Saya sebagai penulis cerita ini meminta maaf jika terdapat nama tokoh yang sama dengan pembaca. Saya tidak berniat menyinggung anda sekalian ataupun menghina nama kalian yang kalian punya di chapter ini.
*******
Dia adalah Anisa Putri. Iya, namanya yang biasa dan pasaran. Wajah yang biasa. Kehidupan yang biasa. Teman pergaulannya pun yang sangat biasa.
Tidak seperti ketiga gadis yang duduk ceria di bawah pohon yang rindang. Auranya memancar kemana-mana sehingga sebagian orang yang melihatnya sangat silau. Bahkan pohon yang berada di dekatnya pun bersyukur sekali karena pernah hidup di samping mereka bertiga dan melihat sesekali mereka tertawa.
Anisa juga mendengar bahwa Rosalia adalah keturunan konglomerat yang berarti dia adalah orang yang penuh dengan harta. Dibandingkan dengan dirinya yang ayahnya pekerja pabrik yang mendapatkan upah biasa saja.
Bahkan, silsilah keluarga dan kebutuhan hidupnya sangat biasa.
Namun itu terlepas ketika dia bersyukur daripada dirinya yang dibandingkan dengan pengemis jalanan yang lusuh.
Iya, bahkan sikapnya pun biasa saja. Tidak mengeluh ataupun terlalu sombong.
Anisa terbangun dari lamunannya ketika mendengar suara jeritan dari gerombolan yang berkumpul di depan lapangan basket.
Hari ini jam kosong sampai bel pulang sekolah berbunyi. Para guru terpaksa meninggalkan para siswa dan siswi di dalam kelas karena terpaksa mengikuti rapat yang mendadak.
Sedangkan di bawah sana terdapat lapangan basket yang dipenuhi cowok tampan yang sedang bermain bola basket. Kini tim Resvan melawan tim Darren, sedangkan Ervin hanya diam di kursi penonton dengan buku yang dibacanya.
Anisa menatap kagum lewat jendela di ruang kelasnya yang melihat di bawah sana saat Resvan mencetak masuk bola ke dalam ring. Kini tim Resvan mendapat dua poin, Darren pun berteriak frustasi sambil mengacak-acak surainya yang pirang.
Bahkan tingkah lakunya Anisa itu sangat biasa. Dia hanya duduk melamun ataupun mengobrol sesekali dengan teman sepergaulannya.
Rosalia, Sekar, dan Lily dengan tiba-tiba sudah sampai di kelas Anisa. Anisa yang melihatnya melotot kaget.
Rasanya aneh jika mereka bertiga masuk ke kelas sepuluh. Lagipula di kelas mereka tidak ada kenalan dekat dengan mereka.
Sepertinya mereka bertiga menghampiri meja yang ditempati Anisa. Mereka berjalan mendekat ke arahnya.
Wajah ketiga gadis itu tampak semakin cantik jika dilihat dari dekat. Mereka seakan sumber cahaya selain dari matahari. Rosa tak henti-henti menatap mereka kagum.
Namun mereka bertiga melewati meja Anisa. Mereka bertiga sebenarnya menghampiri satu gadis cantik yang tengah digerumbunginya oleh tiga laki-laki. Wajah gadis itu sangat takut karena melihat laki-laki tersebut terlihat macam-macam dengannya.
Anisa terlonjak kaget ketika melihatnya. Bagaimana bisa ia tidak menyadari. Bahkan gadis tersebut teriak kencang beberapa kali. Namun kalah nyaring karena suara jeritan para perempuan yang berada di bawah sana.
Sekar mengenggam bahu lalu menarik mundur salah satu laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut menyentuh bahunya ketika ia merasakan rasa sakit karena bahunya digenggam Sekar dengan kuat. Masih beruntung karena tulangnya belum patah. Tapi ia memasang wajah menyebalkan seolah berkata ingin mengajak berkelahi dengan Sekar.
"Kenapa?" Sekar bertanya pura-pura tidak tahu.
"Ayo gelut sini." Ajaknya sok jagoan.
Sekar tersenyum miring. Bukankah terlalu brengsek saat pria ini baru saja ingin bertindak macam-macam dengan satu gadis tadi ditambah mengajak berkelahi dengan satu gadis cantik lainnya yang kini tampak dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTRONOMY EYES
Teen FictionJika kalian ingin bertanya bahwa apa keinginan utama Resvan di dunia ini, Jawabannya hanyalah ketenangan. Tetapi, keinginannya itu tak akan pernah terwujud karena ketampanannya yang membuat semua orang datang bergerombol mengelilingi Resvan, layakn...