.
.
.
.
.
"Kaivan, boleh titip ini buat Vion?" Kaivan yang baru saja akan beranjak dari lapangan basket bersama Kian hanya bisa menatap bingung, apa lagi melihat kantung plastik yang di sodorkan oleh Vier, sepertinya berisi sate, dilihat dari tusuk sate yang terlihat."Kasih aja sendiri sih!" Vier langsung menghela nafas pelan.
"Vion udah pergi duluan sama Arka tadi, titip ya, aku gak liat dia di kantin tadi waktu istirahat soalnya." Kaivan mengangguk, berbeda dengan Kian yang sudah melengos pergi.
"Ya udah gue kasih ke Vion nanti, lain kali kamu kasih sendiri ae." Vier mengangguk semangat, dia juga ingin memberikan segala sesuatu untuk Vion dengan tangannya sendiri, tapi Vion pasti akak menolaknya.
"Ivan, bilangin juga ke Vion, jangan pulang terlalu malem nanti ayah marah."
.
.
.
.
.
Arka menghela nafas lega saat Vion sudah tertidur di kamarnya, karena sejak pulang tadi sahabatnya itu mengeluh jika punggungnya perih.Arka tau jika sahabatnya itu pasti tidak tidur semalaman, bagaimana Arka bisa tahu? Tentu saja karena Vion menghubunginya semalam. Meskipun tidak mengatakan apapun selain ingin ditemani, tapi Arka sudah hafal jika Vion baru saja di hukum. Dua tahun sejak mereka pindah ke surabaya, Vion selalu mendapat hukuman yang tidak seharusnya dia dapat.
"Arka Safal!!" Arka menghela nafas panjang saat mendengar panggilan Kian. Remaja itu memutuskan untuk keluar dari kamarnya agar tidak mengganggu tidur Vion.
"Jangan berisik, Vion baru aja tidur." Mendengar hal itu Kian langsung menutup mulutnya.
"Demam?" Arka mengangguk kecil.
"Luka dipunggung nya pasti bikin Vion demam, kira-kira Vier tau gak kalau Vion di pukul sama ayah mereka?" Kian yang mendengar ucapan Arka langsung mendengus.
"Boro-boro tau, paling itu anak sibuk dimanja sama emak nya." Kian paling sebal pada Vier yang terkesan tidak mengetahui apapun soal Vion.
"Ojo ngunu Yan, kalau Vion denger dia pasti kesel sama kamu." Kian mendengus sebal sebelum beralih masuk ke kamarnya.
"Udah makan belum Vion tadi?" Arka menggeleng.
"Nih ada sate dari Vier tadi, nanti bangunin dulu Vion nya." Arka hanya melihat bungkusan yang di sodorkan Kaivan.
"Nanti kamu kasih sendiri lah, aku mau mandi dulu."
.
.
.
.
.
Vion menatap lekat pada sebungkus sate yang baru saja Kaivan berikan padanya, sahabatnya itu tiba-tiba membangunkan nya dan memintanya makan."Jangan diliatin aja Yon, makan dulu." Kaivan menepuk pundak Vion pelan.
"Dari mas Vier ya?" Kaivan mengangguk.
"Iya dititipin Vier tadi, makan lah. Belum makan dari kemarin kan?" Vion semakin menunduk.
"Buat kamu ae sate nya." Kaivan mengernyit, karena dia sendiri tau Vion sangat suka sate.
"Loh? heh! Makan Xavion! Ya gusti, laporin eyang loh nanti." Vion tidak menanggapi dan justru kembali berbaring.
"Aku lagi gak pingin makan Van, kamu ae yang makan." Kaivan menghela nafas. Sepertinya dia butuh Kian atau Arka, karena Vion sedang dalam mode kepala batu.
"Yowes ya, tak maem sate ne. Awas lek engkok ngolek i ya." Vion hanya mengangguk.
"Kaivan." Kaivan menatap ke arah Vion setelah menyingkirkan sate nya.
"Hm?"
"Kangen eyang." Kaivan tersenyum lirih mendengar gumaman Vion.
"Nanti liburan kita ke malang yo, kita main-main di batu kayak dulu." Vion mengangguk kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
Fanfiction"Sejak kecil, aku selalu melihat hal yang berbeda. Apa yang ada pada ku atau pada mas itu juga berbeda. Aku ada tapi tidak terlihat, mau seberapa sering dan seberapa parahnya aku terluka, ayah dan bunda tidak akan pernah peduli. Mereka hanya akan pa...