8. MU

174 3 1
                                    

Iren terbangun dari tidurnya, jam menunjukkan pukul 18.30 artinya sudah memasuki waktu maghrib. Iren langsung bergegas menuju kamar mandi, mencuci mukanya dan dilanjut wudhu lalu melaksanakan kewajibannya.

Setelah selesai, Iren tak langsung beranjak, ia mengadahkan tangannya.

"Ya Allah ya rabb, izinkanlah aku bertemu dengan ibuku, aku merindukan ibuku Tuhan, ibu yang telah melahirkan ku, aku ingin melihat bagaimana keadaannya sekarang. Aku pernah membaca satu buku yang dimana ditulis bahwa surga ada di telapak kaki ibu, aku ingin mencium surgaku. Aku ingin merawat ibuku, berilah petunjuk jalan agar aku bisa bertemu kembali dengan ibuku Tuhan, aku sangat ingin keluarga ku kembali utuh. Aamiin ya rabbal 'alamin"

Iren melipat kembali mukenah nya lalu menyimpan nya kembali ke tempat. Iren berjalan membuka gorden pintu balkon kamarnya.

Malam ini begitu dingin. Iren melihat seseorang di seberang sana yang sedang duduk sambil melihat ke arah laptop, di sebelahnya sudah ada teropong yang mengarah ke atas langit. Memang langit malam ini terlihat ada bulan dan beberapa bintang yang mengelilinginya. Sepertinya orang itu tengah meneliti.

Sedangkan Zaid yang merasa jika ada yang memperhatikannya pun menoleh ke samping, dan mata mereka bertemu, cukup lama saling bertatap. Zaid tersenyum ramah ke arah Iren. Sedangkan Iren mengkerutkan kening nya lalu beranjak masuk ke dalam kamarnya tak lupa menutup gorden agar tetangga barunya itu tidak bisa melihat ke kamarnya.

"Aneh banget sih, kalo ketemu kadang cueknya minta ampun, kadang sombong. Tapi kadang ramah juga, eh tapi gue kok baru sadar ya kalo ternyata dia yang nempatin rumah itu? Memang sih dulunya rumah itu disewakan tapi kenapa gue baru sadar sekarang pas dia tinggal disitu? Atau jangan-jangan dia ngikutin gue pas abis balik dari rumah bang banyu? Kenapa dia ga tinggal dirumah bang banyu? Kenapa harus nyewa rumah sendiri? Ribet banget hidup tu orang"

****

Iren dan papanya sekarang sedang dalam perjalanan pulang, sebelum pulang ke rumah papanya mengajak Iren untuk pergi ke sebuah butik yang terkenal di jakarta.

"Papa mau beli baju buat siapa?" Tanya Iren curiga karena sedari tadi mereka hanya berkeliling di bagian khusus wanita, apalagi ini versi syar'i atau yang biasa di pakai ukhti-ukhti yang mau ke kajian.

"Buat kamu" Jawab Deon singkat sambil memilih baju gamis dan mencocokkannya dengan badan Iren.

"Hah? Buat Iren pa? Iren ga pake baju kaya gini pa" Ucap Iren terkejut.

Deon menatap iren.

"Besok akan ada tamu spesial, dan papa mau carikan baju yang spesial juga buat anak papa. Jadi lebih baik sekarang kamu diam saja dan nurut apa kata papa, oke?"

Iren hanya mengangguk, toh cuma untuk acara saja. Tapi acara apa?

"Nah, ini cocok untuk kamu. Tinggal cari hijab nya. Eum mba! Tolong carikan hijab yang bagus untuk gamis ini" Ucap Deon memanggil karyawan butik itu.

"Yuk kita ke kasir" Ajak deon.

Saat berjalan ke arah kasir, mata iren tertuju pada mukenah atas bawah berwarna dusty itu. Iren ingin membelinya namun gengsi untuk bilang ke sang papa.

"Mba, tolong di bungkus ya" Tanya deon.

"Baik pak"

"Terimakasih"

"Terimakasih kembali pak"

Deon dan Iren beranjak keluar dari butik itu dan melanjutkan perjalanan menuju rumah mereka.

"Mba, bungkus mukenah dusty itu ya"

"Baik mas"

****

MAS USTADZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang