Sebuah gelenyar aneh mengusik ketenanganku. Perlahan aku merasakan suhu tubuhku merambat naik. Gelisah, itulah yang kurasakan.
Tanpa sadar aku mengerang pelan. Dengan mata terpejam yang enggan membuka, kuremat seprai di sisi kiri dan kananku.
"Engghh!!"
Sebuah desahan pelan kembali lolos. Aku tak ingin mengeluarkannya, tapi entah mengapa aku tak kuat lagi menahannya.
"J-jangan! Aahh!"
Tanganku menggapai udara. Meraba-raba, hingga menyentuh helaian lembut yang berada di atas bagian bawah tubuhku.
Napasku makin memburu. Tanpa sadar aku mulai menggerakkan pinggul, mengikuti gerakan sesuatu yang hangat di bawah sana.
"Ughhh!!"
Benda hangat nan basah itu semakin cepat bermain. Memompa, dengan gerakan naik turun yang begitu memabukkan.
"Aaaarrrgghh!!"
Tubuh melengkung sempurna. Cairan milikku menyembur ke tempat yang hangat dan basah. Masih dengan napas memburu, aku pun membuka mata.
"I-itachi?"
Pemuda itu menyeringai sambil menyeka cairan putih kental dari sudut bibirnya.
"Apa dia habis minum susu?" pikirku dalam hati.
"Bahkan saat tidur pun kau mampu seperti ini. Apa kau yakin tidak ingin disebut jalang, Naruto?" sindir pemuda itu yang masih mengenakan setelan lengkapnya.
Aku mendengus kasar sambil menarik kembali boxer yang sudah turun sampai ke lutut. Heh, apa-apaan orang ini. Apa dia punya kebiasaan memperkosa orang yang sedang tidur?
"Aku sudah membaca semuanya. Ya, mungkin dulu aku memang jalang. Tapi tidak untuk sekarang," ucapku ketus sambil mengambil gelas berisi air putih di atas nakas.
"He? Jadi kau menerimanya begitu saja? Tidak ada teriakan? Tidak ada umpatan seperti biasa?" tanya Itachi seakan tak percaya.
Aku mengedikkan bahu acuh, lalu meletakkan kembali gelas ke atas nakas.
"Apa dengan berteriak histeris dapat merubah kenyataan? Kurasa tidak. Aku hanya berpikir betapa bodohnya diriku yang dulu. Oh, ayolah ... aku ini pemuda tampan, kaya, dan multitalenta. Untuk apa aku mati-matian mengejar orang gila yang menjadi atasanku itu? Dan menurut untuk menjadi "senjata rahasianya"? Oh, aku pasti tidak waras!"
Itachi tertawa terbahak-bahak saat mendengar ocehanku. Setelah puas tertawa dan mendapati diriku yang hanya terdiam, ia pun berdeham pelan sambil memasang wajah serius.
"Kau benar-benar menarik," pujinya dengan mata berkilat penuh arti. "Apa yang kau katakan memang benar. Kau tampan, kaya, dan multitalenta. Tapi sayangnya semua itu terkubur karena cinta butamu itu. Karirmu hancur karena berbagai skandal. Kau itu tak lebih daripada seorang pecundang," kata Itachi pedas.
Pemuda yang memiliki rambut hitam sebahu diikat rendah itu melonggarkan dasinya. Agak sedikit mencondongkan wajah dihadapanku, ia kembali berkata, "Tapi itu dulu. Aku akan membantumu untuk kembali bangkit di dunia hiburan ini dan membuatmu menjadi bintang yang paling bersinar."
Aku menatap pemuda itu dengan dahi berkerut. "Apa bayarannya?" tanyaku tanpa basa-basi. Oh, ayolah ... aku sadar betul kalau tak ada makan siang gratis di dunia ini.
"Kau sangat cerdas, Naruto. Aku jadi semakin menyukaimu," kata Itachi tersenyum puas.
"Cepat katakan saja. Aku tak butuh pujianmu."
"Ah, tak sabaran rupanya," kekeh Itachi sambil melepas jas hitam yang masih menempel di tubuhnya. "Aku ingin tubuhmu."
Lama aku terdiam. Walau Naruto sudah lama menggunakan tubuhnya untuk hal yang seperti itu. Tapi tidak denganku. Walau aku hidup di negara bebas, aku tak pernah membiarkan diriku hanyut dalam dunia sex bebas. Hal terjauh yang aku lakukan dulu hanyalah blow job. Itu pun karena tuntutan profesionalisme pekerjaanku sebagai aktor.
"A-aku tak yakin. Aku tak pernah benar-benar melakukannya," cicitku pelan sambil memalingkan wajah. "Ma-maksudku, mungkin dulu iya, tapi sekarang...."
Itachi tersenyum penuh arti sambil menggeser tubuhnya lebih mendekat. "Aku akan mengajarimu dari awal secara perlahan," bisiknya sensual.
Entah mengapa pipiku terasa memanas dengan bisikan itu. Oh, ayolah! Aku tak boleh bertindak layaknya anak gadis seperti ini, bukan!
Berusaha mengumpulkan keberanian, aku pun menoleh untuk berhadapan langsung dengan pemuda mesum ini.
"Tentu, aku akan sangat menghargai bimbinganmu itu. Hanya sebatas sex. Aku tak mau kau meminta lebih seperti hal-hal berbau cinta. Aku tak menyukainya," ucapku menegaskan.
"Tidak ada cinta, eh? Itu juga yang kuinginkan. Aku hanya ingin tubuhmu, sayang. Tak lebih," kata Itachi pongah.
"Deal, kalau begitu."
Kami berdua pun akhirnya berjabat tangan sebagai kesepakatan. Sebelum aku menarik kembali tanganku dari pemuda itu, Itachi kembali menyeringai.
"Ada apa lagi?" tanyaku malas.
"Tidak, hanya saja aku penasaran dengan apa yang kau lakukan di balkon hari ini. Security bilang ada seseorang yang berdiri di tepi balkon dan menjatuhkan sebuah notepad sampai hancur."
"Ah, itu ... haha," aku tertawa canggung. Aku tak mungkin berkata kalau tadi siang iseng bermain drama a la Naruto lalu tak sengaja menyenggol dan menjatuhkan notepad itu, bukan?
♢♢♢
Ren_Thyazeline
(15 Februari 2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Hope
FanfictionTerbangun di sebuah kamar yang asing dengan tubuh tanpa busana sudah cukup untuk membuat pria berambut pirang itu terkejut. Belum lagi ia harus menerima fakta kalau ternyata ia menjadi jalang di tahun 2018, mundur 32 tahun dari tahun asalnya di 2050...