Keira menghampiri bangku Rosa setelah kelas mereka dirasa cukup sepi.
"Kapan mutusin dia, hm?"
Rosa menutup matanya, takut jika Keira akan menamparnya secara tiba-tiba.
"Gue bilang sama lo." Deru nafas Keira tak beraturan. "Pilihan lo cuman dua."
"Putusin Resvan, atau ... lo bakal jadi selalu pengecut kayak gini karena gue selalu bully lo."
"Gue tahu lo nggak mau diginiin. Oleh karena itu, putusin dia, dan ... gue nggak bakal ganggu lo lagi," ujar Keira melipatkan kedua lengannya sambil melihat Rosa yang tadi hanya diam saja.
Keira memundurkan langkahnya. "Gue selalu pegang janji gue."
Setelah mengatakan itu, dia meninggalkan bangku Rosa. Wajahnya kusut karena suasana hatinya benar-benar buruk. Sosoknya benar-benar menghilang setelah ditelan oleh pintu kelas.
Rosa menghembus nafasnya pelan. Dia tentunya tak tahan akan selalu seperti ini. Solusi untuk kabur dari Keira adalah melepaskan Resvan, walaupun sebenarnya dari awal Resvan memang bukan miliknya.
Belum genap lima menit, Rosa mendengar suara sepatu yang bertabrakan di lantai dengan tempo yang teratur.
Rosa spontan mengambil pandangan kearah sumber suara. Pandangannya menangkap sebuah sosok lelaki jangkung yang datang menghampiri padanya.
"Ada apa?" Rosa bertanya to the point.
Resvan menatapnya datar. "Jangan kege'eran. Gue cuman mau ngasih sandwich dari Ibu gue."
Resvan menghampiri tas miliknya untuk membawa kotak bekal, lalu, dengan sangat buru-buru, dia memberikan kotak bekalnya, gerak-geriknya seperti tidak mau lagi berurusan dengan Rosa.
Tetapi, netranya tidak menangkap Rosa berada dalam bangkunya, malah ia hanya mendengar suara yang dikeluarkan dari mulut sang empu.
"Simpen aja di meja," ujarnya sambil melangkahkan kakinya untuk keluar dari kelas.
Resvan meletakkan kotak bekal berisi sandwich itu di atas nakas meja.
"Tunggu."
Rosa menghiraukannya.
Karena tak ada jawaban dari Rosa, Resvan segera mencekal pergelangan tangan Rosa, memaksa Rosa untuk berhenti melangkahkan kakinya.
"Lo." Resvan sengaja menjeda ucapannya. "Kenapa selalu ngehindar gue?"
Rosa menoleh ke arah Resvan. "Sorry?"
Resvan kembali menatapnya datar. "Ini bukan kayak yang lo kira."
"Lo tahu?" Rosa berbasa-basi.
"Penggemar gila lo itu ngancam gue," lanjutnya.
Resvan menaikkan salah satu alisnya.
"Dia nindas gue. Dan cara buat dia berhenti adalah ...."
"Ayo putus."
"Maksudnya?" tanya Resvan tak mengerti.
Rosa menghela nafas. "Maksud gue, ayo kita berhenti dari kepura-puraan ini. Gue muak. Lebih baik dikerumunin orang banyak, daripada ditindas."
"Oh." Resvan sekarang mengerti apa yang dimaksud Rosa. "Oke."
Semudah itu?
Rosa mengangguk-angguk kepalanya, wajahnya terlihat puas, walau hatinya menyatakan tidak.
Lalu, Rosa mengambil langkah yang sempat tertunda. Niatnya untuk pergi ke toilet, dan spontan setelah ia sampai, ia malah menumpahkan segala emosi yang ia punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTRONOMY EYES
Teen FictionJika kalian ingin bertanya bahwa apa keinginan utama Resvan di dunia ini, Jawabannya hanyalah ketenangan. Tetapi, keinginannya itu tak akan pernah terwujud karena ketampanannya yang membuat semua orang datang bergerombol mengelilingi Resvan, layakn...