
.
.
.
Jika semua anak bisa memilih maka mereka tidak akan pernah mau lahir dari orang tua yang tidak menyayanginya, semua pasti ingin terlahir dari orang tua yang mencintai dan menyayangi mereka.Vion juga seperti itu, jika dia bisa memilih dia juga ingin terlahir di cintai dan di sayangi, sama seperti Vier. Tidak hanya di hajar atau di maki, dan berakhir di buang.
Vion selalu ingin mendapat perhatian dari orang tua mereka, atau dekat dengan Vier. Dia ingin seperti anak-anak lain nya, tapi Bumi tidak pernah membiarkannya berada di sekitar Vier.
"Yon kenapa?" Arka mengelus tangan Vion pelan saat menyadari jika sahabatnya itu melamun.
"Aku ndak papa Ka." Arka menatap lekat pada Vion, pemuda itu tentu tidak percaya dengan ucapan Vion.
"Kamu mikirin opo lagi?" Vion menunduk, dia sangat tidak bisa membohongi Arka.
"Aku kangen mas Vier Ka, tapi aku takut ketemu ayah." Arka menghela nafas panjang, dia sudah sering mendengar keluhan Vion akhir-akhir ini.
"Katanya lusa udah masuk, nanti ketemu di sekolah aja." Vion mengangguk kecil.
"Arka, Kian masih lama main basketnya ya?" Arka mengangguk kali ini.
"Masih, kan mereka rapat buat lomba lusa, ada apa? Mau pulang sekarang ta?" Vion mengangguk paham. Ya bagaimana pun Kian dan Kaivan anggota ekskul basket.
"Tunggu sini sebentar yo, habis ini kita pulang, tak pamit Kian dulu."
.
.
.
.
Mungkin beberapa hari sebelumnya Vier bisa sabar untuk tidak bertemu Vion, tapi hari ini dia tidak ingin lagi menunda untuk bertemu Vion.Vier dengan segala bujuk rayu dan paksaan nya membuat Hanan akhirnya mau mengantarnya ke rumah Kian, rumah yang tidak lagi menerima kehadiran keluarga dari Vion dan Vier.
"Ngapain sih ngajakin dia kesini Nan?" Hanan mengedikan bahunya saat mendengar suara ketus Kian
"Dia ngerengek terus, makanya tak bawa kesini." Kian sebenarnya ingin marah karena Vier sudah membuat Vion kembali terluka.
"Aku cuma mau lihat adek ku Kian." Kian mendengus dan menunjuk lantai dua.
"Vion tidur sama Arka, jangan di ganggu!" Vier yang mendengar hal itu hanya bisa menghela nafas, Hanan sudah membantunya duduk di sofa ruang keluarga untuk menunggu Vion bangun.
"Udah kamu duduk sini aja Vi, tungguin Vion bangun." Vier mengangguk kecil, dia harus menurut pada Hanan agar tidak di ajak pulang.
"Vion baik-baik aja kan Nan?" Hanan mengangguk kecil.
"Vion baik." Beruntung nya Vier tidak sepeka Vion dalam menyimak pertanyaan.
"Syukur deh, aku takut dia sakit soalnya." Hanan langsung melirik Kian saat Vier mengatakan itu.
"Vion udah sakit, makanya dia gak bisa nemuin kon di rumah sakit kemarin." Hanan, Kian dan Vier langsung menoleh saat mendengar suara berat Kaivan.
"Jadi Vion gak mau ketemu aku karena sakit?" Hanan menghela nafas panjang saat mendengar gumaman Vier.
"Hanan?" Pemuda tinggi itu menoleh dan segera mendekat pada Vion.
"Hm?"
"Kenapa gak kasih tau aku kalau Vion sakit?" Hanan hanya tersenyum tipis saat Vier mengatakan itu.
"Vion yang minta, udah gak usah di pikirin lagi. Yang penting Vion udah baik sekarang." Kian dan Kaivan langsung memalingkan wajah mereka saat mendengar kata baik dari Hanan.
Ya, mereka tidak bisa lagi menyebut Vion sehat sejak hasil itu keluar. Mereka hanya bisa menyebut Vion baik saat ini.
"Kian~" panggilan lirih itu membuat keempat pemuda yang ada di ruang keluarga menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
Fanfiction"Sejak kecil, aku selalu melihat hal yang berbeda. Apa yang ada pada ku atau pada mas itu juga berbeda. Aku ada tapi tidak terlihat, mau seberapa sering dan seberapa parahnya aku terluka, ayah dan bunda tidak akan pernah peduli. Mereka hanya akan pa...