Air hangat yang mengucur dari shower membasuh tubuh putih berotot milik Sasuke. Pria itu meremat rambut hitamnya sambil terpejam.
"Sasuke, mengapa kau sangat membenciku?"
Kata-kata Naruto tadi siang kembali terngiang di telinganya. Pemuda itu memang hanya bergumam, tapi itu cukup jelas untuk dapat di dengar Sasuke.
"Apa kau benar-benar hilang ingatan?"
Uap hangat mengepul di antara air yang terus berjatuhan. Kali ini Sasuke membalikkan tubuhnya dan bersandar di dinding.
"Kau berubah, Naruto. Tapi aku tak akan terjerumus dalam jebakanmu ... lagi."
Keran dimatikan. Pria yang memiliki enam otot berbentuk kotak di abdomennya itu mengambil handuk bersih dan melilitkannya di pinggang. Rambut yang basah dibiarkan menetes, terus mengalir di sepanjang tubuh yang mampu membuat para wanita mengangkang dengan suka rela.
Ponsel bergetar. Pemuda raven itu menggeser tombol hijau, lalu mendekatkannya pada telinga.
"Ya, kita akan tetap mengawasinya."
Sambungan kembali diputus. Sebuah seringai menghias di wajah rupawan itu.
"Mari kita lihat, sampai sejauh mana permainanmu."
●○●
"Tachi ... engh ... jangan lagi," keluh Naruto sambil menarik kembali selimut tebalnya.
Hampir semalaman ia tak tidur karena makhluk mesum di sampingnya ini terus saja ingin berolah raga. Sebenarnya Naruto tak begitu masalah. Perlahan ia mulai terbiasa. Lagipula permainan Itachi tak begitu buruk. Ia selalu bermain lembut seakan Naruto adalah benda berharga yang harus dimanjakan.
"One more time, babe?" rayu si raven sulung.
"Hari ini aku akan mulai pelatihanku. Aku tak suka terlambat, Tachi."
Naruto menyingkirkan tangan kekar yang terus memeluknya. Saat ia duduk, cairan hangat mengalir keluar dari bagian belakang tubuhnya. Ingin rasanya ia mencincang pria yang kini masih tiduran sambil tersenyum manis menatapnya tanpa dosa.
Sudah berkali-kali Naruto mengingatkan Itachi untuk memakai pelindung. Namun pria itu mengindahkannya. Dengan tampang tak berdosa ia akan berkata, "Naru, rasanya akan beda. Aku ingin menikmati sensasi rematanmu tanpa ada penghalang sedikit pun."
Persetan dengan semua itu!
Berjalan sedikit tertatih, Naruto memasuki kamar mandi dan membuka keran shower. Agak lama ia membiarakan butiran bening itu jatuh menghujami dirinya. Berusaha sedikit membersihkan rasa bersalah atas apa yang ia lakukan saat ini.
Menjadi pelacur? Sedikit pun itu tak pernah terlintas dalam benaknya. Namun, ia bukanlah pemuda cengeng yang akan lari dari kenyataan. Ia harus menjalaninya. Setidaknya sampai sepuluh hari kedepan.
●○●
"Gerakkan kakimu kurang lembut, Naruto-kun. Bayangkan kalau kau sedang berjalan di atas sesuatu yang lengket, lalu mengangkatnya perlahan," instruksi gadis cantik berambut merah muda sambil memperagakan gerakan kaki yang mengangkat perlahan. "Rasakan seolah-olah gravitasi menahan kakimu, tapi kau berusaha melepaskannya dengan lembut."
"Seperti ini?" ucap Naruto sambil menggerakkan kakinya. Tangan yang memegang kipas lipat digerakkan dengan anggun. Tubuhnya sedikit direndahkan dengan gerakan gemulai. Sang instruktur berdecak kagum, muridnya yang satu ini memang sangat cerdas dalam menyerap pelajaran.
"Luar biasa, Naruto-kun. Kenapa kau tak bergabung dalam rumah seniku saja? Kau bisa menjadi aktor kabuki yang sukses, lho," kata si rambut merah jambu antusias.
"Maaf, Sakura-san. Aku mempelajari seni tari ini hanya untuk mendukung peranku dalam bermain film drama kali ini. Aku sama sekali tak cocok untuk menjadi aktor kabuki yang elit itu, hehe."
Sakura tersenyum anggun menanggapi murid barunya itu. Tak lama, seorang gadis muda datang sambil membawa ocha. Ia menuangkan cairan itu ke dalam dua gelas khusus dan meletakkannya di depan Naruto dan Sakura.
"Saya permisi," ucap gadis itu sambil kembali undur diri. Naruto tak begitu memperhatikan saat gadis itu menatapnya aneh. Ia terlalu asyik berbincang dengan pemilik sanggar terkenal ini, Sakura Haruno.
"Kudengar kau juga pernah terjun di dunia hiburan, Sakura-san," tanya Naruto setelah menyesap ocha-nya sedikit.
Sakura terdiam sebentar, lalu menatap Naruto dengan pandangan yang sulit diartikan. "Ya, aku pernah membintangi beberapa film layar lebar."
"Woaa, luar biasa. Lalu, kenapa kau malah berhenti? Dengan bakatmu itu, kuyakin kau bisa menjadi artis yang sukses," puji Naruto tulus.
Wanita merah jambu itu tersenyum masam, lalu memperbaiki kembali duduknya. "Itu bukan duniaku. Aku lebih nyaman di sini. Lagipula, terlalu banyak orang jahat di luar sana. Kau harus berhati-hati, Naruto. Dunia hiburan adalah dunia yang sangat keras."
Naruto mengangguk mengerti. Ia sadar betul seperti apa dunia hiburan itu. Dunia yang penuh dengan persaingan ketat. Semua menghalalkan segala cara untuk mendongkrak kepopuleran. Bahkan tak jarang, antara satu sama lain saling menjerumuskan untuk menyingkirkan para saingan.
"Terima kasih atas nasehatnya, Sakura-san. Dunia hiburan memang dunia yang abu-abu. Tapi aku yakin, selama kita memegang prinsip, kita tak akan mudah terbawa arus."
Setelah menghabiskan ocha-nya, Naruto langsung berpamitan. Setelah ini ia harus datang ke lokasi syuting. Walau scene-nya untuk hari ini hanya sedikit, ia ingin mengikuti semua proses pembuatan filmnya. Dengan mengamati sebanyak mungkin, ia ingin segera kembali menyesuaikan diri dalam industri perfilman di negeri Sakura ini.
"Memegang prinsip, huh?" Sakura yang masik duduk di tempatnya memainkan gelas yang isinya hanya tinggal sedikit. "Aku baru tahu kalau jalang sepertimu itu memiliki prinsip."
●○●
Aku kembaliiii
Ren_Thyazeline (020318)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Hope
FanfictionTerbangun di sebuah kamar yang asing dengan tubuh tanpa busana sudah cukup untuk membuat pria berambut pirang itu terkejut. Belum lagi ia harus menerima fakta kalau ternyata ia menjadi jalang di tahun 2018, mundur 32 tahun dari tahun asalnya di 2050...