Vote dulu, yash!
Kalian baca ini di mana?
Baca jam berapa?
Gue nulis tadi pagi bangun tidur, dan ini up 09 : 15 pagi masih dikasur, masih pake pajamas biru garis-garis.
Kalian baca pake baju apa? Siapa tahu warnanya sama :) artinya kita satu partai dan membentuk koalisi.
Ya udah, jangan lupa makan, abis makan minum ya! Gue ngingetin minum, soalnya kemaren ngientein makan doang, yang diingetin seret katanya soalnya nggak minum.
Oke! Jaga kesehatan! Sekarang Happy reading!
Tarik napas dulu!
.
.
.
Mereka menuruti mau gue untuk balik lagi ke rumah Ibuk nemuin Daddy dan membela Mas Al.
Rasa sakit, sesak dan ngilu ditumpuk dan ditimbun menjadi satu. Mata ini basah meratap mengatakan Mas Al nggak bersalah karena gue yang datang ke dia setelah kabur.
Pembelaan di-iya-kan dan masalah diselesaikan secara kekeluargaan, tapi dengan syatar gue harus pulang dan berhenti berhubungan dengan Mas Al dan apa pun yang menyangkut dirinya.
Semesata ... Dega hampir sakit jiwa setelah Kau buat gue rasakan patah hati terhebat ini.
Gue peluk Orenjus dalam kotak kaca, dingin kaku tubuh ini selama perjalanan pulang ke rumah. Gue diem, tapi air mata gue terus ngalir tanpa henti.
Apa ini yang disebut seolah waktu berhenti? Apa ini akan menjadi salah satu kematian pertamaku? Sakit sekali saat gue nggak bisa lagi ngomong apa-apa dan memilih mas Al bebas dari tuduhan dan kami dipisahkan.
Makin sesak dada gue, makin erat gue peluk kotak kaca Orenjus, merunduk dan bahu ini kembali bergetar karena menangis. "Orenjuss ..., tolong ini sakit banget,"
Sesenggukan tanpa ada yang peduli gue sakit hati dan menangis hampir pingsan begini. Ajudan tadi duduk di kursi depan sebelah si pengemudi, sementara Daddy ada di mobil yang lain lagi.
"Mas Al ...," panggil gue terisak lirih menyebut namanya.
Sakit, sakit banget sumpah ketika kami beneran harus terpisah dengan cara begini.
Nyampe di rumah, pelataran rumah gue kembali sesak berjejal-jejalan para pencari berita. Yah! Di sana ada kamera recorder, awak media berkerumun dan melontarkan pertanyaan yang memaksa.
Gue dalam mobil merunduk dalam membungkuk menyembunyikan diri dengan semkain mengeratkan pelukan pada kotak kaca Orenjus. Gue benci ini! Ini sama seperti sepuluh tahun yang lalu di mana gue jadi pusat dunia untuk dikasihani waktu itu, atau tepatnya untuk digali dan digoreng beritanya tentamg betapa malang dan menderitanya Prabu Arya Pandega si anak menteri korban kejahatan manusia.
Nyampe di depan rumah setelah masuk ke pelataran gue keluar mobil dengan dipeluk si ajudan, dilindungi wajah ini dari sorotan media, sama halnya sepuluh tahun yang lalu saat gue digendong Mommy, disembunyikan wajah ini ke ceruk lehernya pulang dari rumah sakit setelah visum dan oprasi menghindari media di pelataran rumah.
Lag! Sakit hati gue karena dipisahkan dari mas Al bertanbah sakit dan ngilu detik otak bawa ke memori di mana setelah pelecehan di kamar mandi, gue inget lagi gimana rasa sakit itu detik tubuh kecil gue waktu itu dibanting ke ranjang, dikoyak dan dirobek seolah menjadi dua bagian, diruda paksa bergilir lebih dari dua anak SMA bejad sialan.
"Dega," Mommy peluk detik gue mau ambruk sampai di dalam rumah dan pintu ditutup.
Tentang Mas Al, Media, ingatan rasa sakit dan takut sepuluh tahun yang lalu bertuburkan dan berdesakan, otak gue bebal hampir hilang kewarasan.
Setengah sadar gue digendong ajudan dan dibawa naik ke kamar lalu dibaringkan ke atas ranjang, gue cuma bisa denger suara dengung serak bersahut-sahutan.
Rasanya bagai tenggelam ke dasar lautan luka dalam, apa sekasihan ini hidup seorang Prabu Arya Pandega? Apa setiap kenangan buruk dan rasa sakit harus terus terekam jelas oleh otak dan menjadi keabadian?
Mata ini makin basah tanpa gue bisa menguasai diri, seluruh sendi lemas meski bisa gue rasakan telapak tangan lembut mommy hapus air mata di pipi.
Suara riuh di depan bawah sana dari awak media, suara riuh di kepala dan hati gue juga menggerogoti jiwa. Sekali lagi, media di pelataran sana, rekaman ketakutan sepuluh tahun yang lalu di kepala, koyakan rasa sakit di dalam dada karena dipisahkan dari mas Al juga bawa gue lebih dalam terluka.
Sakit, sesak, ngilu menjadi satu, napas gue memendek, otak gue berhenti bekerja lalu semua gelap.
..
.
Perlahan gue buka mata, ini nyata, ini masih kamar gue. Napas gue lebih teratur karena selang oksigen ternyata, dan telapak tangan kiri kebas karena jarum infus di sana.
Kulum bibir. "Mas Al," serak gue sebut nama manusia tercinta yang udah nggak bisa lagi gue hirup aroma napas tubuhnya. "Dega mau mas Al," Mata gue basah lagi.
Suara riuh bagai ombak itu udah pergi, hanya sunyi ... gelap dalam penderitaan, gue beneran seolah diseret lebih dalam sadar kenyataan Mas Al nggak bisa lagi digenggam.
Kelopak mawar yang meletup dan berhambur dalam dada, detak jantung bertalu saat seolah Mas Al genggam tangan gue dan menari di atas pelangi kini sirna.
Lautan air mata dan rasa sakit akan kenyataan melahap habis kebahagiaan gue yang sedang jatuh cinta. Lautan gelap dengan semua cahayanya yang dibungkam tertutup. Gue ingin menangis sejadi-jadinya, berteriak ganas meronta menolak nyata tapi gue nggak bisa. Kenapa semesta jadikan gue begitu lemah tak berdaya. "Dega mau mas Al," Sekali lagi air mata ini mengalir dalam diam.
"Dee," Suara lembut Mommy gue dengar, sentuhan halus di pipi gue rasakan.
"Dega mau mas Al," Ngilu banget, sakit banget, gue nggak tahan. Dan terjadi lagi gue hampir kembali tenggelam perlahan, mencoba bertahan untuk tetap sadar, tapi sakit dalam dada begitu menghantam.
"Sayang," Suara Mommy gue denger samar serak tertahan.
"Mas Al, Dega mau sama mas ... apa mas denger Dega sekarang?" Bibir ini getar lirih bertanya padanya yang sekarang gue nggak tahu sedang apa dan bagaimana keadaannya. "Mas ...," Lalu semua kembali gelap seperti awal.
Tbc ...
An : Anggap aja ini double update dari yang semalem, soalnya Mas semangkalegit nggak mau update kalau gue belum update.
Happy weekend! Main ke mana hari minggu ini?
Minggu, 8 Januari 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFARIZKY
Teen FictionDia Alfarizky, cowok yang kasih tahu gue bahwa dunia itu indah, dunia nggak semenyeramkan apa yang gue pikirkan, dunia bakalan ramah kalau kita ramah. katanya, "Jadilah orang baik, maka kamu akan diterima di mana pun dan siapa pun, tanpa ditanya suk...