Ini agak sensitif, mohon kebijakan 🔞
Vote!
.
.
.
Lutut kecil itu tersungkur menyentuh lantai basah kamar mandi. Mata sipit cantik itu juga tak kalah basah dan nanar bingung pun takut.
Dijambak rambut hitam tebalnya hingga dia mendongak, bibir mungil merah basahnya gemetar menahan tangis, dadanya kembang kempis dengan kedua telapak tangan kini mencoba mendorong lutut remaja SMA si tetangga yang tadi mengatakan akan mengajak main bersama dan menjanjikan es krim untuknya.
Dega kecil menggeleng memberontak dengan rasa sakit di kulit kepala karena cengkeraman tangan besar itu.
Matanya terbelalak, dia tersedak saat benda tumpul panjang melogok kerongkongan kecilnya, napasnya tersengal-sengal. Menangis dengan derai air mata tanpa suara.
Perih di kulit kepala yang rasanya hampir mengelupas, leher yang rasanya hampir patah, kerongkongan yang diobok dan disodok hingga ia tersengal tak bisa bernapas, bahkan tersedak saat semburan putih panas itu semakin disentak hingga keluar melalui hidung.
Dega kecil membungkuk terbatuk memegangi dada dengan tangan kecilnya yang melemas, tapi tidak sampai di situ saat rambutnya kembali dijambak dan diongakan oleh tangan besar lain, pipi cubby kemerahannya dicengkram agar mulutnya kembali menganga, dan dua remaja lain siap melakukan hal yang sama.
"Mommyyyyyyy ...!!" Gue terbangun dari mimpi buruk sialan itu, rasa sakit itu, ketakutan itu, bayang-bayang kelam itu.
Mata gue basah lagi, gue nggak bisa kendaliin ini. Gue nggak bisaa ..., gue takut.
"Sayang," Mommy datang buka pintu dan langsung berhanbur meluk gue.
Gue nangis lagi, Duduk menekuk lutut dan memeluknya dalam selimut.
"Husst ... Mommy di sini, Mommy di sini, Nak ...," Mommy peluk gue dan muali usap rambut lembut.
Kami diam dalam posisi ini, cukup lama mommy peluk gue tanpa bicara apa-apa sembari gue coba atur napas dan tenangin diri.
"Udah nggak apa-apa," Mommy urai peluk dan nyibak rambut gue ke belakangan saat napas gue kembali normal. "Nggak apa-apa, Sayang ...," Mommy hapus air mata gue pake telapak tangan halus lembutnya. "Nggak apa-apa, oke? Itu cuma mimpi buruk,"
Gue ngangguk meski tetap pejamin mata coba tenang.
"Nggak apa-apa, oke?"
Gue tarik napas dalam dan ngangguk.
"Mau tidur lagi?" tanya Mommy lembut sekali.
Gue ngangguk lagi.
"Mommy keluar?" ijin mommy antara yakin dan ragu dari nada suaranya.
Gue ngangguk, kadang sendirian menetralkan keadaan lebih baik buat gue.
Dikecup kedua kelopak mata ini bergantian, kemudian kening, dan sekali lagi mommy sibak rambut gue ke belakang. "Ya udah Mommy keluar yah?"
Dan lagi-lagi gue cuma ngangguk sebagai jawaban, sebelum akhirnya mommy kembali keluar dan tutup pintu.
Gue tarik napas dalam lagi, ngusak wajah kasar naik turun. Jilat bibir bawah dongak nengok jam dinding. Setengah satu dini hari.
Beringsut turun dari ranjang dan nyalain lampu lagi. Duduk di depan akuarium Orenjus.
"Lo tidur?" tanya gue ke dia yang bahkan sama sekali nggak terganggu dengan nyalanya lampu kamar.
"Orenjus, gue benci tidur, gue benci ngantuk, gue benci ingatan gue," Gue lipat tangan di atas meja. "Tapi gue udah 18 tahun, harusnya 10 cukupkan buat gue lupa?"
Mendengkuskan tawa hambar. "Sayangnya Tuhan kasih otak gue di atas rata-rata, agak sialan juga ya?"
Hela napas lagi, gue tinggalin Orenjus geser kursi ke sebelah dan buka laptop. Masuk ke web favorit dan liat notifikasi di sana. Kadang itu jadi obat. Gue suka saat dipuji, gue suka saat banyak komentar masuk di buku karya gue yang kebanyakan humor. Gue suka saat pembaca gue ketawa tapi pake emoji nangis, itu lucu. Gue merasa berhasil dan ikut bahagia kalau mereka bahagia dan menikmati tulisan gue yang super ngarang dan isinya haha hihi doang.
Ini dini hari, dan kadang gue selalu iseng liat-liat profil dari pembaca, karena kadang dapat inspirasi juga dari sana. Liat apa favorit mereka dengan liat daftar bacaannya, atau kadang sekedar iseng liat ava, atau bio yang lucu. Contohnya. "Apa lo? Mau apa lo? Nggak ada apa-apa di sini!" Terus. "Ciie stalking," Ada lagi yang motivasi hidup. "Kalau hidup kamu malang, cobalah ke bali," Terus. "Mensana in corpore sano," Random, lucu, tapi hal sekecil itu bikin gue ketawa, dan gue bahagia hanya karena hal sesepele itu.
Lalu nama-nama mereka, kadang suka aneh dan ada-ada aja. Kayak pentilbapakmu, kentangcangtip, hidupguabulat, dan nama random lain.
Masuk ke dm, itu numpuk, isinya ucapan makasih, nyatain cinta, kirim puisi, nagih update, bahkan ada yang minta nomer rekening.
Gue abaikan, tapi tetep kadang gue baca, dan hati gue hangat saat ucapan terima kasih itu seolah ditulis begitu tulus di sana.
Masuk ke buku, liat salah satu chapter dan masuk ke kolom komentar, gue baca satu-satu dan bakalan ketawa lagi saat nemuin hal ramdom lain. Kadang gue berfikir, sebahagia ini mereka dan se-absurd itu ternyata.
Intinya gue suka pembaca gue ketawa, merasa diri gue ini berguna bisa hibur mereka yang gue sendiri nggak tahu mungkin banyak rasa sakit yang mereka lalui dan hadapi, setidaknya gue bisa menjadi secuil obat, meski gue juga butuh obat.
Nyampe gue temuin salah satu komentar dari salah satu pengguna yang mungkin sedikt peka dan bikin gue sedikt takut juga, lalu dibalas pengguna lain yang nggak tahu kenapa menarik perhatian pun bikin hati gue sedikt tenang dan menghangat karena pengertiannya.
Gue nggak tahu, banyak yang gue liat, banyak yang gue baca, tapi percakapan dua orang ini seolah membaca karakter seseorang yang ditutup rapat dari naskah buku humor yang gue cipta.
Dia siapa? Dia kenapa? Dan gue buka profilnya, di sana nggak ada apa-apa, dia murni pembaca. Nggak tahu mendadak ada rasa ingin nyapa, tapi gue nggak punya alasan untuk memulainya.
Tbc ...
An : Ini tetap fiksi ya, gusy! Jangan ambil opini sendiri ...
Kami sayang kalian.
Kamis, 13 Oktober 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFARIZKY
Fiksi RemajaDia Alfarizky, cowok yang kasih tahu gue bahwa dunia itu indah, dunia nggak semenyeramkan apa yang gue pikirkan, dunia bakalan ramah kalau kita ramah. katanya, "Jadilah orang baik, maka kamu akan diterima di mana pun dan siapa pun, tanpa ditanya suk...