Semalam Sasuke tak bisa tidur. Kata-kata Naruto saat di klub terus saja terngiang di kepalanya.
"Ahaha, ternyata kau menikmatinya juga, bos."
"Apa benar aku menikmatinya?" gumam Sasuke yang langsung disambut gelengan keras oleh dirinya sendiri. "Tidak mungkin!"
"Aku sudah lelah, Sasuke."
Wajah itu, wajah yang menyiratkan penderitaan yang dalam. Sasuke tak yakin kalau itu salah satu akting Naruto. Karena orang mabuk tak pandai berakting.
"Apa aku sudah keterlaluan?" Sasuke memejamkan matanya lama. Beberapa kilas balik Naruto di masa lalu berlarian di kepalanya.
Naruto, pemuda tampan yang sombong itu menyeringai pada orang yang dianggapnya "pengganggu". Dia tak akan segan-segan bermain kotor untuk menyingkirkan siapa pun yang mendekati Sasuke. Kata-katanya selalu pedas, tak bersahabat. Namun semua itu akan berubah 180 derajat saat si pirang bersamanya.
Sasuke benci penjilat. Dan Naruto selalu menjadi penjilat yang baik di hadapannya. Menjijikan!
"Naruto kehilangan ingatannya. Jangan ganggu dia lagi, Sasuke."
Mungkinkah ia bisa memaafkan Naruto? Pemuda menjijikan itu?
Sasuke mendengus kasar. Siang ini ia akan menjemput Naruto untuk dibawa ke mansionnya. Naruto tidak punya tempat tinggal, ia tahu itu. Namun bukan itu alasan kenapa ia mau repot-repot menampung si pirang. Mereka memiliki perjanjian tak tertulis. Ya, Naruto dan Sasuke membuat perjanjian konyol yang menyatakan bahwa Sasuke boleh memanfaatkan tubuhnya (baca: menjual) asalkan Naruto boleh tinggal bersama Sasuke satu atap.
Gila? Ya, Naruto memang gila karena mau saja menjual tubuhnya hanya demi tinggal bersama Sasuke. Sayangnya, Sasuke lebih gila dari Naruto. Pemuda itu justru menerima penawaran Naruto dan benar-benar menjual tubuh si pirang untuk kepentingan bisnisnya. Dia benar-benar mengenyampingkan moralnya. Asalkan bisnisnya lancar, ia tak peduli jika Naruto hancur. Lagipula, bukankah ia memang menginginkan kehancuran Naruto?
Dulu ia tidak peduli dengan Naruto. Mau sehancur apapun dirinya, itu bukan urusan Sasuke. Namun, semakin lama Sasuke memerhatikan perubahan Naruto, ia pun mulai gamang. Apa Naruto sudah benar-benar berubah? Apa dia tidak sedang bersandiwara.
Ah, biarkan ia membuktikannya sendiri saat mereka sudah tinggal satu atap lagi.
Tok! Tok!
"Masuk," kata Sasuke malas.
Seorang pria berambut perak langsung masuk ke ruang kerjanya, lalu memberi hormat.
"Ini laporan yang Anda minta," ucap pria yang selalu memakai masker itu tanpa basa basi.
Kakashi, tangan kanan Sasuke yang satu ini memang paling irit bicara. Ia hanya mengerjakan apa harus ia kerjakan dan bicara seperlunya. Itulah yang dibutuhkan Sasuke. Pekerja yang efisien tanpa banyak bicara.
"Ini...." dahi Sasuke berkerut saat membaca laporan di hadapannya. Tangannya mengepal kuat. "Kurang ajar!"
●
○
●Pagi yang cerah. Secerah bola mata biru yang baru saja terbuka saat merasakan sakit di punggungnya.
Naruto merintih pelan. Salahkan kebiasaan buruknya yang suka meregangkan tubuh sambil berguling-guling saat bangun tidur.
Jika itu hari biasa mungkin tak masalah. Tapi ia seharusnya ingat kalau saat ini punggungnya tidak baik-baik saja.
Saat turun dari tempat tidurnya, Naruto melihat secarik kertas di atas nakas.
Maaf Naruto, aku sangat sibuk hari ini.
Sasuke akan menjemputmu pukul sebelas.Itachi
Naruto tersenyum tipis. Benar, waktunya sudah habis di tempat ini. Walau tempat Itachi ini sangat nyaman dan sesuai seleranya, tapi ia tak mau dianggap parasit yang memanfaatkan orang lain.
Dan untuk Sasuke ... pemuda itu sangat membencinya. Mungkin setelah ini ia bisa minta kebijakan untuk ditempatkan di asrama bersama para karyawan. Yah, walaupun dulu Naruto tak pernah mau tinggal di tempat yang bernama asrama, setidaknya itu lebih baik daripada menjadi gelandangan di jalan, bukan?
Baru saja Naruto keluar dari kamarnya, ia melihat seorang pemuda tampan nan kelam duduk di ruang tamu bersama secangkir kopi yang sudah tidak mengepul. Pemuda pirang itu mengerutkan dahi dan melirik jam di dinding.
Ini baru jam sepuluh, untuk apa dia datang seawal ini?
"Kau sudah bangun? Cepat bereskan barangmu, aku tak punya banyak waktu!"
Apa dia sedang bertanya? Tidak, pemuda berengsek ini sedang memerintahnya!
Walau ingin marah, Naruto sadar ini bukan saatnya. Dengan sabar ia menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. Setelah dirasa sudah cukup, ia pun berjalan mendekat sambil tersenyum.
"Aku pikir yang akan menjemputku Paman Iruka. Apa tidak apa-apa aku merepotkan bos besar?" tanya Naruto seramah mungkin.
Sasuke hanya meliriknya sekilas, lalu mengangkat panggilan dari handphonenya. Walau ia terlihat sibuk, ia masih sempat memberi kode bahwa Naruto harus siap dalam sepuluh menit. Sial! Orang ini memang sangat sesuatu sekali!
●
○
●"Jadi, kapan kau akan mengantarku ke asrama?" tanya Naruto yang kini sedang mondar-mandir di ruang kerja Sasuke.
Pemuda yang irit bicara itu hanya melirik Naruto sekilas lalu kembali sibuk dengan laptopnya.
Naruto mengerucutkan bibirnya kesal. Sejak Sasuke menjemput Naruto dari kediaman Itachi, si raven bungsu itu tak mengatakan apapun tentang di mana tempat tinggalnya nanti.
Saat ini Naruto masih butuh banyak istirahat. Ia mengantuk. Sangat. Bahkan perutnya mulai keroncongan karena belum diisi apapun sejak dia bangun tidur.
Tanpa punya banyak pilihan, Naruto akhirnya kembali ke sofa dan membanting tubuhnya.
"Hsshhh!"
Sasuke melirik Naruto yang mendesis kesakitan. "Baka!" gumamnya dalam hati. Sudah tahu punggungnya terluka, tapi dia masih saja sembarangan melompat kesana-kemari seperti anak monyet.
Naruto yang masih sibuk merutuki kecerobohannya sendiri tak menyadari bahwa orang yang dulu sangat membencinya kini tersenyum melihat tingkahnya.
***
Hai Dear, mulai chapter ini alur cerita bakal diubah "hampir" total. Jadi jangan kaget kalau ceritanya beda dari yang sebelumnya, ya.
Salam
Ren (28012023)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Hope
FanfictionTerbangun di sebuah kamar yang asing dengan tubuh tanpa busana sudah cukup untuk membuat pria berambut pirang itu terkejut. Belum lagi ia harus menerima fakta kalau ternyata ia menjadi jalang di tahun 2018, mundur 32 tahun dari tahun asalnya di 2050...