Resvan menyandarkan bahunya pada punggung kursi. Sedangkan, Ervin dan Darren duduk santai memainkan ponselnya.
Kini mereka berada di suatu kafe yang lumayan sepi. Darren memilih kafe ini untuk dikunjungi karena mereka tidak ingin menjadi pusat perhatian banyak orang. Di kafe ini memang sepi, setidaknya hal itu membuat mereka tidak dikerumuni oleh orang-orang.
"Main game kuy," ajak Darren setelah banyak keheningan diantara mereka bertiga.
"Nggak, ah. Gue mau berhenti main game," tolak Ervin.
Darren mendecak. "Lo kok bisa nurut banget ke orang tua lo?"
Darren menggeleng-gelengkan kepalanya kagum. Sedangkan Ervin sedari tadi hanya diam mendengar ocehan dari Darren.
"Kalau lo gimana, Resvan?"
"Nggak dulu." Resvan menjawab dari pertanyaan Darren.
Darren menyandarkan bahunya ke punggung kursi. Nampak raut kecewa dalam wajah tampannya. "Ah, kalian nggak seru!"
Tak ada jawaban.
"Oke, oke. Gini ya nasib punya temen kaku dan pendiem," celoteh lagi Darren, dan masih tidak ada tanggapan dari keduanya.
Merasa terkacangi, Darren kembali memainkan ponselnya. Dalam layar kunci, dirinya tak sengaja membaca waktu jam yang tertera disana.
Dengan satu tangan lainnya, Darren meraih gelas kopi yang berada di atas nakas meja, lalu dia meminum hingga tandas dalam sekali minum.
"Eh, balik yuk. Udah malam banget ini," ajak Darren ketika melihat jam di layar kunci ponselnya.
"Ayo. Orang tua gue juga udah nanyain," sahut Ervin seraya berdiri dari duduknya.
Melihat kedua temannya yang akan pergi, Resvan pun mengangguk. Ketiga manusia cakep pun meninggalkan kafe yang tadi mereka tempati.
Resvan yang berdiri dibelakang mereka, tak sengaja melihat seorang gadis yang ia kenali, Rosa. Matanya spontan mengamati sosok yang tak asing darinya.
Rambutnya panjang terurai, dia mengenakan gaun dengan motif bunga-bunga, itu adalah style andalan Rosa. Tetapi, Resvan tak bisa melihat jelas wajah Rosa karena wajahnya yang menoleh ke arah lain.
"Eh, itu ada cowok ganteng ngelihatin kamu terus."
Mendengar hal itu dari temannya, gadis itu menoleh kearah yang ditunjuk oleh temannya.
Saat tatapan mereka saling bertabrakan, Resvan mengalihkan pandangan.
Sial, bagaimana ia bisa menyangka bahwa gadis itu adalah Rosa?
Tapi serius, dari postur tubuhnya saat membelakangi Resvan itu sangat mirip dengan Rosa.
Ah, benar-benar. Ada apa dengannya saat ini?
Akhirnya Resvan keluar dari balik pintu kafe. Dirinya masih merutuki dirinya karena telah menyempatkan Rosa berada dipikirannya.
"Lo mau naik apaan, Darren?" tanya Ervin setelah mereka tiba di parkiran.
"Nebeng pake motor lo, Vin. Boleh nggak?"
"Boleh." Ervin menjawab pertanyaan Darren sambil mengangguk.
Kemudian, mereka menaiki motor masing-masing.
Ervin menyalakan mesin motornya, lalu segera pamit kepada Resvan. "Gue pamit duluan sama Darren," katanya. Setelah mendapat anggukan dari Resvan, Ervin mulai melajukan motornya.
Resvan pun sama menyalakan mesin motornya, setelah itu, dia melajukan motornya dan pergi dari parkiran kafe.
Ditengah perjalanan, Resvan harus melewati butik untuk pulang ke rumah. Resvan tak sengaja melihat gaun putih cantik yang terpajang disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTRONOMY EYES
Teen FictionJika kalian ingin bertanya bahwa apa keinginan utama Resvan di dunia ini, Jawabannya hanyalah ketenangan. Tetapi, keinginannya itu tak akan pernah terwujud karena ketampanannya yang membuat semua orang datang bergerombol mengelilingi Resvan, layakn...