1. MU

723 5 0
                                    

"KATAKAN YANG SEBENARNYA PADAKU, APA YANG SUDAH KAU PERBUAT PADA ANAKKU?"

"Apa kau bilang? Anakmu? Hey, dia juga anakku. Aku yang sudah melahirkannya ke dunia ini"

"Anakmu? Sejak kapan kau menganggapnya anakmu hah? Bukannya selama ini kau pergi meninggalkan anakku karena kau tidak peduli dengannya! Lalu sejak kapan kau mengaku bahwa dia anakmu juga?"

"Tapi aku ibunya deon, aku yang telah melahirkannya"

"Lalu? Kau mau mengambil anakku? Aku tidak akan pernah menyetujui dirimu membawa iren"

"Mengapa? Mengapa kau melarang ku membawa iren? Iren adalah anakku, aku berhak membawanya karena aku ibunya. Oke, jika aku tidak mengambil iren secara baik-baik. Aku akan mengambil iren secara paksa darimu deon"

"Kamu pikir semudah itu membawa iren pergi dari rumah ini? Tentu tidak akan pernah bisa karin"

"Bisa saja, bahkan aku bisa membunuhmu dan membawa iren ikut denganku. Mudah bukan?"

"Apa maksudmu?"

"Ya, aku tidak akan segan-segan membunuh mu sekarang juga deon"

"JANGAN! jangan bunuh papa. Aku sayang sama papa" Seorang anak gadis berusia 7 tahun itu berlari memeluk sang ayah sambil menangis.

"Iren"

"Mama ga boleh bunuh papa" Ucap gadis itu menatap mamanya marah.

"Iren, sini sayang. Iren mau ya ikut sama mama? Mama sayang sama Iren, mama gamau jauh dari Iren lagi. Mama mau memperbaiki semuanya, ikut sama mama ya sayang" Ucap karin jongkok di depan Iren yang masih memeluk erat pinggang deon papanya.

"Ga, Iren gamau ikut mama. Mama jahat! Mama mau bunuh papa"

"IREN!"

"JANGAN PERNAH MEMBENTAK ANAKKU!" Deon mendorong tubuh karin hingga karin bersimpuh dilantai. Darah segar mengalir lewat hidungnya. Sedetik kemudian karin tak sadarkan diri.

Iren menangis karena melihat banyak darah yang keluar dari hidung mamanya itu.

"Papa, mama berdarah pa. Cepat bawa mama ke rumah sakit pa. Kasian mama pa" Teriak Iren histeris namun deon tidak menghiraukan Iren, ia malah menarik tangan Iren untuk masuk kedalam rumah. Meskipun iren terus memberontak namun deon tetap memaksa anaknya untuk masuk bersamanya.

"Kasian mama pa, mama berdarah banyak banget. Iren mau bantuin mama" Ucap Iren yang duduk di tepi kasurnya.

Deon tak menjawab, ia langsung menutup pintu kamar Iren dan menguncinya. Iren berusaha untuk mendobrak pintu kamarnya namun apalah daya, tubuh iren yang masih belia itu tidak sanggup mendobrak pintu yang dikunci dari luar itu.

"Hiks.. Mama, iren sayang sama mama juga. Tapi iren juga sayang sama papa, iren sayang kalian berdua"

*****

"Heh! Lo bisa ga kalo jalan ga usah songong? Segala pantat lo di liak liuk begitu. Lo kira keren? Bagus? Masih bagusan juga pantatnya joko" Ucap Iren mengomentari orang yang berjalan di depannya.

"Lo bisa ga sih ga usah banyak bacot hah? Lo tau ga perjuangan gue biar bisa punya pantat montok kek begini tuh begimane? Kaga kan? Lagian syirik banget lo sama gue ren" Ucap bunga, bunga adalah sahabat karib Iren di sekolah. Sejak mereka SMP mereka selalu bersama, Hingga mereka masuk SMA. ada satu lagi cowok yang sudah masuk kedalam persahabatan mereka. Ia adalah Fahmi, Fahmi sendiri agak terpaksa ikut bergabung dengan Iren dan bunga. Karena cuma Iren dan bunga yang mau berteman dengannya saat masa SMP dulu. Dulu Fahmi adalah murid culun yang selalu di bully. Namun berkat Iren dan bunga, Fahmi jadi berubah dan bukan lagi Fahmi yang culun melainkan Fahmi yang terlihat cool dan tampan. Tak jarang dari teman-teman sekolah mereka yang iri dengan Iren dan bunga yang bisa berteman baik dengan Fahmi si cowok dingin. Namun sikap Fahmi sendiri berbeda jika hanya bertiga dengan sahabatnya itu. Ia akan menjadi sosok yang humoris dan begitu menyayangi kedua wanita yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu.

"Eh btw, nga lo-"

"Jangan nga napa, apa susahnya sih ren lo sebut nama gue tu yang bener. Bunga kek, kenapa harus manggilnya nga sih? Ga enak bener di dengernya" Potong bunga, menatap Iren kesal.

"Hahaha, iya-iya sory. Btw besok lo jadi jemput abang lo?" Tanya Iren pada bunga.

"Jadi, kenapa? Lo mau ikut? Ga usah! Yang ada ntar lo caper sama abang gue" Ucap bunga yang sudah menebak jalan pikiran Iren.

"Ya elah ng-"

"Bunga!" Potong bunga.

"Demen banget lo motong ucapan gue, heran gue mah"

"Gue cuma ingetin"

"Ayolah bunga cantik, mekar mewangi. Izinin sahabat lo ini untuk ikut serta menjemput calon suami gue" Ucap Iren memohon.

"Dih, dosa apa yang abang gue perbuat kalo sampe lo calon istrinya" Ucap bunga tak segan-segan. Memang mulut bunga itu tidak bisa berbicara baik-baik. Namun Iren sudah terbiasa dengan sifat sahabatnya itu, jadi tidak pernah ia masukkan ke hati.

"Lo tau ga sih, abang lo itu benar-benar idaman bunga. Udah sholeh, lulusan pesantren, cakep, pinter, idaman gue banget deh pokoknya" Ucap Iren sembari membayangkan wajah abang dari sahabatnya itu.

"Heh, udah. Lo pasti lagi ngebayangin abang gue kan? Kalo abang gue sampe tau lo ngebayangin dia. Langsung kena semprot lo pake dalil" Bunga meraup wajah Iren yang sedang tersenyum membayangkan wajah abang sahabatnya.

"Cih, tangan lo bau lele"

"Enak aja, gue tadi abis makan jengkol asal lo tau"

"Anjir bunga bangke emang lo"

"Hahaha, sedep kan baunya? HAH?!"

"ANJIR BUNGA BAU BANGKE!"

****

"Kalau begitu saya izin masukin barang ke bagasi mobil ya pak kiayi" Ucap pemuda yang berdiri sambil memegang 2 koper besar miliknya dan sahabatnya.

"Nggeh, monggo"

"Hati-hati disana ya nduk, inget pesan abah. Kamu berada di lingkungan orang lain, jaga sikapnya. Jangan membuat repot keluarga dari banyu disana" Ucap Abah rahman pada putra sulungnya yang sementara akan tinggal di jakarta dengan sahabatnya. Bukan tanpa alasan. Karena memang anaknya mendapat tugas dari kampusnya yang dengan terpaksa harus menginap beberapa bulan dijakarta sampai tugas kampusnya usai.

"Nggeh abah, abah juga jaga diri baik-baik disini. Abah jangan terlalu capek ngurus pesantren bah, biarkan hilal yang membantu abah selagi zaid di jakarta. Zaid akan segera kembali ke pesantren setelah urusan kuliah Zaid selesai" Zaid, lelaki itu mencium punggung dan telapak tangan abah nya dengan lembut lalu beralih pada sosok wanita yang sangat Zaid cintai.

Ummi nya.
"Ummi, Zaid izin pamit untuk menyelesaikan urusan kuliah Zaid ya ummi, Zaid meminta restu ummi agar semuanya dilancarkan tanpa kendala. Dan Zaid bisa kembali ke pesantren lagi dengan selamat. Doa ummi paling berpengaruh untuk Zaid"

"Pergilah nak, ummi selalu mendoakan anak-anak ummi dimanapun dan kapanpun. Kamu jaga diri baik-baik disana ya. Jangan pernah lupakan kewajiban kamu disana, baik-baik lah nak" Ummi hana memeluk putranya, ia menangis karena beberapa bulan tidak akan bertemu dengan putra sulungnya.

Zaid menatap hilal.
"Jagain ummi sama abah selagi mas di jakarta ya, mas titip abah sama ummi sama kamu"

"Siap mas, mas Zaid tenang aja. Hilal akan melindungi abah dan ummi selagi mas Zaid pergi" Ucap hilal dengan semangat. Padahal dirinya juga agak tidak rela jika berjauhan dengan mas nya, mungkin karena mereka sedari kecil selalu bersama jadi ada kerinduan yang mendalam jika mereka berjauhan.

"Kalau begitu Zaid pamit ya abah, ummi, hilal"

"Banyu juga pamit pak kiyai, bu nyai, Gus hilal" Ucap banyu

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam"

****

MAS USTADZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang