16 | Pilih Bahagia

7.2K 1K 114
                                    

Vote!

.

.

.

Mas Al beneran ngajakin gue beli Yupi, susu kotak, cokelat, taro net dan permen ke mini market depan komplek naik motor.

Ini jam empat sore, mini market nggak terlalu ramai dan Mas Al juga selalu di belakang jagain. Pun pas gue antre di kasir dia setia nemenin.

Barkot di-scan dan struk belanjaan keluar, Mas Al keluarin dompet mau bayar, tapi gue tahan. "Pake punya Dega aja, Mas,"

"Eung?" Mas Al berdengung.

Gue abaikan dia dan keluarin kartu debit dari dompet. Gue udah dapat transferan dari owner publisher yang minang buku-buku gue. Kasihan Mas Al jajanin mulu dari awal dateng.

Kantong belanjaan diterima dan kami keluar dengan Mas Al yang dorongin pintu pun nahan buat gue lewat. "Dega punya uang?" tanya Mas Al sambil kami jalan ke parkiran nuju motor gendut Mas Al.

"Punya, banyak!" Gue senyum D nunjukin barisan gigi.

"Dari mana? Jangan bilang dari Mbah Kebon," Mas Al pakein helemnya ke gue.

"Siapa Mbah Kebon?" tanya gue sedikit mendongak saat Mas Al kaitin kancingnya.

"Admin babi ngepet,"

"Eung? Nggak lah! Ini duit dari sugar mommy," Makin lebar senyum gue, rasanya bangga udah bisa berpenghasilan sendiri.

Tapi mata mas Al malah membulat sempurna detik gue bilang sugar mommy. "Sugar mommy?" beonya dengan nada aneh.

Gue ngangguk dua kali.

"Dega jadi sugar Baby?"

"Nggak," Gue ketawa. "Ini uang hasil tulisan Dega," Gue makin membanggakan apa yang gue bisa.

"Oo," Mas Al ikut ketawa setelah itu, keliatan lega.

"Tapi katanya kalau Dega mau, mau kok beliau rawat Dega jadi baby-nya,"

Dan mas Al langsung pasang muka datar seketika.

Gue ketawa puas godain dia. Asli lucu, mata teduh indahnya disipitin coba nyorot gue nyalang tapi malah bikin makin tampan.

Asli, kalau bukan di pelataran mini market pengin gue peluk dia dan unyel-unyel pipinya. "Candaa ...,"

"Ish," Mas Al mendesis nggak suka, tapi gue tahu itu juga bercanda. "Ya udah, ayok!"

"Mas! Dega yang bawa motornya," tahan gue.

"Bisa bawa motor?"

Gue ambil alih kontak motornya yang mau dia colokin. "Bisa, lah!" Dan kasih kantung jajan tadi ke Mas Al. "Awas," Lalu duduk di depan duluin dia. "Ayok!" Ajak gue berlagak sok dominan.

Mas Al kedip dua kali menggangin kantong jajan tadi.

"Ayook!" ajak gue lagi coba sadarin dia.

"Nyungsep nggak, nih?" Mas Al naik ragu ke jok belakang.

"Nggak, lah!" Dan gue nyalain mesin terus kami keluar dari parkiran.

Mas Al maju makin rapatin tubuh ke gue sambil ngekekeh. "Kok, gini doang gue bangga ya?"

Gue putar bola mata malas. "Naik motor doang, ealah ...,"

"Dega belajar dari mana?" Mas Al peluk pinggang gue pake satu tangan bebasnya.

"Kadang kalau gabut gue muter-muter di pekarangan naik motor ngelilingin rumah," jawab gue jujur.

"Agak lain,"

ALFARIZKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang