[11] Serangan

5.2K 636 77
                                    

"Naruto-sama."

Iruka langsung membungkuk hormat ketika Naruto keluar dari rumah seni Haruno. Nampak jelas kalau pemuda itu tak suka dengan panggilan yang lagi-lagi diucapkan pria dewasa di hadapannya.

"Paman, apakah aku bisa memotong gajimu jika kau tak menurut padaku?" tanya Naruto menaikkan sebelah alisnya.

Iruka yang tak mengerti akan maksud Naruto hanya mengerutkan alis.

Apakah ada yang salah?

Naruto menghela napas lelah lalu menggelangkan kepalanya. "Lupakan, aku hanya bercanda."

Berjalan melewati sang manajer yang kebingungan, Naruto langsung membuka pintu mobil yang dipinjamkan Itachi padanya. Dengan santai ia memasang sabuk pengaman dan menunggu Iruka yang menyusul.

"Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Iruka sambil menyalakan mesin mobil tersebut.

Lagi-lagi Naruto menghela napas. "Tidak, aku hanya tak nyaman dengan panggilan 'sama' darimu, Paman."

Iruka tersenyum tipis, "Maaf, aku tak bermaksud begitu. Itu hanya kebiasaan."

Naruto membalas senyuman itu sekilas, lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil.

Naruto sadar, mengubah pandangan  seseorang pada dirinya memang bukan hal yang mudah. Namun ia tetap saja tak terbiasa dengan semua ini. Blue Fox yang ramah dan selalu menjadi magnet untuk semua orang kini diperlakukan sinis bagai barang murahan? Siapa pun tak akan mudah menerima perubahan besar ini. Walaupun begitu ia yakin, tak akan ada usaha yang sia-sia jika ia bersungguh-sungguh.

"Paman."

"Ya, Naruto-kun."

Naruto tersenyum kecil. Benar 'kan, usaha tak akan mengkhianati hasil?

"Hei, aku hanya menuruti keinginanmu. Jadi jangan menertawaiku seperti itu," protes Iruka tanpa mengalihkan pandangannya ke jalan.

"Maaf," ucap Naruto sambil kembali memasang wajah tenangnya. "Paman, aku ingin menanyakan beberapa hal."

"Tanyakan saja, aku akan menjawabnya jika bisa."

Naruto terdiam sejenak sambil mengetuk-ngetukkan jemari lentiknya di dashboard. "Paman, aku tahu kalau kau bukan manajer biasa. Kau dulunya asisten pribadi ayahku, bukan?"

Wajah Iruka sedikit menegang. Namun ia kembali bersikap biasa sambil membelokkan mobilnya ke arah kiri, menuju tempat tujuan mereka.

"Ya, dulu aku memang asisten ayahmu."

Naruto kembali terdiam, menimbang pertanyaan yang beberapa hari ini sempat mengganggu pikirannya.

"Paman, itu...." ucapan Naruto langsung terhenti ketika Iruka menghentikan laju mobilnya secara mendadak. "Ada apa?" Naruto mengerutkan kening saat melihat di depan gedung studio tempatnya bermain drama kini dipenuhi orang-orang yang meneriakkan namanya. Mereka bukan para fans, Naruto sadar hal itu. Karena saat ini mereka teriak-teriak sambil mengacungkan poster-poster yang berisi sumpah serapah pada Naruto.

"Sebaiknya kita putar arah," kata Iruka yang menyadari kekacauan di depan sana.

Baru saja Iruka akan memutar stir mobilnya, tangan Naruto menahan. "Tidak usah, Paman. Masalah tak akan selesai jika kita terus menghindar. Aku ingin tahu apa yang mereka inginkan. Lagi pula, aku harus mematuhi jadwal syutingku, bukan? Aku tak ingin merepotkan semua orang hanya karena masalah kecil seperti ini."

Iruka mendesah pelan. Naruto-nya sudah benar-benar berubah. Walau ia menyukai sifat baru pemuda di sampingnya ini, tapi tetap saja ia khawatir.

Mobil kembali dijalankan perlahan sambil Iruka mengetikkan sesuatu di ponselnya. Ia harus memberi tahu para petugas keamanan agar mengamankan Naruto sampai ke dalam gedung. Ia tak ingin pemuda di sampingnya ini terkena amukan massa yang tak jelas itu.

The Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang