21 | Rusaknya Kamera

6 0 0
                                    

"Eh, udah ngerjain PR yang kemah?" tanya Lily kepada Sekar dan Rosa. Kebetulan mereka bertemu di gerbang sekolah, oleh karena itu, mereka bertiga sekarang sedang menuju ke kelasnya masing-masing.

Sekar menggeleng pucat pasi. "Gue lupa. Gue keasikan liburan dari tiga hari kemarin."

Rosa menepuk bahu Sekar dua kali. "Tenang. Gue bisa minjemin buku PR gue ke lo buat nyontek."

Lily mengkerutkan dahinya heran. "Bukannya PR-nya tentang pengalaman cerita waktu kemah sama liburan tiga hari?"

Rosa tersadar. "Oh, iya. Kalau cerita pengalaman nggak bisa nyontek."

"Yah ... gimana dong gue?" Sekar menghela nafas.

"Kerjain dulu sekarang, masih jam 6, ada waktu bentar lagi," terang Lily benar adanya.

"Tapi, kalian banyak nggak nulisnya?" Sekar bertanya.

"Emmm ... kalau gue sih nggak banyak. Soalnya gue liburan di rumah aja," jawab Lily.

"Kalau lo Rosa?" tanya Sekar sekali lagi.

Rosa merapihkan poninya sambil menjawab, "Kalau punya gue sih bisa dibilang banyak, hehe."

Sekar mendecak samar. "Bodo amat dah. Gue ngisi jawabannya sedikit aja," sosor Sekar telah habis pikir. Dia menyesal karena terlalu menikmati liburan tiga hari ini.

Tak ada yang menjawab, itu karena Sekar dan Lily memfokuskan pandangan ke arah mading yang dilewati oleh mereka bertiga.

Di mading tersebut, terdapat foto wajah Rosa yang cantik bersama dengan para penggemarnya. Lily menyenggol Rosa yang berada di sebelahnya untuk melihat apa yang ada di depan dinding.

"Rosa, lihat ... lo ada disana!" seru Lily sambil menunjuk-nunjukkan foto yang tadi dilihatnya.

Rosa menoleh kearah mading, lalu hanya mengangguk. Wajahnya tak tampak sumringah ketika wajahnya tertempel di mading, dia bahkan tak peduli bahwa wajahnya tertera di televisi karena tragedi wartawan saat kemah dimasa lampau.

"KYA!"

Itu suara Rosa. Dia kaget dengan perempuan berambut panjang yang tiba-tiba muncul di depannya. Masalahnya, jarak wajah Rosa dan perempuan itu hanya beberapa inci, tak heran jika Rosa berteriak kekagetan karenanya.

Rosa mundur beberapa langkah dari perempuan itu untuk menjauhinya. Rosa mengusap-usapkan dadanya beberapa kali. "Ngagetin banget sih."

Lily dan Sekar pun sama kagetnya. Hawa keberadaan perempuan itu sama sekali tak terdeteksi, Sekar sebagai ahli bela diri mengakui hal itu.

Sedangkan, perempuan didepan mereka bertiga tak peduli ketika mereka kaget akan keberadaannya. Wajahnya masing memasang wajah serius.

Perempuan itu menyiapkan pulpen dan kertasnya. "Pertanyaan kesatu. Kenapa jika kalian berselfie tak pernah tersenyum?"

"Bentar ... apa?!"

Rosa tak mengerti apa yang ditanyakannya. Sangat mendadak. Perempuan satu ini sangat aneh. Kantung mata yang hitam di wajahnya itu sangat menarik perhatian bagi Rosa.

Perempuan itu menghela nafas. "Gue Lirsa. Gue anggota OSIS yang mengurus mading. Tepatnya, anggota esktrakulikuler sastra yang mengurus mading," jelasnya panjang lebar.

"Banyak yang bertanya ke gue. Kalau kenapa kalian difoto nggak pernah tersenyum ...? Contohnya kayak foto satu ini." Lirsa menunjuk salah satu foto Rosa yang sekian banyaknya foto Rosa yang tertempel disana.

ASTRONOMY EYES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang