"Pulang sana!" usir salah satu siswa perempuan kepada wartawan itu.
Semuanya yang ada di tempat kemah ini menjadi marah karena wartawan dan kameramen itu telah membuat suasana disekitar sini menjadi tidak nyaman. Ditambah, tempat ini dijadikan tempat untuk bahan berita tanpa seizin mereka, padahal tempat ini sudah disewa oleh mereka.
Setelah mendapat makian yang mengusir wartawan itu, dia berteriak, "SAYA AKAN PERGI SETELAH SAYA SUDAH SELFIE DENGAN ENAM ORANG CAKEP DISINI!"
"GAK BISA GITU DONG!" teriak Sekar tak terima.
"Jangan ambil kesempatan dalam kesempitan dong!" cecar salah satu siswa kepada wartawan itu.
Karena melihat wartawan yang masih bersikukuh di tempatnya, Lily menghela nafasnya. "Kita turutin permintaan dia aja deh."
"Tapi Lily, gue nggak mau," tolak Sekar mentah-mentah.
"Daripada dia terus ada disini ...?"
Sekar menurunkan bahunya dengan malas. "Iya juga."
Setelah mendengar penjelasan logis dari Lily, keenam manusia cakep itu akhirnya bisa diajak swafoto dengan seorang wartawan tadi.
Wartawan itu menunjuk dengan jarinya dengan arah ke orang-orang yang menurutnya cakep. Tetapi, karena Rosa tidak fokus melihat wartawan yang sedang menunjuk dirinya, dia tidak mendekat ke arah wartawan untuk berswafoto karena tak melihatnya. Alhasil, dia hanya diam dan duduk di kursi yang tersedia di sana.
"Ayo, Rosa!" Sekar harus mengeraskan suaranya supaya suaranya terdengar oleh Rosa karena jarak mereka yang jauh.
Rosa menunjuk dirinya sendiri dengan jari tangannya. "Eh? Gue?"
"Iya sini kita fotbar!" teriak Sekar sekali lagi.
"Lah kok malah gue?" tanya Rosa sambil mematri langkahnya ke arah tempat dimana mereka akan berswafoto.
"Ya karena lo juga cakep, Rosa!"
"Hah?"
Sebelum Rosa mengerti dari kalimat yang diucapkan Sekar, dia ditarik oleh Resvan agak kasar sampai-sampai dia harus menyeimbangkan tubuhnya.
"Ada apa?" tanya Rosa dengan alis yang mengkerut.
Resvan menunjuk kamera yang ada di hadapan mereka dengan dagunya. "Mau dimulai."
Rosa tak merespon lagi.
Orang yang memotret mereka adalah seorang kameramen yang tadi. Dia memakai kamera satunya lagi yang dibawanya kesini.
"Dimulai dari hitungan ketiga, ya ..." ujar kameramen itu dengan kamera ditangannya.
Kameramen itu menghitung. " ... Ti--ga."
Foto kertas itu keluar dari lubang panjang di kamera.
"Mana sini liat?!" pekik wartawan itu. Dia yang pertama kali keluar dari barisan yang sekarang hanya terisi enam orang.
Darren kembali ke sisi tepi api unggun yang tadi ia tempati, sibuk dengan kegiatan yang tadi ia kerjakan. Dia tak peduli dengan hasilnya, karena dia tahu bahwa hasil foto itu menunjukkan bahwa wajahnya pasti sangat tampan, walaupun dia tidak mengeceknya terlebih dahulu.
Begitu pun dengan Lily dan Ervin yang kembali sibuk dengan buku ditangannya, dan Sekar sibuk berlatih dengan batang kayu pohon--samsak baru yang ia jadikan sebagai bahan latihan. Begitu pula Rosa dengan handuk di bahunya--dia masih belum mandi pagi ini. Juga Resvan, kembali tidur di bangku yang tersedia di sana dengan lengan yang menghalangi wajah tampannya.
Karena telah puas, wartawan itu segera pulang dari tempat kemah ini. Semuanya memasang wajah sumringah setelah wartawan itu pergi. Wartawan yang tadinya menganggu mereka itu tidak akan mengusik siswa dan siswi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTRONOMY EYES
Ficção AdolescenteJika kalian ingin bertanya bahwa apa keinginan utama Resvan di dunia ini, Jawabannya hanyalah ketenangan. Tetapi, keinginannya itu tak akan pernah terwujud karena ketampanannya yang membuat semua orang datang bergerombol mengelilingi Resvan, layakn...