Iren kini tengah memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam koper, setelah acara baper-baperan tadi bersama Zaid, Zaid mengajak Iren untuk tinggal dirumah seberangnya itu. Ya! Rumah itu kini sudah Zaid beli atas nama Iren. Awalnya Iren terkejut dan hendak menolak namun melihat wajah suaminya yang begitu memohon mau tidak mau Iren mengikuti apa kata suaminya itu. Dan kini dengan perasaan kesalnya Iren memasukkan semua pakaiannya.
Zaid yang melihat istrinya cemberut langsung menaruh HP nya dan menghampiri sang istri.
"Kamu tidak perlu membawa semua baju kamu" Ucap Zaid
Kegiatan Iren terhenti, Iren mendongak menatap wajah suaminya itu.
"Kan lo tadi bilangnya semua" Jawab iren dengan nada kesal.
"Kapan? Saya tidak bilang semuanya, saya bilang semua barang yang ingin kamu bawa. Apa dua koper ini adalah barang yang ingin kamu bawa? Saya mengajak kamu pindah itu hanya ke rumah sebelah, bukan ke afrika atau hongkong sayang" Ucap Zaid
"Y-ya udah sih, gampang tinggal beresin lagi. Terus bisa ga! Ga usah ada manggil sayang? Geli gue dengernya" Ucap Iren dan kembali mengeluarkan beberapa barang yang tidak akan ia bawa.
"Lalu saya memanggil kamu apa? Honey? Sweety? Darling? Zaujati? Habibati?" Ucap Zaid menyebutkan semua panggilan kesayangan.
"Dih, nambah geli" Ucap Iren bergidik.
"Bagaimana? Mau dipanggil apa?" Tanya Zaid lagi.
"Terserah lo deh mau manggil gue apa. Pusing gue" Ucap Iren.
Zaid tertawa membuat Iren menatap wajah lelaki itu. Cakep!
"Lo bisa gak! Ga usah ketawa?" Tanya Iren membuat Zaid menghentikan tawanya.
"Kenapa?"
"Jantung gue disko"
****
"Bi marsih, maafin Iren ya bi kalo selama Iren tinggal disini Iren ga pernah bantuin bibi beres-beres rumah, kamar Iren juga yang bersihin bibi terus. Bibi-"
"Ga usah lebay sayang, kamu cuma pindah ke rumah sebelah, bukan ke negeri sebelah" Potong sang papa.
"Papa mah ih, merusak suasana aja" Ucap Iren menghapus air matanya.
"Tidak apa non, mari bibi bantu bawa barang-barangnya" Ucap bi marsih.
"Makasih bi"
****
Setelah mereka membereskan semua barang-barang Iren dirumah Zaid. Iren duduk di sofa yang ada di kamar sambil menyenderkan punggungnya.
"Capek banget, udah kaya abis ngerjain tugasnya pak kumis" Gumam Iren sambil memejamkan matanya.
"Kamu sudah makan?" Suara Zaid membuat Iren kembali membuka mata dan menatap Zaid yang masuk ke dalam kamar dengan membawa sepiring nasi dan lauk.
"Belum, itu buat gue?" Tanya Iren menatap penuh nafsu ke arah piring berisi makanan yang dibawa Zaid.
"Ini punya saya, kamu kalau mau makan masak sendiri" Jawab Zaid duduk di samping Iren dan memakan makanan itu tanpa menawari Iren.
"Lo ga asik banget sih jadi suami, kalo lo masak sesuatu ya seenggaknya lo bikinin juga lah buat gue" Decak Iren dengan wajah ditekuk.
"Kamu mau?" Tanya Zaid.
Iren menoleh dan mengangguk antusias.
Zaid menyendokkan nasi beserta lauknya lalu mengulurkannya ke depan mulut Iren.
"Gue bisa makan sendiri?!" Ucap Iren menolak suapan Zaid.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS USTADZ
Romantizm-Kedua mata ini, yang akan selalu aku tatap disetiap aku membuka mata dan menutup mata. Kedua pipi ini, yang akan selalu ku kecup di setiap kau berada di dekatku. dan bibir ini, yang akan selalu menjadi tempat favoritku yang ada diwajah cantikmu. ya...